Pencabutan Gelar Akademi Perlu Payung Hukum

Kamis, 03 Mei 2018 - 13:30 WIB
Pencabutan Gelar Akademi Perlu Payung Hukum
Pencabutan Gelar Akademi Perlu Payung Hukum
A A A
BANDUNG - Usulan Majelis Dewan Guru Besar (MDGB) Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang meminta pencabutan gelar akademik bagi koruptor tidak bisa serta-merta diterapkan sebab perlu payung hukum untuk bisa melaksanakan usulan itu. Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman mengatakan, untuk gelar akademik profesor adalah gelar akademik tertinggi yang diberikan kepada seseorang di suatu perguruan tinggi negeri atau swasta. Gelar akademik profesor ini tidak bisa sembarangan dicabut oleh rektor. Hanya menteri, tandasnya, yang bisa melakukan pencabutan gelar tersebut.

"Rektor tidak berhak mencabut gelar akademik profesor sebab ini adalah kewenangan menteri. Rektor mengusulkan pada menteri berdasarkan rapat senat," ungkap Fathur kepada KORAN SINDO, Rabu (2/5/2018).

Untuk gelar akademik lain seperti sarjana, magister, maupun doktor bisa saja dicabut asalkan ada bukti pelanggaran hukum yakni melakukan plagiasi. Profesor Sosiolinguistik Fakultas Bahasa dan Seni Unnes ini mengatakan, jika terbukti korupsi pun, gelar akademik yang bukan profesor tidak bisa juga sembarangan dicabut. Selama ini belum ada peraturan hukum yang diterbitkan oleh Kemenristekdikti terkait persoalan ini. Meski demikian, mantan kepala Pusat Penelitian Soshum Unnes ini sepakat jika seluruh perguruan tinggi perlu melawan tindak pidana korupsi sebagai kriminal agar dunia akademik juga bisa menjadi simbol perlawanan korupsi.

Senada diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Fo rum Rektor Indonesia (FRI) Asep Saifuddin. Menurut dia, ide pencabutan gelar akademik ini sangat bagus untuk meningkatkan peran perguruan tinggi dalam etika dan moral. Namun, pencabutan gelar itu tidak mudah dilakukan. Meski ijazah ditandatangani rektor dan titik akhirnya memang ada di rektor, rektor sebagai bagian dari sistem harus mengikuti keputusan dari senat juga.

Rektor Universitas Al-Azhar ini menerangkan, secara hukum memang belum ada peraturan yang memungkinkan untuk pencabutan gelar akademik tersebut. Namun, ada kewenangan dari perguruan tinggi untuk melakukan itu. "Ini adalah salah satu upaya untuk memberikan efek jera. Idenya bagus untuk meningkatkan peran perguruan tinggi di bidang etik dan moral," katanya.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor ini menjelaskan, diperlukan pakta integritas yang ditandatangani calon penerima gelar. Pakta ini penting agar jika terbukti korupsi, gelar akademiknya bisa otomatis dicabut. Jika tidak ada pakta tersebut, pencabutan gelar akan sulit dilakukan. Menurut dia, potensi kampus melakukan hal ini sangat tergantung sekali pada niat kampus yang bersangkutan sebab tidak ada keharusan kampus membuat regulasi tersebut.

Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristekdikti Muhammad Dimyati mengatakan, pemberian dan pencabutan gelar adalah hak dari sebuah institusi perguruan tinggi. Namun, dia menghargai jika ada pihak lain seperti Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum memberikan masukan pencabutan gelar akademik bagi koruptor. "Jadi, silakan memberikan masukan dan kami sudah menerima hal itu, tetapi biarkan nanti institusi yang memiliki kewenangan yang memutuskannya," tandasnya.

Saat ini pun, lanjutnya, Majelis Guru Besar atau asosiasi apa pun bisa memberikan masukan kepada perguruan tinggi dalam memberikan gelar guru besar. Namun, perguruan tinggi memiliki seleksi sendiri untuk mempertimbangkan berbagai masukan. Pertimbangan dalam pemberian gelar pun tidak sesederhana yang dibayangkan. Sangat komprehensif termasuk ada tim penilaian angka kredit dan sebagainya untuk melakukan screening tersebut.

Meski Dimyati mengatakan keputusan pencabutan gelar diserahkan ke masing-masing institusi, dia tidak mengecilkan rekomendasi dari guru besar itu. Dia mengapresiasi terlebih sudah banyak rekomendasi dari majelis guru besar terkait pengembangan pendidikan tinggi. "Jadi, kita berterima kasih atas masukan-masukan itu, siapa pun itu, termasuk guru besar, tapi biarkan institusi yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan langkah apa yang akan ditempuh sesuai dengan rekomendasi yang disampaikan. Ada kriteria mencabut gelar, tapi itu kembali institusi yang memberikan," ucapnya.

Sebelumnya Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum sepakat mencabut gelar akademik bagi koruptor. Hal ini menjadi komitmen bersama dalam Pertemuan MDGB PTN-BH se-Indonesia di Aula Gedung Pascasarjana Lantai 2, Kampus Universitas Hasanuddin Tamalanrea, Makassar, Senin (30/4/2018).

Ketua Dewan Guru Besar (DGB) IPB Yusram Massijaya mengatakan, pencabutan gelar atau ijazah para koruptor bisa dilakukan oleh rektor atau pihak universitas yang mengeluarkan ijazah. Dia mengakui pencabutan gelar atau ijazah tentu sangat disayangkan karena telah diberikan kepada alumni, tetapi harus ditarik kembali. Namun, itu bisa menjadi efek jera untuk mencegah maraknya praktik korupsi. "Majelis Dewan Guru Besar tidak mencabut, tapi bisa merekomendasikan dan yang mengeksekusi hal itu adalah rektor," tandasnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7289 seconds (0.1#10.140)