HS Dillon Anggap Pasal Penghinaan Presiden Tak Cocok di Era Demokrasi
A
A
A
JAKARTA - Pasal penghinaan presiden dianggap tidak cocok lagi di dalam negara demokrasi. Maka itu, masuknya pasal penghinaan presiden ke dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terus dikritik.
"Dalam demokrasi ini tidak bisa lagi pakai sistem kolonial," ujar Tokoh Hak Asasi Manusia (HAM) Harbrinderjit Singh (HS) Dillon kepada SINDOnews, Selasa (20/2/2018).
Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan pasal sejenis dalam KUHP yang sekarang inskonstitusional melalui putusan MK nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Maka itu, pasal penghinaan presiden itu dianggapnya tidak perlu lagi dihidupkan. Menurut dia, upaya menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden itu sama saja menakut-nakuti rakyat.
"Tidak perlu ditakut-takutin rakyat," tutur tokoh Sikh ini.
Dillon menambahkan, setiap pejabat seharusnya berusaha dicintai rakyat. "Bukan ditakut-takutin, itu kerja pemerintahan kolonial," pungkas mantan Utusan Khusus Presiden bidang Penanggulangan Kemiskinan periode 2011-2014 ini.
"Dalam demokrasi ini tidak bisa lagi pakai sistem kolonial," ujar Tokoh Hak Asasi Manusia (HAM) Harbrinderjit Singh (HS) Dillon kepada SINDOnews, Selasa (20/2/2018).
Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan pasal sejenis dalam KUHP yang sekarang inskonstitusional melalui putusan MK nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Maka itu, pasal penghinaan presiden itu dianggapnya tidak perlu lagi dihidupkan. Menurut dia, upaya menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden itu sama saja menakut-nakuti rakyat.
"Tidak perlu ditakut-takutin rakyat," tutur tokoh Sikh ini.
Dillon menambahkan, setiap pejabat seharusnya berusaha dicintai rakyat. "Bukan ditakut-takutin, itu kerja pemerintahan kolonial," pungkas mantan Utusan Khusus Presiden bidang Penanggulangan Kemiskinan periode 2011-2014 ini.
(kri)