UN Berbasis Komputer Diikuti 6,2 Juta Siswa

Rabu, 14 Maret 2018 - 11:16 WIB
UN Berbasis Komputer Diikuti 6,2 Juta Siswa
UN Berbasis Komputer Diikuti 6,2 Juta Siswa
A A A
JAKARTA - Peserta Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun ini mencapai 6,2 juta siswa atau meningkat 166% dibandingkan 2017. Sedangkan peserta Ujian Nasional Kertas Pencil (UNKP) hanya 1,8 juta siswa. Ujian Nasional 2018 diikuti total 8,1 juta peserta didik dengan 96.000 satuan pendidikan. Jumlah peserta terbagi atas 6.293.552 siswa (78%) siap mengikuti UNBK, dan 1.810.087 siswa (22%) bakal mengikuti UNKP.

Dilihat dari jumlah, 78% siswa yang mengikuti UNBK ini sangat signifikan jumlahnya dibandingkan tahun lalu. “Tahun sebelumnya yang mengikuti UNBK hanya mencapai 3,7 juta peserta. Kemendikbud sangat mengapresiasi peran pemerintah daerah dalam UN tahun ini,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno saat konferensi pers UN 2018 di kantor Kemendikbud, Jakarta, kemarin.

Kenaikan signifikan peserta UNBK tahun ini salah satunya karena sekolah bisa berbagi pakai komputer yang di milikinya untuk siswa dari sekolah lain. Hal ini bisa dilaksanakan karena tanggal pelaksanaan UN di jenjang SMP, SMA, dan SMK dibuat berbeda sehingga perangkat komputer bisa di optimalkan untuk seluruh siswa.

Pelaksanaan UN tahun ini lebih rileks karena UN tidak lagi men jadi syarat kelulusan. Menurut Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi, UNBK mampu meningkatkan indeks integritas sekolah. Tapi di sisi lain, ada tantangan yang dihadapi yakni naiknya indeks integritas harus diikuti oleh naiknya prestasi akademik.

“Ini tantangan bersama. Salah satu cara untuk meningkatkan ialah dengan asesmen pada penilaian tingkat kelas dan satuan pendidikan,” katanya. Oleh karena itu, sejak tahun lalu ada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dengan harapan meningkatkan kemampuan guru menyusun soal.

“Karena selama ini guru cenderung menanyakan soal apa yang sudah diajarkan,” katanya. Bambang menjelaskan, UN tahun ini ada soal isian singkat pada pelajaran Matematika di tingkat SMA. Selain itu, Sertifikat Hasil UN (SHUN) kini memakai digital signature dan bukan tanda tangan basah.

Selain itu, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga bisa dipakai untuk membiayai proktor (pengawas) ujian di satuan pendidikan. Dia menjelaskan, meningkatnya peserta UNBK selain untuk menggelorakan semangat kejujuran, juga untuk menjawab tantangan lain yakni prestasi belajar.

Selain itu, UNBK juga mampu menjawab efektivitas baik dari segi waktu maupun pelaksanaan dibanding kan UNKP. “UN solusi untuk (pelaksanaan) ujian masif, kondisi Indonesia yang heterogen dan kepulauan yang bergam,” jelasnya.

Provinsi yang siap menyelenggarakan 100% UNBK pada jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK), yaitu Aceh, Bangka Belitung, Banten, Beng kulu, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Gorontalo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah.

Pada jenjang sekolah menengah atas (SMA), provinsi yang siap menyelenggarakan 100% UNBK di antaranya Aceh, Banten, Bangka Belitung, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Sementara provinsi yang siap menyelenggarakan 100% UNBK pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), di antaranya DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. “Tantangan kita berikutnya adalah meningkatkan prestasi dan capaian dalam UN. Untuk itu perlu ada perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran,” ungkapnya.

Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Najeela Shihab menyarankan fungsi UN perlu ditinjau secara keseluruhan. Pasalnya, kenyataannya saat ini sudah tidak digunakan lagi untuk seleksi masuk perguruan tinggi. Sehingga fungsi yang tersisa hanyalah untuk masuk jenjang SMP dan SMA.

Namun, fungsi ini pun perlu dilihat kaitannya dengan zonasi sekolah dan juga proses penerimaan siswa baru lainnya. Najeela menjelaskan, fungsi UN untuk perbaikan pendidikan daerah berkait dengan penggunaan data hasil UN juga tidak jelas implementasinya.

Misalnya apakah daerah akan mendapat atau mengalokasikan anggar an lebih untuk pengembangan kompetensi guru atau pembelian bahan ajar yang dibutuhkan sesuai dengan hasil ujian. “Ini juga dalam praktiknya kita belum menemukan perencanaan dan politik anggaran seperti ini,” terangnya.

Sementara di sisi lain, fungsi UN di level sekolah, siswa dan guru pun belum optimal untuk menentukan rencana aksi yang berkait dengan belajar-mengajar anak. Menurut Najeela, yang terpenting sekarang adalah meninjau ulang roadmap kebijakan pendidikan nasional yang berkait dengan asesmen dan perbaikan kualitas.

"Jangan sampai yang muncul hanya ketakutan akan ujian atau penilaian, atau pekerjaan logistik dan penghamburan anggaran yang jangan-jangan tidak mendukung peningkatan kualitas pendidikan.

“Tugas Kemendikbud dan pemda bukan hanya dipenyelenggaraan ujian, melainkan juga justru mendukung kesiapan semua pihak di ekosistem pendidikan untuk sukses dalam melaksanakan pendidikan yang terbaik buat anak, sebelum dan sesudah ujian,” jelasnya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8504 seconds (0.1#10.140)