Agama dan Budaya Tak Bisa Dipisahkan dalam Sejarah Islam di Indonesia

Minggu, 15 April 2018 - 15:28 WIB
Agama dan Budaya Tak Bisa Dipisahkan dalam Sejarah Islam di Indonesia
Agama dan Budaya Tak Bisa Dipisahkan dalam Sejarah Islam di Indonesia
A A A
JAKARTA - Agama dan budaya yang ada di Indonesia jika dilihat dari konteks Islam yang berkembang dan hidup di nusantara ini dinilai telah menjadi hubungan simbiosis.

Agama membutuhkan alat ataupun metode untuk disampaikan kepada masyarakat. Agar orang paham terhadap agama maka dibutuhkan metode ataupun alat supaya agama itu bisa dipahami orang.

“Dalam konteks kenusantaraan yang ada di Indonesia, budaya, tradisi dan seni itu menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama,” ujar budayawan, Ngatawi Al-Zastrow atau biasa disapa Sastro, di Jakarta, Jumat 13 April 2018.

Dia menjelaskan, beberapa hal yang perlu dicatat mengapa di nusantara ini agama dan budaya atau budaya dan tradisi menjadi alat atau metode dalam penyampaian agama.

“Pertama, supaya agama lebih mudah dipahami. Karena kalau pesan-pesan agama disampaikan dengan cara-cara Timur Tengah tentunya akan ada kesenjangan budaya. Sehingga akan kesulitan untuk memahami dan menerima pesan-pesan agama itu kalau metode Arab itu yang dipakai,” tuturnya.

Oleh karena itu, kata dia, sejak zaman Walisongo digunakan metode atau tradisi nilai-nilai kultur orang lokal nusantara ini sebagai alat untuk menyampaikan.

Menurut dia, itu terbukti ampuh. Alhasil dalam waktu kurang dari 50 tahun, Wali Songo mampu mengislamkan masyarakat nusantara dari yang semula 90% Hindu-Budha berbalik menjadi 90% Islam.

“Padahal selama delapan abad Islam sendiri tidak berkembang di bumi nusantara ini. Kalau data sejarah menunjukkan abad ke-8 Sebelum Masehi (SM), Islam sudah masuk di bumi nusantara Indonesia ini melalui berbagai pintu, baik dari pintu Aceh, pintu Jawa dan pintu macam-macam,” tuturnya.

Tapi pada kenyataaanya, menurut dia, Islam baru berkembang pada abad ke-15 di zaman Majapahit yang artinya ada masa kevakuman dari abad ke-8 sampai abad 15 SM. Ketika itu Islam di nusantara ini belum bisa diterima oleh bangsa nusantara.

Kevakuman itulah yang kemudian dikoreksi oleh para wali dan ternyata ada kesalahan dalam menyampaikan pesan. “Akhirnya disampaikan dengan bahasa, cara, budaya, tradisi yang berkembang di masyarakat, baru Islam itu bisa masuk. Dengan cara yang disampaikan para Wali itulah akhirnya melahirkan tembang, gending, syair, babat, serat, sastra dan sebagainya itu. Sehingga dengan kebudayaan ini lebih mudah diterima,” kata mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU ini

Kedua, kata Sastro ini, digunakannya kebudayaan sebagai metode atau alat dalam menyampaikan ajaran Islam dikarenakan dengan kebudayaan ini wajah Islam menjadi menyenangkan dan kompatibel dengan tradisi lokal yang berkembang di masyarakat.

“Sebab ada kesenjangan budaya kesannya kalau kita langsung pakai cara-cara metode Arab itu orang menjadi defence culture. Kesenjangan kultural ini lah yang menyebabkan akhirnya ada defence culture. Nah untuk mengatasi adanya defence culture itu maka inilah kebudayaan yang menjadi Wasilah,” ujarnya.

Dengan cara-cara ini, menurut dia, Islam menjadi lebih kreatif. Meski ajaranya tidak diubah, tetapi ekspresinya menjadi lebih bisa beragam dan menunjukkan Islam itu kebenarannya akan tetap abadi di setiuap tempat dan waktu.

“Karena budaya-budaya yang ada di masing-masing tempat itu bisa menerima dengan baik dan bisa ekspresikan Islam dengan gayanya masing-masing dari segi kultural tanpa harus merubah ajaran-ajaran yang sudah baku. Inilah yang perlu dipahami masyarakat pemeluk agama Islam,” tuturnya.

Dengan Islam yang seperti ini, lanjut dia, orang menjadi tidak mudah marah. Kalau Islam ini sedikit sedikit marah, ditunjukkan dengan emosi ataupun kemarahan-kemarahan, akhirnya orang menjadi berfikir mengapa ajaran Islam ini ajarannya marah-marah.

“Kita juga perlu marah tapi harus pada tempatnya. Kalau kita marah dan mengatasnamakan marah itu pada hal-hal yang sifatnya membesar-besarkan masalah, maka orang jadi mikir seperti masalah sedikit dibesar-besarkan yang akhirnya sama saja dengan mengkerdilkan Islam itu sendiri,” ujarnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.1874 seconds (0.1#10.140)