Pembentukan Satgas Tenaga Kerja Asing Di-deadline Tiga Bulan

Rabu, 02 Mei 2018 - 17:21 WIB
Pembentukan Satgas Tenaga Kerja Asing Di-deadline Tiga Bulan
Pembentukan Satgas Tenaga Kerja Asing Di-deadline Tiga Bulan
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan batas waktu (deadline) tiga bulan kepada pemerintah untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Tenaga Kerja Asing (TKA). Jika pembentukan Satgas TKA melebihi waktu yang telah ditetapkan, DPR akan menggunakan haknya membentuk panitia khusus (pansus) atau hak pengawasan lain.

Kesepakatan pembentukan Satgas TKA ini merupakan rekomendasi Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR bersama Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Kamis (26/4/2018). Satgas TKA ini diproyeksikan untuk mengawasi arus keluar-masuk hingga kualifikasi tenaga dari negara lain yang bekerja di Tanah Air.

"Perpres 20 (Peraturan Presiden Nomor 20/2018) ini kan baru. Rekomendasi panja kami dulu adalah pemerintah harus memiliki satgas pengawasan TKA, terutama yang ilegal. Itu belum dilakukan. Oke, kami memberi waktu tiga bulan kepada pemerintah untuk melaksanakan rekomendasi kami. Dan, kemudian menyusun peraturan turunan yang tidak bertentangan dengan undang-undang," kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/5/2018).

Dede menjelaskan, jika dalam waktu tiga bulan ternyata pemerintah tidak berhasil melaksanakan sejumlah rekomendasi panja dan raker, tentu Komisi IX DPR akan meningkatkan Panja TKS ini menjadi tingkatan yang lebih lanjut seperti pansus, pansus angket, atau hak yang lain. "Posisi kita adalah itikad baik, pemerintah kita hargai, tapi jangan melanggar undang-undang," tegasnya.

Terkait tuntutan buruh di Hari Buruh Internasional, Dede mengaku telah menjalin komunikasi dengan kalangan buruh dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, tuntutan buruh masih serupa dari tahun ke tahun, yakni merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 tentang Pengupahan dan Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Outsourcing (UU Ketenagakerjaan), serta tambahan Perpres 20/2018 tentang Penggunaan TKA.

"Prinsip dasarnya adalah di Komisi IX pun sedang memperjuangkan, bagaimana hak-hak buruh itu tidak terambil. Karena itu, revisi UU itu menjadi agenda kita, sudah pasti menjadi agenda. Ini masalah timeline aja," jelasnya.

Menurut Dede, Panja Komisi IX juga sebelumnya pernah memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk merevisi PP 78 itu. Selain itu, panja meminta kepada pemerintah untuk mengubah substansinya dan dikembalikan ke UU Ketenagakerjaan. "Rekomendasi panja kami juga sudah meminta pemerintah mengubah substansi PP 78 itu dikembalikan kepada undang-undang, yaitu ada namanya dialog bipatrit. Itu inti utamanya," ucapnya.

Adapun sikap Fraksi Demokrat atas usulan pembentukan Pansus Angket TKA, Dede mengatakan, karena saat ini DPR memasuki masa reses, dirinya tidak bisa berbicara atas nama Fraksi Demokrat karena harus ada rapat fraksi sebelumnya. Dia juga tidak bisa mengatasnamakan Komisi IX karena Komisi IX sudah memberikan rekomendasi dalam raker sebelumnya.

"Kita beri waktu tiga bulan untuk peraturan turunannya, permennya (peraturan pemerintah) harus tidak boleh melanggar undang-undang. Dan, Satgas itu harus dibentuk, kita juga bikin timwas (tim pengawas)," tandasnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PAN sekaligus Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, PAN memahami masih banyak tuntutan dan persoalan buruh yang belum bisa dituntaskan. Karena itu, sangat wajar jika setiap tahun tuntutan dan aspirasi para buruh disuarakan dan pemerintah tentu tidak bisa mengabaikan tuntutan dan aspirasi tersebut.

"PAN meminta agar kesejahteraan buruh selalu diperhatikan, terutama menyangkut kontrak kerja, upah minum, tunjangan, libur, cuti, dan hak-hak lain yang selama ini dituntut," kata Saleh di Kantor DPP PAN, Jakarta, Selasa (1/5/2018).

Kemudian, lanjutnya, PAN meminta pemerintah segera merealisasikan janji untuk menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan yang dijanjikan. Jika sudah dilaksanakan, PAN meminta data resmi dari ketersediaan lapangan pekerjaan tersebut. PAN melihat tingkat pengangguran masih sangat luas dan tidak hanya dirasakan golongan menengah ke bawah, tetapi juga golongan masyarakat berpendidikan.

PAN juga mendorong agar pemerintah membuka secara transparan isi memorandum of understanding (MoU) antara Indonesia dan China yang dilaksanakan di Great Hall of the People oleh para pejabat Indonesia dan China awal periode pemerintahan sekarang ini. Ada dugaan bahwa MoU tersebut ditindaklanjuti dengan pelaksanaan turnkey project di mana proyek-proyek China di Indonesia mengharuskan tenaga kerjanya didatangkan dari China.

"Ini perlu dibuka secara transparan karena hal ini juga terkait dengan perdebatan mengenai keberadaan TKA yang belakangan semakin meresahkan. Karena itu, PAN meminta agar turnkey project yang melibatkan investasi China di Indonesia dan investasi asing pada umumnya ditinjau kembali karena dinilai tidak menguntungkan Indonesia," tegasnya.

Lebih dari itu, Saleh menambahkan, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat diminta untuk bersama-sama memperhatikan dampak negatif dari mudahnya orang asing masuk Indonesia. Sejumlah dampak tersebut di antaranya banyak pelanggaran keimigrasian, banyak TKA ilegal, peningkatan peredaran narkotika, dan tingginya tingkat kriminal dalam bentuk penipuan, dan lain-lain. "Dalam konteks perjuangan peningkatan kualitas kesejahteraan buruh, PAN selalu bersedia di garis terdepan untuk menyuarakan, memperjuangkan, dan bekerja bersama dengan seluruh elemen masyarakat," pungkasnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8069 seconds (0.1#10.140)