Desakan Mundur Ketua MK Dinilai Ambil Alih Peran Dewan Etik

Senin, 12 Februari 2018 - 18:41 WIB
Desakan Mundur Ketua MK Dinilai Ambil Alih Peran Dewan Etik
Desakan Mundur Ketua MK Dinilai Ambil Alih Peran Dewan Etik
A A A
JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP PA GMNI) menyoroti berbagai pendapat yang mendesak Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Mahkamah Konstitusi (MK).

Melalui pernyataan resminya, DPP PA GMNI menyatakan dalam negara demokrasi, setiap warga negara memiliki hak mengeluarkan pikiran serta kebebasan menyatakan pendapat.

"Namun harus lah diingat bahwa menurut konstitusi Indonesia, yaitu UUD RI Tahun 1945 penggunaan hak tersebut harus lah tetap berdasarkan prinsip negara hukum," tulis Ketua DPP PA GMNI Muradi dan Sekretaris Jenderal Ugik Kurniadi dalam pernyataan sikap GMNI tanggal 11 Februari 2018.

DPP PA GMNI menjelaskan maksud berdasarkan prinsip negara hukum adalah penggunaan kebebasan menyatakan pendapat tersebut harus dihindarkan dari upaya pemaksaan kehendak dan menjatuhkan kehormatan dan martabat orang lain.

Apalagi, kata DPP PA GMNI, jika pemaksaan kehendak tersebut diduga punya motif kepentingan politik untuk menjadikan seseorang menjadi Ketua MK menggantikan Arief Hidayat.

"Dengan kata lain jika sesuai aturan hukum yang berlaku seseorang dijamin haknya untuk tetap dapat menduduki jabatan tertentu dalam rangka membangun masyarakat, bangsa dan negaranya, maka orang lain harus menghormati hak tersebut," kata Muradi.

Terkait pengawasan etik hakim konstitusi, lanjut dia, hukum positif Indonesia, yaitu UU Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Dewan Etik telah mengaturnya secara jelas.

Dia menegaskan hukum positif tersebut tidak mengatur konsekuensi diberikannya sanksi etik ringan teguran lisan/tulisan berujung pada pemberhentian atau pengunduran diri hakim MK. (Baca juga: Langgar Kode Etik, Ketua MK Dijatuhi Hukuman Teguran Lisan )

Menurut Muradi, persoalan etik yang menimpa Arief Hidayat sesungguhnya telah selesai diputuskan oleh Dewan Etik yang memiliki kewenangan menafsirkan ukuran hukuman dari pelanggaran hakim konstitusi.

"Tuntutan mengundurkan diri kepada Arief Hidayat merupakan suatu tindakan yang mencoba mengambil peran Dewan Etik dengan memperluas tafsiran hukuman etik seorang secara bebas," tandasnya.

DPP PA GMNI menilai sebagai badan peradilan yang menyelesaikan sengketa kepentingan maka putusan MK tentunya tidak akan dapat memuaskan semua pihak.

Atas berbagai perspektif kepentingan maka dikatakannya dapat muncul beragam pendapat baik yang mendukung ataupun tidak mendukung putusan MK.

"Namun dalam pandangan DPP PA GMNI keberadaan MK di bawah kepemimpinan Arief Hidayat telah berhasil menjadikan Mahkamah Konstitusi tidak sekedar sebagai pengawal konstitusi (The Guardian of the Constitution) melainkan juga telah menjadikan MK sebagai pengawal Pancasila (The Guardian of the Ideology)," tutur Muradi.

Menurut dia, selama kepemimpinan Arief Hidayat bersama dengan delapan orang hakim konstitusi lainnya telah banyak dihasillan putusan monumental dalam rangka menegakkan Pancasila seperti putusan yang mengakhiri diskriminasi penghayat kepercayaan, menghapus UU yang melegalkan privatisasi air, menguatkan kesetaraan gender dengan mengizinkan perempuan menjadi Sultan Yogyakarta.

DPP PA GMNI juga menyatakan MK di bawah kepemimpinan Arief juga memperkuyat agenda pemberantasan korupsi dengan dilahirkannya putusan MK seperti menguatkan kedudukan penyidik independen KPK,
"KPK bisa menetapkan tersangka lagi meskipun kalah di pra peradilan, menolak gugatan yang meminta dihapuskannya kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi," kata Muradi.

Menurut DPP PA GMNI, MK di bawah kepemimpinan Arief juga berhasil secara lancar dan sukses mengadili ratusan sengketa Pilkada serentak tahun 2015 dan 2017 di tengah keraguan publik terhadap MK pasca kasus suap sengketa pilkada yang menimpa Akil Mochtar .

"Di luar penanganan perkara, MK Indonesia di bawah kepemimpinan Arief Hidayat telah mendapat pengakuan di dunia internasional. Hal ini terbukti MK Indonesia terpilih selama dua periode berturut-turut untuk memimpin Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Instansi Sejenis se-Asia atau the Association of Asian Courts and Equivalent Institutions dari 2014-2017 dengan Arief Hidayat sebagai Presidennya," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9034 seconds (0.1#10.140)