Pemberian Cuti Sebulan PNS Tidak Boleh Sembarangan

Kamis, 15 Maret 2018 - 08:07 WIB
Pemberian Cuti Sebulan PNS Tidak Boleh Sembarangan
Pemberian Cuti Sebulan PNS Tidak Boleh Sembarangan
A A A
JAKARTA - Pemerintah memastikan pemberian cuti melahirkan bagi suami yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) tidak akan sembarangan.

Pasalnya PNS yang bersangkutan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur menegaskan bahwa pemberian cuti melahirkan bagi suami berstatus PNS tidak sertamerta langsung diberikan satu bulan cuti, tapi disertai dengan syarat seperti di atur dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Dalam Peraturan BKN Nomor 24/2017 tentang Tata Cara Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil di jelaskan bahwa pemberian cuti karena alasan penting terdiri atas 15 poin. Pada poin 3 berbunyi PNS laki-laki yang istrinya melahirkan/operasi caesar dapat diberikan cuti karena alasan penting dengan melampirkan surat keterangan rawat inap dari Unit Pelayanan Kesehatan.

“Itulah yang diatur dalam Peraturan BKN terkait syaratnya. Dibolehkan si pria tadi cuti, tapi ada syarat kalau istrinya yang melahirkan itu dirawat di rumah sakit, kalau tidak dirawat ya tidak,” ujar dia di Kantor Wakil Presiden di Jakarta kemarin.

Politikus PAN tersebut mengatakan Peraturan BKN itu merupakan aturan teknis dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2017 tentang Manajemen PNS. Di dalam PP itu diatur tentang tata cara pengambilan cuti secara umum. “Teknisnya berapa hari segala macamnya itu diatur dalam Peraturan BKN,” ujar dia.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Herman Suryatman mengatakan, cuti bagi PNS laki-laki yang mendampingi istrinya melahirkan bukanlah cuti tersendiri. Dia mengatakan hal tersebut merupakan salah satu jenis cuti, yakni cuti karena alasan penting.

“Cuti tersebut bukanlah cuti tersendiri semata-mata karena istri melahirkan. Akan tetapi cuti karena alasan pen ting yang dapat diambil untuk mendampingi istri apabila proses kelahirannya betul-betul membutuhkan pendampingan seperti operasi caesar atau membutuhkan perawatan khusus,” jelasnya.

Berdasarkan PP Nomor 11/ 2017 Pasal 310, terdapat tujuh jenis cuti untuk PNS. Diantaranya cuti tahunan, cuti besar, cuti sakit, cuti melahirkan, cuti karena alasan penting, cuti bersama, dan cuti di luar tanggungan negara.

Herman juga membantah bahwa cuti akan langsung diberikan selama satu bulan.

Adapun lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti. “Pengertian satu bulan itu merupakan waktu paling lama. Tidak selalu satu bulan, tetapi bisa kurang, disesuaikan dengan kondisi objektif dan alasan yang akuntabel,” ujarnya.

Apalagi dengan perkembangan teknologi kedokteran belakangan ini yang memungkinkan orang yang melahirkan dengan operasi caesar bisa sembuh dalam waktu yang lebih cepat. Jadi cuti sampai satu bulan itu hanya untuk kasus-kasus tertentu saja yang memang betul-betul membutuhkan pendampingan suami.

Pengamat kebijakan publik Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Nur Sadik menuturkan, setiap kebijakan baru yang akan diterapkan oleh pemerintah seharusnya dipertimbangkan secara matang. Setiap putusan, menurut dia, harus tetap melihat kepentingan banyak orang daripada mengutamakan urusan personal.

“Kalau tiga hari atau maksimal seminggu masih wajarlah. Tapi kalau sebulan bisa memengaruhi pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan prima di pe merintahan sulit tercapai,” tegas Nur Sadik kepada KORAN SINDO kemarin.

Menurut dia, seharusnya setiap kebijakan yang dirumuskan dan diputuskan pemerintah harus lahir dari mindset bahwa kepentingan rakyat di atas segalanya. Bukan malah mengesampingkannya dan mendahulukan kepentingan kelompok, apalagi pribadi.

