Peran Ulama Sangat Dibutuhkan sebagai Pilar Pemersatu Bangsa

Rabu, 21 Maret 2018 - 15:16 WIB
Peran Ulama Sangat Dibutuhkan sebagai Pilar Pemersatu Bangsa
Peran Ulama Sangat Dibutuhkan sebagai Pilar Pemersatu Bangsa
A A A
JAKARTA - Persatuan adalah ajaran agama Islam yang wajib disampaikan para ulama di Indonesia. Baik di era penjajahan, kemerdekaan, dan milenial sekarang ini, persatuan terus digaungkan para ulama demi untuk mengusir berbagai paham jahat dan kekerasan yang ingin merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Persatuan dalam konsepsi para ulama merupakan perintah Allah dalam Alquran 'wala tafarroqu' yang artinya jangan terpecah belah. Bersatu adalah rahmat, bercerai-berai adalah azab. Ini adalah landasan keagamaan para ulama. Jadi, persatuan adalah ajaran agama Islam yang harus disampaikan oleh para ulama kepada umatnya,” tutur Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Dr Marsudi Syuhud di Jakarta, Selasa 20 Maret 2018.

Dalam konteks kekinian, kata alumni Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadiin Jember ini, peran ulama sangat dibutuhkan sebagai pilar pemersatu bangsa.

Menurut dia, ulama yang bisa menjaga NKRI adalah ulama-ulama yang selalu dalam hati dan perilakunya mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Dia mengungkapkan, saat ini peran ulama sangat dibutuhkan oleh bangsa ini untuk kembali menyatukan dan merajut persatuan mencengah potensi perpecahan bangsa.

Apalagi, lanjut dia, akhir-akhir ini atau menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak banyak sekali gangguan yang merongrong persatuan dan kebinekaan Indonesia. Contohnya adalah munculnya bibit-bibit perpecahan dan kekerasan terutama yang mengatasnamakan agama yang bertujuan menghancurkan keutuhan NKRI.

Kiai Syuhud mencontohkan banyak negara yang hancur karena perpecahan masyarakat yang tidak bisa dibendung lagi.

“Banyak negara terpecah belah seperti Afghanistan sudah ratusan tahun terjadi perang saudara. Padahal mayoritas penduduk di sana beragama Islam. Perang di Afghanistan belum selesai, sudah pindah ke Irak. Kemudian Irak belum selesai perangnya sudah pindah ke Libya, dan terakhir di Suriah,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, Indonesia sudah lama memiliki potensi perpecahan seperti itu. Tapi berkat jasa para pahlawan dan ulama, berbagai serangan dan gangguan berhasil dihalau dari tanah Indonesia.

Yang pasti, kata Kiai Syuhud, peran ulama dalam mendirikan dan menjaga NKRI ini sangat besar. Fakta ini tidak boleh dilupakan oleh generasi saat ini.

Sebelum Indonesia terbentuk, kata Syuhud, ulama di Nusantara telah memiliki mimpi sangat besar untuk mendirikan sebuah bangsa yang besar.

Untuk mewujudkan impian itu, lanjut dia, para ulama mengumpulkan umat dan membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan sebelum republik ini terbentuk seperti Nahdatul Wathan, NU, Persis, PUI, Muhammadiyah dan masih banyak lagi organisasi-organisasi Islam lainnya.

Dia memaparkan, organisasi keagamaan tidak hanya memiliki misi keagamaan, tetapi berhasil menanamkan rasa nasionalisme kepada umatnya untuk bermimpi memiliki sebuah bangsa.

“Nahdatul Wathan sendiri merupakan organisasi yang pertama didirikan di negara ini yang memiliki makna kebangkitan tanah dan air. Tujuannya bagaimana agar kita memiliki negara dan bangsa, maka kiai NU ketika itu bermusyawarah keliling ke seluruh," tuturnya.

Dalam proses detik-detik pendirian negara ini, kata dia, ada dua momen penting yang tidak boleh dilupakan. Pertama, proses diskusi antara ulama dan para pendiri bangsa lainnya dalam BPUPKI untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara sampai terbentuknya ideologi bangsa, Pancasila sebagai landasan dasar negara Republik Indonesia.

Dia menjelaskan, ideologi bangsa ini merupakan salah satu sumbangsih ulama untuk bangsa ini yang wajib dijaga.

Momen kedua, menurut dia, pada saat penentuan siapa yang akan memimpin bangsa ini. Kebetulan di negeri ini ada dua orang yang menonjol yaitu Soekarno dan Hatta.

Akhirnya, sambung dia, disepakati dua pemimpin dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden.

“Dari kedua pemimpin tersebut mereka memiliki latar belakang yang berbeda, Soekarno adalah orang yang berjiwa nasionalis sedangkan Hatta adalah orang yang sangat agamis. Karena itu ulama-ulama meyakini negara ini akan menjadi kuat dengan adanya pemimpin yang bisa saling melengkapi satu sama lain,” tutur Syuhud.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7917 seconds (0.1#10.140)