Optimistis

Senin, 10 Agustus 2020 - 06:05 WIB
loading...
Optimistis
Prof Candra Fajri Ananda PhD
A A A
Prof Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia

PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia terus menunjukkan lesunya perekonomian, sejalan dengan perekonomian dunia yang terkontraksi cukup dalam. Sejak kemunculan pandemi Covid-19 awal 2020, perekonomian ekonomi Indonesia terimbasi sangat keras oleh pandemi Covid-19. Terjadi gangguan baik pada pasar output maupun pasar input, mengingat sebagian besar industri kita mengalami gangguan pasar tujuan ekspornya, termasuk juga bahan baku yang sebagian besar juga harus diimpor. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32% (year on year /yoy).

Pelemahan pertumbuhan ekonomi tersebut sebenarnya sudah diduga oleh pemerintah dengan mengupayakan akselerasi realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pemerintah mendeteksi bahwa penurunan yang cukup dalam tersebut karena perlambatan dari sisi belanja masyarakat, investasi, termasuk aktivitas perdagangan dalam dan luar negeri, yang perlu dikejar dalam minggu-minggu ini untuk capaian kuartal III/2020 yang lebih baik.

Kita saat ini benar-benar melihat bahwa pandemi Covid-19 telah menciptakan efek domino dari masalah sosial dan ekonomi, dan menghantam seluruh lapisan masyarakat mulai rumah tangga, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) hingga korporasi. Program PEN yang telah dirancang untuk meredam dampak yang semakin mendalam ini seharusnya menjadikan kita optimistis menghadapi ini semua, apalagi di tengah suasana politik dalam negeri yang kondusif.

Mendorong Daya Beli Masyarakat
Konsumsi rumah tangga merupakan kunci utama penggerak ekonomi dari sisi demand. Konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 57% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sehingga kemampuan konsumsi masyarakat menjadi sangat penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi.

Konsumsi perlu terus digerakkan setidaknya untuk menahan pendalaman perlambatan pertumbuhan. Stimulus pemerintah melalui program bantuan langsung tunai oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta desa, penyaluran kredit usaha rakyat maupun program bunga murah untuk UMKM, percepatan proyek infrastruktur, pencairan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS), hingga rencana program Bantuan Uang Tunai bagi pegawai swasta yang memiliki gaji di bawah Rp5 juta diharapkan dapat memberikan dorongan untuk memperkuat daya beli masyarakat.

Belanja pemerintah sejatinya dapat menopang pertumbuhan ekonomi, namun saat ini belum efektif. Data menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah pada kuartal II/2020 tumbuh negatif 6,90% (yoy). Menurut BPS, kontraksi konsumsi pemerintah disebabkan oleh penurunan realisasi belanja barang/jasa dan belanja pegawai.

Data BPS menunjukkan bahwa realisasi belanja barang/jasa turun 22,17% (yoy) dan belanja pegawai juga menurun 10,64% (yoy). Kontraksi belanja barang/jasa utamanya dipengaruhi oleh penundaan dan pembatalan kegiatan kementerian dan lembaga sejak pertengahan Maret 2020 akibat pandemi Covid-19.

Di sisi lain, realisasi belanja pegawai pada kuartal II/2020 yang turun disebabkan oleh adanya perubahan kebijakan pemberian tunjangan hari raya (THR) pada 2020 serta adanya pengurangan cakupan komponen THR, yakni tidak memasukkan komponen tunjangan kinerja. Begitu juga dengan kebijakan pemberian gaji ke-13 yang diundur ke Agustus 2020 turut mengurangi realisasi belanja pegawai.

Meski konsumsi pemerintah mengalami kontraksi akibat rendahnya realisasi belanja barang/jasa dan juga pegawai, data BPS menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah untuk bantuan sosial mengalami kenaikan 55,87% (yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19 pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan sosial, sehingga BPS mencatat bahwa konsumsi pemerintah pada kuartal II/2020 bila dibandingkan dengan kuartal I/2020 tercatat meningkat 22,32% (qtq) dan menjadi satu-satunya sektor yang tumbuh positif di tengah pandemi Covid-19.

