Inovasi Butuh Sinergi Semua Lini

Senin, 10 Agustus 2020 - 06:11 WIB
loading...
Inovasi Butuh Sinergi Semua Lini
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Riset dan inovasi teknologi menuntut kolaborasi strategis antara pemerintah, perguruan tinggi, industri komunitas dan pihak terkait lain. Dengan sinergi efektif, akan tercipta inovasi yang lebih aplikatif dan menguatkan kemandirian bangsa.

Urgensi kolaborasi tersebut semakin tak bisa dikesampingkan saat Indonesia juga tengah menghadapi tantangan besar yakni wabah pandemi Covid-19. Di saat kontraksi dialami hampir semua lini kehidupan, sudah waktunya untuk menghilangkan ego sektoral apalagi membuat tindakan yang kontraproduktif. Aksi-aksi positif kolektif perlu terus dikembangkan demi menghasilkan inovasi atau produk yang lebih berdaya guna.

Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas) yang diperingati setiap 10 Agustus menjadi momentum yang tepat untuk menggugah kesadaran bersama seluruh elemen bangsa dalam rangka bangkit sekaligus bertindak taktis dalam menciptakan inovasi-inovasi yang bermakna tinggi. (Baca: AHY Posting Foto Bareng Prabowo, Netizen Sebut Pasangan Ideal 2024)

Upaya kolaborasi dalam pengembangan teknologi pun tak henti digaungkan oleh pemerintah. Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) misalnya tengah menjembatani riset dan inovasi teknologi di perguruan tinggi dengan kalangan industri. Fokusnya pada pengembangan teknologi tepat guna, seperti pertanian dan perikanan yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah akan mengoptimalkan kerja sama dalam bingkai triple helix. Pada posisi ini, pemerintah akan bertindak sebagai regulator dan fasilitator bagi perguruan tinggi atau akademisi dengan industri dalam riset dan pengembangan teknologi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dia mendorong para peneliti dalam melakukan riset dan inovasi harus melihat kebutuhan masyarakat Indonesia dan global.

Pemerintah akan mempertemukan para peneliti dan industri agar produk yang dihasilkan market friendly. Kedua belah pihak harus berkomunikasi agar mengetahui kebutuhan dan keinginan satu sama lain.

“Karena dia (peneliti) keasyikan dengan dunianya sendiri. Industri juga sama. Mereka sangat pragmatis. Di market ada kebutuhan ini sementara di dalam negeri tidak ada (produk), ya akhirnya impor. Ini terjadi kalau dua-duanya tidak saling berkomunikasi,” ujarnya.

Bambang pun mengklaim pola triple helix berjalan dengan baik dalam menciptakan inovasi produk untuk penanganan pandemi Covid-19. Perguruan tinggi dengan cepat merespons kebutuhan dunia kesehatan dengan menciptakan ventilator, mobile lab, dan alat rapid test. Namun mestinya kolaborasi ini tidak bisa selamanya mengandalkan momen bencana seperti ini.

Seperti di Korea Selatan, untuk memacu inovasi, pemerintah sedang mengkaji perlunya insentif bagi industri yang mau membiayai penelitian di perguruan tinggi. “Harapan kami segera keluar peraturan Kementerian Keuangan yang bisa menarik kegiatan swasta untuk melakukan R & D (research and development),” ujarnya.

Kalangan kampus pun merespons positif langkah pemerintah menjembatani pengembangan inovasi teknologi lewat strategi triple helix. Bahkan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), pola kolaborasi sudah tidak lagi triple helix, tapi quad helix. (Baca juga: Jet Tempur Patungan Indonesia-Korsel Akan Gunakan Radar Array)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2430 seconds (0.1#10.140)