Tanggapan atas Rencana Pungutan Zakat 2,5% Bagi PNS Muslim

Rabu, 07 Februari 2018 - 08:03 WIB
Tanggapan atas Rencana Pungutan Zakat 2,5% Bagi PNS Muslim
Tanggapan atas Rencana Pungutan Zakat 2,5% Bagi PNS Muslim
A A A
JAKARTA - Rencana pemerintah memotong secara otomatis gaji para pegawai negeri sipil (PNS) muslim untuk pembayaran zakat menuai kritik. Meski aturan dasar untuk pemotongan itu tengah disiapkan pemerintah, kebijakan tersebut dinilai tidak tepat.

Menurut Anggota DPR Khatibul Umam Wiranu, rencana pemerintah memungut zakat dengan cara memotong gaji PNS muslim sebesar 2,5% setiap bulan, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memiliki pijakan yuridis, filosofis dan sosiologis. Dari ketiga pijakan itu, rencana pemotongan gaji PNS untuk zakat sama sekali tidak memiliki landasan yuridis, filosofis maupun sosiologis.

Khatibul Umam menjelaskan, prinsip Indonesia sebagai negara hukum, norma agama tidak bisa dijadikan rujukan dalam bernegara selama belum menjadi hukum positif. Bahwa betul ada regulasi yang mengatur soal zakat seperti UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat serta berbagai aturan turunan lainnya.

“Namun, regulasi tersebut sama sekali tidak memberi kewenangan pemerintah untuk memotong gaji PNS untuk keperluan zakat,” jelas Anggota Komisi 8 DPR itu.

Kata dia, pengaturan soal tata cara penghitungan zakat mal telah diatur melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No 52 Tahun 2014. Pada Pasal 26 ayat (1) (2) PMA No 52 Tahyn 2014 disebutkan nisab zakat pendapatan senilai 653 Kg gabah atau 524 Kg beras. Ukuran zakat pendapatan dan jasa sebesar 2,5%. Namun, dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan pengaturan soal pemotongan gaji PNS untuk zakat pengasilan.

Masih menurut Khatibul Umam, zakat mal itu harus dihitung secara akumulatif per tahun yang disebut nisab. Pasal 2 huruf c PMA No 52 Tahun 2014 juga disebut syarat zakat mal yakni cukup nisab. Nisab itu dihitung mulai seorang mendapatkan harta (dalam hal PNS itu gaji), dimana pengangkatan seseorang menjadi PNS tidak bersamaan.

Dalam satu tahun seorang muslim punya penghasilan/harta berapa, adakah kewajiban membayar hutang berapa, dan kewajiban lainnya, baru bisa dihitung. “Bukan dihitung per bulan, dan menurut Imam Syafii RA nisab itu hitungannya harus sempurna satu tahun,” urai Anggota Dewan asal Jawa Tengah ini.

Dia menyarankan, pemerintah tidak perlu mengatur persoalan zakat penghasilan PNS muslim sebab tidak sah hukumnya Pemerintah menjadi amil zakat (pengumpul, pengelola & Petugas distribusi Zakat). Apalagi dengan menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan khusus.

“Lebih baik persoalan zakat profesi PNS diserahkan pada masing-masing individu yang telah memenuhi kriteria sesuai dengan syariat. Sebaiknya, pemerintah fokus saja melakukan reformasi birokrasi melalui perubahan mental PNS agar melayani rakyat dengan sebaik-baiknya, bukan membebani mereka,” pungkasnya.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4770 seconds (0.1#10.140)