Indikator Politik Beri Tiga Catatan Pelaksanaan Pilkada 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hasil survei Indikator Politik menyebutkan mayoritas publik atau 63,1% menilai Pilkada Serentak 2020 ini sebaiknya ditunda pelaksanaannya terkait situasi wabah yang melanda. Sementara itu ada 34,3% yang setuju apabila Pilkada tetap digelar pada 9 Desember nanti.
Data tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi saat menjadi narasumber dalam Webinar Nasional Keempat Taruna Merah Putih (TMP) dengan tema “Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19”, Minggu malam (9/8/2020).
Selain Burhanuddin, hadir sebagai narasumber Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian , Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Tulang Bawang Winarti. Acara ini dipandu langsung Ketua Umum DPP TMP Maruarar Sirait dan dibuka Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. (Baca juga: Besok, PDIP Umumkan Paslon Kepala Daerah Gelombang III)
Burhanuddin mengatakan, survei ini dilakukan pada Juli ketika kurva penyebaran virus meningkat. Burhanuddin pun memberikan penjelasan bahwa pilkada bisa tetap dijalankan dengan sejumlah catatan.
Pertama, pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu harus memberikan sinyal positif bahwa kekhawatiran penyelanggaraan pilkada di tengah pandemi bisa diminimalisasi dan dimitigasi dengan cara penerapan protokol kesehaan secara ketat. (Baca juga: Mirip di Pengadilan, Cara DKPP Bersidang Dikritik)
Kedua, harus diterapkan secara disiplin dan tegas pengenaan sanksi sebagaimana inpres. "Ketiga, pelaksanaan pilkada harus adaptif dengan kondisi pandemi. Perlu ada penyesuaian terhadap entah itu kampanye sampai dengan proses pemungutan suara," kata Burhan.
Burhanuddin pun memberikan catatan bahwa situasi Covid-19 ini tidak boleh menguntungkan calon petahana atau incumbent. Sebab, bisa saja bantuan Covid-19 dimanfaatkan oleh calon petahana untuk menarik dukungan. Karena itu, semua tahapan pilkada tidak boleh menguntungkan pihak incumbent.
"Ini penting, sebab kalau incumbent diuntungkan karena eksposur lebih kuat, misalnya bantuan atau mitigasi dari pemerintah yang terlalu menempatkan incumbent sebagai ujung tombak dan di mana mereka bisa memanfaatkan bantuan untuk kepentingan elektoral," jelasnya.
Dengan demikian, Burhanuddin berharap agar penyelenggara dan pengawas pemilu harus bertindak lebih tegas. Jika ada petahana yang memanfaatkan situasi itu, menurut Burhanuddin penyelenggara harus memberikan sanksi yang tegas. "Maka KPU, Bawaslu, termasuk DKPP harus bertindak lebih tegas. Karena bagaimana pun situasi sekarang sudah menguntungkan incumbent," ujar Buharnuddin.
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa Pilkada Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19 merupakan momentum bagi penguatan mekanisme kelembagaan di dalam menyiapkan seorang pemimpin. Pilkada juga berfungsi sebagai pendidikan politik dan kaderisasi kepemipinan.
PDI Perjuangan sendiri, lanjutnya, terus menerus menjalankan kaderisasi partai dan memperkuat mekanisme kelembagaan demokrasi melalui proses penjaringan dan penyaringan calon dari bawah. Kemudian PDI Perjuangan juga melakukan pemetaan politik, survei, dan pertimbangan politik idoelogis strategis.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa skenario pilkada tetap dilaksanakan pada Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19, bukan pada 2021. Sebab, tidak ada jaminan juga bahwa pandemi Corona akan selesai pada 2021. Di saat yang sama, tata pemerintahan harus terus berjalan.
Tito menjelaskan bahwa adaptasi kebiasaan baru (AKB) harus berjalan di semua sektor kehidupan, termasuk di bidang politik. Apalagi ada contoh dari sejumlah negara yang sukses melaksanakan pilkada di tengah pandemi. Pilkada tahun ini pun merupakan momentum untuk menekan kurva positif rate dan penyebaran. Pilkada juga bisa menyelamatkan ekonomi.