Optimalisasi Belanja
Saat ini, di mana likuiditas di masyarakat agak terbatas, sangat mendesak untuk menambah likuiditas pada masyarakat, berupa cash transfer, tambahan gaji, maupun program bantuan pemerintah pusat dan pemda lainnya. Belanja pemerintah untuk mendukung dunia usaha, dari usaha mikro, kecil, dan menengah hingga korporasi besar, sekarang ini sedang dijalankan. Setelah cukup lama kita mencari pembiayaan yang paling murah, saat ini dana sudah tersedia dengan cukup dan saatnya mendorong seluruh program PEN berjalan sesuai dengan rencana.

Salah satu kebijakan yang terbaru adalah karyawan swasta bergaji di bawah Rp5 juta akan diberikan Rp600.000 per bulan selama empat bulan. Bantuan ini akan diberikan secara langsung melalui rekening masing-masing pekerja untuk mengurangi penyalahgunaan. Fokus bantuan ini adalah 13,8 juta pekerja non-PNS dan BUMN yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Upaya ini diberikan tentu tidak lain untuk mendorong konsumsi masyarakat terus meningkat dan menggerakkan ekonomi masyarakat.

Belanja lain yang perlu didorong saat ini adalah belanja yang dilakukan oleh rumah tangga, terutama dari masyarakat yang berpunya (the have) untuk terus membelanjakan dananya dalam bentuk hadiah, sumbangan, atau yang muslim, zakat, infak, sedekah, berusaha membeli produk yang dihasilkan tetangga sendiri. Hal ini selain mendorong belanja masyarakat meningkat, juga akan memunculkan rasa saling menolong di antara masyarakat yang tentu saja ini akan menjadi kekuatan pemulihan ekonomi yang sangat besar di periode berikutnya.

Jika dilihat dari wilayah, data BPS menunjukkan bahwa Pulau Jawa menjadi wilayah yang pertumbuhannya terkontraksi paling dalam akibat Covid-19, yakni 6,69%. Padahal, Pulau Jawa berkontribusi 58,55% terhadap PDB Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di hampir seluruh pulau Tanah Air negatif sepanjang April-Juni.

Sumatera terkontraksi 3,01%, Bali dan Nusa Tenggara 6,29%, Kalimantan 4,35%, serta Sulawesi 2,76%. Hanya Maluku dan Papua yang bisa tumbuh positif 2,37% pada kuartal II. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi kedua provinsi yang positif tersebut tidak mampu mendongkrak perekonomian nasional. Pasalnya, hanya Pulau Jawa dan Sumatera yang selama ini memiliki kontribusi besar terhadap PDB Indonesia.

Maka sangat penting bagi pemerintah daerah di wilayah Jawa untuk memperbaiki dan meningkatkan kue belanja APBD-nya, termasuk menyukseskan seluruh program PEN sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi termasuk menyongsong masuknya investasi asing maupun domestik yang dipastikan akan masuk Indonesia, mengingat beberapa pasar ekspor sudah membaik saat ini (seperti China maupun Timur Tengah).

Tantangan pandemi belum usai, namun ketahanan ekonomi nasional juga perlu dijaga. Masih ada peluang ekonomi tumbuh; meski dengan catatan, realisasi berbagai program dan belanja pemerintah dapat berjalan efektif. Pemerintah harus melakukan langkah extraordinary untuk mendorong ekonomi agar dapat bertahan di triwulan III dan IV tahun 2020. Kebersamaan seluruh komponen bangsa, keserasian langkah antarkementerian/lembaga, pemerintah pusat dan daerah, menjadi kunci keberhasilan program, yang lebih penting lagi agar Indonesia terhindar dari resesi. Semoga!
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0747 seconds (0.1#10.140)