Presiden Minta Izin Pekerja Asing Dipermudah, Ini Penjelasannya

Rabu, 07 Maret 2018 - 13:30 WIB
Presiden Minta Izin Pekerja Asing Dipermudah, Ini Penjelasannya
Presiden Minta Izin Pekerja Asing Dipermudah, Ini Penjelasannya
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta proses perizinan penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dipermudah. Hal ini diungkapkan Presiden saat membuka rapat terbatas terkait penataan TKA di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/3/2018). Menurut Kepala Negara, dia sering menerima keluhan bahwa proses perizinan penggunaan TKA masih berbelit-belit. "Pertama saya minta agar proses perizinannya tidak berbelit-belit. Ini penting sekali karena keluhan-keluhan yang saya terima perizinannya berbelit-belit," ujarnya.

Presiden Jokowi menjelaskan, adanya investasi akan diikuti dengan masuknya TKA. Karena itu, ujarnya, tenaga kerja asing dengan kualifikasi tertentu masih dibutuhkan dalam proses investasi. "Agar bisa memastikan kepentingan nasional kita, baik kepentingan meningkatkan daya tarik investasi maupun kepentingan terserapnya tenaga kerja kita di dalam negeri, maka diperlukan penataan terhadap masuknya tenaga kerja asing," ungkapnya.

Karena itu, Presiden meminta agar prosedur perizinan lebih sederhana dan tidak rumit. Hal itu berlaku dalam pengajuan rencana pengajuan tenaga kerja asing (RPTKA), izin penempatan tenaga asing (IPTA), maupun visa tinggal terbatas dan izin tinggal terbatas (VITAS). "Saya minta untuk dijalankan lebih cepat dengan berbasis online dan dilakukan secara terintegrasi, terpadu antara Kementerian Tenaga Kerja dan Imigrasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM," paparnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga meminta agar pengendalian dan pengawasan yang dilakukan secara terpadu. Jokowi mendapati masing-masing instansi berjalan sendiri-sendiri dalam melakukan pengawasan dan pengendalian. "Jangan berjalan sendiri-sendiri. Akan tetapi betul-betul terkoordinasi," desaknya.

Jokowi juga mengaku menerima laporan dari beberapa pengguna TKA terkait proses pengendalian dan pengawasan. Menurut dia, para pengguna TKA merasa terganggu dan tidak nyaman dengan pengawasan yang terpisah-pisah. "Mereka merasa ada sweeping dan yang kita lihat Kementerian Tenaga Kerja jalan sendiri, Imigrasi jalan sendiri, instansi yang lain juga melakukan pengawasan sendiri-sendiri. Ini yang harus betul-betul kita konsolidasikan, kita koordinasikan, sehingga tidak lagi terjadi hal seperti yang tadi saya sampaikan," katanya.

Presiden Minta Izin Pekerja Asing Dipermudah, Ini Penjelasannya


Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan, kemudahan-kemudahan dalam memberikan izin penggunaan TKA hanya diperuntukkan bagi yang memenuhi kualifikasi. Artinya, pemerintah tetap tegas bahwa yang tidak memenuhi kualifikasi tetap dilarang masuk seperti TKA untuk pekerjaan kasar. "Kalau yang boleh masuk ya digampangin dong, wong pada dasarnya boleh masuk. Dia punya hak masuk. Kalau yang pada dasarnya tidak boleh ya tidak boleh. Jangan sampai misalnya terbalik-balik, yang boleh malah jadi ruwet perizinannya," jamin Hanif.

Untuk kemudahan tersebut salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah melakukan deregulasi. Hanif memastikan aturan yang mempersulit akan diubah untuk memastikan proses penggunaan TKA lebih mudah. "Misalnya di sektor migas, TKA yang boleh masuk, kalau saya dapat informasi dari Pak Thom Lembong, harus berumur di atas 35 tahun dan tidak boleh melebihi usia 55 tahun. Coba nalarnya di mana? Sementara yang di bawah 35 tahun yang jagoan banyak. Yang di atas 55 tahun berpengalaman kan banyak. Nah ambil contohnya itu," paparnya.

Hanif menjelaskan, perizinan di Kementerian Tenaga Kerja sejauh ini tidak ada masalah. Bahkan, berkaitan dengan proses izin penggunaan TKA sudah dapat dilakukan secara online. "Anda bisa daftar TKA online sambil berdiri. Buka TKA-online.kemenaker.com. Tinggal kasih password, tinggal upload syarat. Di Kemenaker tidak ada masalah. Yang kita persoalkan ada di kementerian sektoral," ujarnya.

Terkait pengendalian dan pengawasan yang tidak sinergis, Hanif menjawab, dari hasil rapat koordinasi rencananya akan dibuat surat edaran bersama seluruh kementerian. Surat edaran tersebut untuk menyamakan persepsi terkait penegakan hukum terkait TKA. "Kalau semua sama, misalnya kalau sudah oke untuk masuk semuanya harus memandang oke. Jangan sampai satunya oke, tapi lainnya malah menangkap. Ini baik pengawas tenaga kerja, imigrasi, kepolisian, atau pemda," ungkapnya.

Menurut Hanif, berdasarkan data 2017, setidaknya 126.000 TKA di Indonesia. TKA tersebut berasal dari Tiongkok, Jepang, Singapura, Malaysia, Amerika, dan Eropa.

Presiden Minta Izin Pekerja Asing Dipermudah, Ini Penjelasannya


Sementara itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati saat mengambil kebijakan memudahkan TKA masuk ke Indonesia, terutama di sektor minyak dan gas bumi. Apalagi, sebelumnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 31/2013 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Pengembangan Tenaga Kerja Indonesia pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi sudah dicabut.

"Pencabutan regulasi itu dikabarkan untuk mendorong agar investasi sektor minyak dan gas bumi masuk ke Indonesia, namun juga harus diwaspadai kuli asing yang ikut masuk. Jangan sampai TKA itu berkeliaran di Tanah Air, bahkan menggantikan tenaga kerja Indonesia yang memiliki kompetensi di bidang itu," tekannya.

Menurut dia, pemerintah harus memprioritaskan tenaga kerja lokal dan memastikan kompetensi tenaga kerja lokal terserap secara maksimal di sektor minyak dan gas bumi. TKA yang masuk pun diharapkan melakukan knowledge transfer kepada para pekerja Indonesia sehingga kompetensi pekerja lokal meningkat.

"Mungkin ada kompetensi di sektor minyak dan gas bumi yang belum dimiliki oleh pekerja Indonesia. Hadirnya TKA itu seharusnya dapat memberikan knowledge transfer ke pekerja kita. Dengan begitu, kompetensi pekerja kita juga akan meningkat," ujarnya. Dia meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan terhadap TKA yang masuk dan memastikan dokumen yang digunakan pun resmi.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.1480 seconds (0.1#10.140)