"Dan lebih-lebih, pilkada di masa pandemi ini dapat melahirkan pemimpin yang kuat, tangguh, dan bisa memberikan solusi di tengah krisis. Karena pemimpin yang kuat adalah pemimpin yang bukan lahir di masa damai, di masa aman. Lahir di masa krisis, dia lah seorang pemimpin yang kuat," tegas Tito.
Data tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi saat menjadi narasumber dalam Webinar Nasional Keempat Taruna Merah Putih (TMP) dengan tema “Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19”, Minggu malam (9/8/2020).
Selain Burhanuddin, hadir sebagai narasumber Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian , Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Tulang Bawang Winarti. Acara ini dipandu langsung Ketua Umum DPP TMP Maruarar Sirait dan dibuka Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. (Baca juga: Besok, PDIP Umumkan Paslon Kepala Daerah Gelombang III)
Burhanuddin mengatakan, survei ini dilakukan pada Juli ketika kurva penyebaran virus meningkat. Burhanuddin pun memberikan penjelasan bahwa pilkada bisa tetap dijalankan dengan sejumlah catatan.
Pertama, pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu harus memberikan sinyal positif bahwa kekhawatiran penyelanggaraan pilkada di tengah pandemi bisa diminimalisasi dan dimitigasi dengan cara penerapan protokol kesehaan secara ketat. (Baca juga: Mirip di Pengadilan, Cara DKPP Bersidang Dikritik)
Kedua, harus diterapkan secara disiplin dan tegas pengenaan sanksi sebagaimana inpres. "Ketiga, pelaksanaan pilkada harus adaptif dengan kondisi pandemi. Perlu ada penyesuaian terhadap entah itu kampanye sampai dengan proses pemungutan suara," kata Burhan.
Burhanuddin pun memberikan catatan bahwa situasi Covid-19 ini tidak boleh menguntungkan calon petahana atau incumbent. Sebab, bisa saja bantuan Covid-19 dimanfaatkan oleh calon petahana untuk menarik dukungan. Karena itu, semua tahapan pilkada tidak boleh menguntungkan pihak incumbent.
"Ini penting, sebab kalau incumbent diuntungkan karena eksposur lebih kuat, misalnya bantuan atau mitigasi dari pemerintah yang terlalu menempatkan incumbent sebagai ujung tombak dan di mana mereka bisa memanfaatkan bantuan untuk kepentingan elektoral," jelasnya.
Dengan demikian, Burhanuddin berharap agar penyelenggara dan pengawas pemilu harus bertindak lebih tegas. Jika ada petahana yang memanfaatkan situasi itu, menurut Burhanuddin penyelenggara harus memberikan sanksi yang tegas. "Maka KPU, Bawaslu, termasuk DKPP harus bertindak lebih tegas. Karena bagaimana pun situasi sekarang sudah menguntungkan incumbent," ujar Buharnuddin.
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa Pilkada Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19 merupakan momentum bagi penguatan mekanisme kelembagaan di dalam menyiapkan seorang pemimpin. Pilkada juga berfungsi sebagai pendidikan politik dan kaderisasi kepemipinan.
PDI Perjuangan sendiri, lanjutnya, terus menerus menjalankan kaderisasi partai dan memperkuat mekanisme kelembagaan demokrasi melalui proses penjaringan dan penyaringan calon dari bawah. Kemudian PDI Perjuangan juga melakukan pemetaan politik, survei, dan pertimbangan politik idoelogis strategis.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa skenario pilkada tetap dilaksanakan pada Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19, bukan pada 2021. Sebab, tidak ada jaminan juga bahwa pandemi Corona akan selesai pada 2021. Di saat yang sama, tata pemerintahan harus terus berjalan.
Tito menjelaskan bahwa adaptasi kebiasaan baru (AKB) harus berjalan di semua sektor kehidupan, termasuk di bidang politik. Apalagi ada contoh dari sejumlah negara yang sukses melaksanakan pilkada di tengah pandemi. Pilkada tahun ini pun merupakan momentum untuk menekan kurva positif rate dan penyebaran. Pilkada juga bisa menyelamatkan ekonomi.
"Dan lebih-lebih, pilkada di masa pandemi ini dapat melahirkan pemimpin yang kuat, tangguh, dan bisa memberikan solusi di tengah krisis. Karena pemimpin yang kuat adalah pemimpin yang bukan lahir di masa damai, di masa aman. Lahir di masa krisis, dia lah seorang pemimpin yang kuat," tegas Tito.
(nbs)