2025, Seluruh Tanah di Indonesia Bersertifikat

Kamis, 03 Mei 2018 - 14:00 WIB
2025, Seluruh Tanah di Indonesia Bersertifikat
2025, Seluruh Tanah di Indonesia Bersertifikat
A A A
JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) targetkan seluruh tanah di Indonesia sudah bersertifikat pada 2025. Dengan kepastian hukum tersebut, warga akan terhindar dari konflik soal tanah antarmereka. "Target itu merupakan perintah dari Presiden Joko Widodo. Satu di antara manfaat sertifikat itu adalah untuk menghindari konflik," kata Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil saat berkunjung ke MNC Media di Gedung iNews Center, Jakarta, Rabu (2/5/2018).

Pada kesempatan itu, hadir Direktur Corporate Secretary MNC Group Syafril Nasution, Direktur Pemberitaan MNC Media Arya Sinulingga, dan Direktur MNC Group Henry Suparman. Sofyan menegaskan, dengan adanya sertifikat tanah, masyarakat akan mendapat kepastian hukum mengenai status kepemilikan tanah mereka. Dengan itu pula, konflik antarwarga terhindarkan. "Kemudian, ini (sertifikat) memberikan akses kepada masyarakat untuk pengurusan perbankan. Jika mereka punya tanah tapi tidak punya bukti, mereka tidak bisa mempergunakan kenyamanan perbankan, KUR misalnya. Terpaksa masyarakat pergi ke rentenir," ungkap Sofyan.

Yang jelas, Sofyan menegaskan bahwa pemerintah serius dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat terkait masalah tanah. Bahkan, pemerintah juga akan mempercepat proses pengurusannya. "Karena banyak masyarakat punya tanah, tapi tidak punya surat, tidak punya bukti hak, makanya kita percepat pengeluaran sertifikat tanah rakyat," tegasnya.

Kepala BPN mengatakan bahwa Presiden Jokowi meminta seluruh tanah di Indonesia sudah terdaftar pada 2025. Langkah itu sebagai bentuk perwujudkan reformasi agraria. Menurut Sofyan, pada 2017 ini pemerintah telah berhasil mengeluarkan sertifikat dan perbaikan data pertanahan mencapai 5,2 juta bidang.

Sementara pada 2018 ditargetkan 7 juta bidang, 2019 dinaikkan lagi menjadi 9 juta. Setelah itu, setiap tahunnya pemerintah menargetkan mengeluarkan sertifikat 10 juta. "Itu dilakukan karena capaian saat ini masih sangat rendah. Di seluruh Indonesia, seluruh bidang tanah yang ada 126 juta. Sampai 2016, baru 46 juta yang bersertifikat," kata Sofyan.

Sofyan mengaku, dalam perjalanan proses sertifikasi itu, pemerintah mendapatkan beberapa hambatan, termasuk di sisi internal yakni kurangnya juru ukur. "Kami sudah mengatasi masalah itu dengan mengangkat juru ukur swasta. Saat ini ada lebih dari 80.000 juru ukur untuk mempercepat proses pengurusan sertifikat," ungkapnya.

Sementara untuk masyarakat yang menginginkan tanahnya terdaftar dan bersertifikat, mereka bisa ikut Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap. Kendala lain yang muncul dalam proses sertifikasi tanah adalah bukti hukum hak dari masyarakat, misalnya memiliki keterangan dari kepala desa atau bukti warisan.

Sebelumnya, pengurusan masalah itu harus ke pertanahan, namun saat ini masyarakat bisa memprosesnya di kelurahan. Bahkan yang menarik, proses pengurusan sertifikat tanah saat ini dilakukan secara gratis. "Tapi ada dua pengerjaan, prasertifikat dan sertifikat. Pada proses prasertifikat, pengurusan meterai dan penandatanganan berkas oleh desa bisa dikenakan biaya. Jumlahnya sudah diatur oleh tiga menteri, yakni menteri agraria, menteri desa, dan menteri dalam negeri, termasuk biaya maksimum yang boleh diambil. Dan, itu diputuskan oleh aparat desa setempat atau bupati berapa rupiah bisa diambil. Tapi itu sebenarnya sangat kecil dibandingkan pengurusan sendiri. Kalau sudah masuk BPN, kami jamin dalam satu tahun sudah mendapatkan sertifikat," kata Sofyan.

Dia menegaskan, percepatan program sertifikat ini dilakukan karena Presiden Joko Widodo ingin masyarakat memiliki bukti hak kepemilikan tanah. Sementara saat ini, tanah yang dikuasai korporasi persentasenya kecil. "Sekarang tanah yang dikuasai kelapa sawit hanya 14 juta hektare, tapi hampir 40-50% adalah milik rakyat. Kebun milik rakyat. Nah, milik korporasi ini pun dipecah lagi menjadi milik BUMN. PT itu hanya menguasai 700.000 ha. Kemudian yang lain dikuasai perusahaan kelapa sawit. Kebun-kebun lain seperti kebun teh, kebun cokelat, dan kebun kopi, kebanyakan tanah milik rakyat. Secara mayoritas, tanah-tanah ini memang milik rakyat," ungkap Sofyan.

Sementara terkait polemik warga negara asing (WNA) yang memiliki tanah, Sofyan menegaskan bahwa WNA tidak boleh memiliki tanah di Indonesia. "Aturannya jelas. Tapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada orang asing yang menikah dengan warga Indonesia, kemudian mereka memiliki tanah, tapi ini atas nama istri. Sah-sah saja. Jadi, kalau orang asing yang menguasai tanah, tidak ada. Tidak ada aturannya. Undang-undang kita tidak memungkinkan orang asing memiliki tanah," katanya.

Direktur Pemberitaan MNC Media Arya Sinulingga mendukung pemerintah untuk pengurusan sertifikat tanah secara gratis. Dia berharap program ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. "Kami mendukung dan sangat berharap semua tanah bisa bersertifikat semua," tegasnya.

Arya juga berharap pemerintah bisa menyelesaikan beberapa kendala yang dialami masyarakat dalam pengurusan sertifikat tanah selama ini, yakni mahalnya biaya dan proses yang memakan waktu sangat lama. "Itu sudah menjadi masalah klasik selama ini. Jadi, warga enggan mengurusnya. Apalagi, sertifikat bagi warga sangatlah penting. Selain menjadi legalitas hak kepemilikan tanah dan sawah, juga bisa digunakan sebagai modal jika ingin membuat usaha," ujarnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7436 seconds (0.1#10.140)