5,9 Juta Anak Pencandu Narkoba

Kamis, 08 Maret 2018 - 10:03 WIB
5,9 Juta Anak Pencandu Narkoba
5,9 Juta Anak Pencandu Narkoba
A A A
JAKARTA - Peredaran narkoba tidak hanya menyasar usia remaja atau orang dewasa. Para bandar juga membidik anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah sebagai target.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dari 87 juta populasi anak di Indonesia, 5,9 juta di antaranya menjadi pencandu narkoba. Celakanya, 1,6 juta anak dari jumlah tersebut menjadi pengedar.

Angka tersebut sangat memprihatinkan mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa. ”Dari 5,9 juta pencandu narkoba, 1,6 anak di antaranya jadi pengedar,” kata Komisioner Bidang Kesehatan KPAI Siti Hikmawaty kemarin.

Menurut Siti, KPAI telah menangani 2.218 kasus terkait masalah kesehatan dan napza yang menimpa anak-anak. Dari ribuan kasus tersebut, 15,69% di antaranya kasus anak pencandu narkoba dan 8,1% kasus anak sebagai pengedar narkoba.

”Kami melihat tren ini akan terus naik dengan tingkat eskalasi baik itu modus maupun pola penyebaran akan meningkat,” ujarnya.

Siti mengatakan, anak-anak tersebut jadi pencandu dan mendapatkan narkoba dari orang terdekat dan teman sebayanya. Modus yang sering digunakan dalam memakai narkoba adalah mengerjakan tugas sekolah atau belajar bersama.

Barang haram tersebut dimasukkan dalam makanan dan minuman. Hal itulah yang membuat anak-anak lain merasakan efek kecanduan. ”Celakanya, kondisi tersebut tidak disadari oleh orang tuanya bahkan diri mereka sendiri,” terangnya.

Siti mengatakan, KPAI bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Pengawas Obat-Obatan dan Makanan (BPOM) gencar mengingatkan para orang tua untuk mengawasi anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas dan narkoba.

”Berdasarkan pernyataan BNN, jaringan narkoba di Indonesia akan terus mengalami regenerasi pangsa pasar dan sasarannya sampai tingkat terendah, yaitu anak-anak usia sembilan tahun,” tandasnya.

KPAI, kata dia, menganggap masih banyak hal yang harus dibenahi dan harus diselesaikan khususnya masalah hukum dan pelaksanaan eksekusi serta pencegahan. ”Ada yang belum selesai dan harus kita perjuangkan,” jelasnya.

Deputi Pencegahan BNN Irjen Pol Ali Johardi menyebutkan, awal Maret 2018 sudah ditemukan lagi tiga narkoba jenis baru, melalui minuman, permen, dan modus operandi lainnya.

Penyebaran narkoba jenis baru ini menyasar kalangan anak-anak melalui pergaulan di sekolah serta sarana media sosial dan internet.

”Pengedar, sindikat akan terus mencari modus operandi baru. Setiap bulan muncul narkoba jenis baru, melalui minuman, permen, dan modus operandi lainnya. Faktor pergaulan di luar rumah menjadi penyebaran narkoba di kalangan anak dan pengaruh IT, penyebaran jadi semakin cepat,” ungkap jenderal bintang dua ini.

Kasuditwas Produk Tembakau BPOM Moriana Hutabarat menambahkan, pihaknya terus melakukan pengawasan dan pengujian terhadap makanan dan minuman yang dicurigai berbahaya, khususnya yang mengandung narkoba, di sekolah-sekolah.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau agar anak-anak tidak mengonsumsi makanan dan minuman pemberian orang yang tidak dikenal. ”Kita uji selama ini negatif, tapi individual ada. Apa yang mereka dapat? permen, minuman dimasukkan. Antisipasi agar anak-anak tidak menerima makanan, minuman dari orang asing. BPOM sejak 2012 sudah bekerja sama pengawasan jajanan anak sekolah dari bahan berbahaya. Tidak menutup kemungkinan adanya bahan lain,” kata Moriana.

Peran Pemerintah dan Guru
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai penyalahgunaan narkoba dengan sasaran pelajar sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi, modusnya memasukkan barang haram tersebut ke dalam makanan dan minuman. Ini artinya, sindikat jaringan narkoba semakin hebat membentuk wujud narkoba. ”Para sindikat ini semakin canggih, mereka terus bergerak meracuni generasi anak bangsa,” katanya.

Menurut Neta, polisi termasuk pemerintah harus giat melakukan sosialisasi bahaya dan macam-macam narkoba ke sekolah. Guru juga harus bisa menjelaskan kepada orang tua tentang bahaya dan jenis narkoba. ”Harus sinergi jangan hanya polisi, orang tua juga harus rajin memantau perilaku dan pergerakan anak-anak mereka,” tandasnya.

Neta menilai pemerintah juga masih belum menegakan hukum terhadap bandar dan pengedar narkoba. Presiden, kata dia, harus mendesak seluruh jajaran pemerintah melakukan pagar betis, mulai RT, RW, sampai Bea Cukai, bahkan kalau ada aparat yang mainmain harus di hukum mati. ”Bandar yang sudah vonis mati harus segera dieksekusi,” tambahnya.

Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso sebelumnya mengatakan bahwa peredaran narkoba sudah mencapai titik parah. Saat ini pengedar menyasar anak TK, SD, dan SMP sebagai pasarnya. ”Ekstasi sudah dibungkus seperti permen.

Dicampur dengan makanan dan minum jajanan SD. Para penjahat narkoba ini menyiapkan anak kecil untuk pasar berikutnya. Jahat sekali,” tegasnya.

Saking berangnya, pria yang akrab disapa Buwas ini menginginkan aturan tembakan peringatan kepada produsen dan pengedar narkoba. Selain itu, dia menginginkan adanya taman makam khusus untuk pengedar dan produsen narkoba. ”Harusnya kita adakan taman makam bandar (narkoba). Tidak usah pakai nama, untuk pengingat masyarakat bahwa kita menindak tegas,” terangnya.

Buwas mengatakan saat ini ada 72 jaringan internasional yang aktif bersaing menjual narkoba di Indonesia. Alasannya, di Indonesia pasar potensial dan semua kalangan bisa dijadikan pasar.

”Narkotika naik harga tidak ada yang ribut. Sekitar 10% regenerasi pangsa pasar mereka adalah anak-anak SD dan TK. Anak-anak ini kan nanti akan besar. Nilai satu gram sabu lebih mahal dari emas. Satu gram satu juta. Sabu lebih laku dibanding emas. Itu kehebatan narkoba. Ini harus jadi perhatian semuanya,” tegasnya. (Okezone/ M Yamin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4869 seconds (0.1#10.140)