Sejumlah Catatan Muhammadiyah Terkait Revisi UU Terorisme

Senin, 21 Mei 2018 - 17:40 WIB
Sejumlah Catatan Muhammadiyah Terkait Revisi UU Terorisme
Sejumlah Catatan Muhammadiyah Terkait Revisi UU Terorisme
A A A
JAKARTA - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Busyro Muqoddas telah menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Busyro menyampaikan beberapa catatan PP Muhammadiyah untuk revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Pada prinsipnya beliau tidak keberatan dengan revisi Undang-undang Terorisme, tapi dengan beberapa catatan," ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo usai pertemuan, Senin (21/5/2018).

Salah satunya, PP Muhammadiyah meminta nama UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diganti dengan Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme.

"Itu kami terima dan kami sampaikan kepada Pansus untuk dikerjakan," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet ini.

Kemudian, PP Muhammadiyah setuju dengan penyadapan terhadap terduga teroris dengan seizin pengadilan. Lalu, organisasi masyarakat keagamaan itu juga setuju dengan pelibatan TNI dalam memberantas terorisme, namun harus dilakukan secara sangat hati-hati.

Selanjutnya, masa penangkapan terduga teroris diminta hanya selama 14 hari. Lalu, PP Muhammadiyah meminta agar ada sanksi bagi aparat penegak hukum yang menggunakan kekerasan saat melakukan pemeriksaan.

"Dorong persidangan terbuka," ujar politikus Partai Golkar ini.

Selain itu, PP Muhammadiyah juga mengusulkan agar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diubah menjadi Komisi Nasional Penanggulangan Terorisme yang anggotanya dari para tokoh agama, akademisi, Polri dan TNI.

Hal senada dikatakan oleh Busyro Muqoddas. "Kami datang ke sini bawa hasil final draf revisi," ujar Busyro Muqoddas dalam kesempatan sama.

Dia mengklaim bahwa kajian pihaknya mengenai revisi Undang-undang Anti Terorisme itu sudah cukup matang.

"Semangat kami adalah pemberantasan terorisme dalam koridor rule of law. Karena pilar dari demokrasi adalah rule of law penegakan HAM," ungkap mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6105 seconds (0.1#10.140)