Seharusnya, lanjut Nur Sadikin, pemerintah bisa mempertimbangkan efektivitas pelayanan pemerintah atas terbitnya kebijakan ini. Dia khawatir, pemerintah belum siap jika ini serta-merta diterapkan karena urusannya berkenan dengan pelayanan.

“PNS atau aparatur sipil negara (ASN) punya tugas pelayanan kepada masyarakat. Ini harus diberikan secara prima dalam artian mudah dan cepat. Takutnya nanti adanya cuti buat suami (PNS) yang begitu lama bisa memengaruhi layanan prima kepada masyarakat,” ujar dia.

Apalagi sebelum terbitnya kebijakan itu selama ini masyarakat merasa pelayanan pemerintahan belum maksimal.

Masyarakat, menurut Nur Sadikin, selama ini merasa kinerja pelayanan pemerintah masih kurang. Misalnya saja dia contohkan saat pelayanan perizinan hingga pengurusan KTP.

“Nah, tiba-tiba muncul (kebijakan) ini, tentu berdampak lebih lagi, gitu, ya. Kalau memungkinkan, ya, ditinjau ulanglah dalam hal jumlah harinya itu. Kalau tiga hari atau seminggu masih bisa diterimalah,” imbuhnya.

Sebelumnya ketentuan cuti untuk laki-laki PNS beristri selama sebulan untuk mendam pingi istrinya saat masa melahirkan diatur dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 24/2017 tentang Tata Cara Pemberian Cuti PNS.

Utamanya pada huruf E poin 3: PNS laki-laki yang istrinya melahirkan melalui operasi caesar mendapatkan cuti karena alasan penting dengan melampirkan surat keterangan rawat inap.

Daerah Mendukung
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mendukung cuti PNS pria sebulan untuk mendampingi istrinya melahirkan. Dia bahkan mengaku sudah menjanjikan program tersebut dan menjadikannya sebagai rencana kerjanya.

“Kebetulan sekarang cantolan dari pemerintah pusatnya sudah terbit, jadi kita sudah keluarkan pergubnya,” kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta kemarin.

Pemprov Jawa Barat juga menyambut baik kebijakan tersebut. Namun dia memberi catatan jangan sampai cuti sebulan ternyata disalahgunakan. Dalam pandangannya, kebijakan ini akan memberikan efek psikologis yang baik bagi suami, istri, dan buah hatinya.

“Jika diterapkan, ya, harus benar-benar untuk mendampingi istri,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Iwa Karniwa di Bandung kemarin. Menurut Iwa, selama ini PNS tidak diatur untuk mengambil cuti atas alasan penting (CAP) dalam jangka waktu yang panjang itu saat istri melahirkan.

Pendampingan hanya dilakukan saat istri akan melahirkan. Namun, setelah melahirkan, peran suaminya digantikan oleh kerabat. “Selama ini memang belum diatur, setelah melahirkan suami tetap kerja,” katanya. Diakui Iwa, cuti selama satu bulan bagi PNS secara lahiriah memang agak mengganggu pekerjaan.

Namun, secara teknis, hal tersebut bisa diatasi dengan mengalihkan pekerjaan kepada staf yang posisinya lebih tinggi. “Akan ada jalan keluar, tapi sekali lagi cuti ini harus dimanfaatkan benar untuk mendampingi istri dan bayinya,” tegas Iwa.

Senada, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulawesi Selatan Ashari F Radjamilo menyambut baik pemberian cuti bagi PNS pria untuk mendampingi istrinya saat melahirkan. Ia menganggap kebijakan ini tidak bermaksud untuk menurunkan produktivitas pegawai.

“Saya berpikir, sepanjang tidak merugikan ASN yang bersangkutan, apa salahnya? Malah lebih bagus,” kata Ashari saat dimintai konfirmasi via selulernya. Namun ia tetap berharap, pemberian izin cuti ini harus dengan alasan yang jelas.

Harus sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada. Pimpinan, lanjutnya, juga harus mempertimbangkan kondisi pengerjaan di kantor pemerintahan. “Tetap harus ada kejelasan izin. Ini hal baik karena mungkin ini usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai. Tapi saya sampaikan ki’, kan bukan ji dia yang melahirkan,” sebutnya. (Dita Angga/Syachrul Arsyad/Agung Bakti Sarasa)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8010 seconds (0.1#10.140)