Catatan Penting Komnas HAM soal Penerapan PSBB di Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan beberapa catatan mengenai pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta.
Dari pantauan lembaga tersebut, beberapa masalah ditemukan, antara lain, perbedaan kebijakan mengenai aturan boleh dan tidaknya ojek online (ojol) membawa penumpang dan banyak masyarakat yang tidak menerima bantuan sosial (bansos).
“Ada kebijakan yang membingungkan. Permenkes dan Pergub melarang, sedangkan, Permenhub membolehkan ojol untuk mengangkut penumpang. Walau sekarang berita terakhirnya, gubernur melarang ojol membawa penumpang,” tutur Staf Tim Pengkajian dan Peneliti Komnas HAM Brian Azeri, Selasa (14/04/2020), di Jakarta.
Untungnya, kata dia, para aplikator penyedia jasa transportasi daring sudah meniadakan fitur layanan pengangkutan penumpang. “Harus ada konsolidasi kebijakan antara pusat dan pemerintah daerah (pemda) dalam penerapan PSBB ini,” katanya dalam video conference.
Sementara itu, anggota tim pengkajian Komnas HAM lainnya, Okta Rina Fitri menyoroti penumpukan penumpang pada moda transportasi kereta listrik (KRL) commuter line. Ini disebabkan adanya pembatasan kapasitas dan jadwal perjalanan.
“Banyak penumpang mengeluhkan jam operasional yang hanya sampai pukul 6 sore. Sementara para pekerja ada yang pulang melebihi waktu itu. Saat ini ada pelaku usaha yang meminta karyawannya tetap masuk. Ini perlu sanksi tegas,” tuturnya.( )
Okta juga mengungkapkan masalah dalam pembagian bansos untuk 2,6 juta warga DKI Jakarta. Bansos ini ada yang disalurkan pemerintah provinsi DKI Jakarta dan kementerian sosial (Kemensos). Untuk yang DKI akan disalurkan secara terjadwal dari 9-24 April. Sedangkan, Kemensos itu akan disalurkan selama tiga bulan.
“Ada ketidaksinkronan data penerima sehingga ada masyarakat yang belum mendapatkan bansos. Terlebih lagi bagi warga yang tidak ber-KTP DKI Jakarta. Penting pendataan yang lebih baik agar bantuan tepat sasaran,”tuturnya.
Dari pantauan lembaga tersebut, beberapa masalah ditemukan, antara lain, perbedaan kebijakan mengenai aturan boleh dan tidaknya ojek online (ojol) membawa penumpang dan banyak masyarakat yang tidak menerima bantuan sosial (bansos).
“Ada kebijakan yang membingungkan. Permenkes dan Pergub melarang, sedangkan, Permenhub membolehkan ojol untuk mengangkut penumpang. Walau sekarang berita terakhirnya, gubernur melarang ojol membawa penumpang,” tutur Staf Tim Pengkajian dan Peneliti Komnas HAM Brian Azeri, Selasa (14/04/2020), di Jakarta.
Untungnya, kata dia, para aplikator penyedia jasa transportasi daring sudah meniadakan fitur layanan pengangkutan penumpang. “Harus ada konsolidasi kebijakan antara pusat dan pemerintah daerah (pemda) dalam penerapan PSBB ini,” katanya dalam video conference.
Sementara itu, anggota tim pengkajian Komnas HAM lainnya, Okta Rina Fitri menyoroti penumpukan penumpang pada moda transportasi kereta listrik (KRL) commuter line. Ini disebabkan adanya pembatasan kapasitas dan jadwal perjalanan.
“Banyak penumpang mengeluhkan jam operasional yang hanya sampai pukul 6 sore. Sementara para pekerja ada yang pulang melebihi waktu itu. Saat ini ada pelaku usaha yang meminta karyawannya tetap masuk. Ini perlu sanksi tegas,” tuturnya.( )
Okta juga mengungkapkan masalah dalam pembagian bansos untuk 2,6 juta warga DKI Jakarta. Bansos ini ada yang disalurkan pemerintah provinsi DKI Jakarta dan kementerian sosial (Kemensos). Untuk yang DKI akan disalurkan secara terjadwal dari 9-24 April. Sedangkan, Kemensos itu akan disalurkan selama tiga bulan.
“Ada ketidaksinkronan data penerima sehingga ada masyarakat yang belum mendapatkan bansos. Terlebih lagi bagi warga yang tidak ber-KTP DKI Jakarta. Penting pendataan yang lebih baik agar bantuan tepat sasaran,”tuturnya.
(dam)