TNI AU Harus Bangun Sistem Udara Modern

Senin, 09 April 2018 - 12:49 WIB
TNI AU Harus Bangun Sistem Udara Modern
TNI AU Harus Bangun Sistem Udara Modern
A A A
JAKARTA - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, pidato Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Yuyu Sutisna yang menyebut pensiunan TNI AU mendapat rumah pribadi tentu harus disyukuri.

"Hal lain interoperabilitas harus didukung baik dalam politik anggaran maupun implementasinya. TNI netral dalam pemilu juga suatu keniscayaan," katanya Senin (9/4/2018).

Menurut Nuning, jika TNI AU konsisten dengan konsep Network Centric Operation maka langkah awal adalah mulai menggeser kekuatan tempur utama TNI AU di wilayah perbatasan mengingat jarak jelajah pesawat TNI AU sangat ditentukan dari mana pangkalan awalnya untuk airborne

"Jadi sesuai visi Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, maka TNI AU dapat mengajukan konsep menjaga kedaulatan seluruh perairan dan daratan Indonesia selama 24 jam berdasarkan UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi menjadi UU No 17 Tahun 1985.

Mantan anggota Komisi l DPR ini menambahkan, TNI AU dapat mengajukan konsep kedaulatan di udara sampai dengan batas ketinggian yang diatur menurut hukum internasional dan nasional hingga ruang angkasa.

Menurut dia, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah dinamika konflik Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan, di mana dua negara yang menjadi aktor utama yaitu Korea Utara dan Cina telah mengembangkan rudal nuklir jarak jauh.

"TNI AU harus mengembangkan konsep Sistem Pertahanan Udara yang modern dan canggih melindungi keselamatan NKRI dengan menyiapkan sistem deteksi dini dan sistem interceptor. Perlu dikaji kedua sistem tersebut untuk mampu menangkis datangnya rudal nuklir tersebut di luar ZEE," katanya.

Dari faktor di atas, kata dia, sangat penting bagi TNI AU memodifikasi Minimum Essential Force (MEF) seperti penambahan radar Ground Control Interceptor (GCI) dan radar Early Warning (EW) di seluruh Indonesia terutama bagian timur Indonesia.
Kemudian, menambah skuadron udara tempur agar mampu melaksanakan patroli udara rutin selama 24 jam, minimal frekuensi terbang malam sama dengan terbang siang.

"Jadi operational requirement dan technical specification kedua jenis radar tersebut tidak hanya untuk dog fight di udara antara pesawat TNI AU melawan pesawat musuh tapi juga harus mampu dog fight pesawat TNI AU menangkis rudal nuklir," ujarnya.

Oleh sebab itu, penting pesawat-pesawat tempur TNI AU dipersenjatai rudal anti rudal jarak jangkau minimal 25 Nm (48 km). Untuk personel, sambung Nuning, yang harus ditingkatkan kapasitasnya adalah mengirim para perwira muda TNI AU menjadi Master dan Doktor ilmu ruang angkasa (space science) di luar negeri.

"Tidak hanya sampai perbatasan. Harus bisa ke laut internasional karena doktrin pertahanan Indonesia adalah defense active. Jadi penting menekankan peningkatan kadar intelektual perwira TNI AU," ucapnya.

Nuning menambahkan, pergeseran Lanud meliputi pembangunan landasan pacu baru berikut ground facilities dan kedua jenis radar GCI dan EW. Setelah tahapan tersebut baru digeser skuadron pesawat tempurnya.

"Yang patut dilakukan adalah melakukan simulasi skema penganggaran MEF dengan merubah sasaran prioritas dan efisiensi anggaran rutin operasional," katanya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6069 seconds (0.1#10.140)