Sukacita Masyarakat Dunia di Tengah Supermoon nan Indah

Kamis, 01 Februari 2018 - 11:45 WIB
Sukacita Masyarakat Dunia di Tengah Supermoon nan Indah
Sukacita Masyarakat Dunia di Tengah Supermoon nan Indah
A A A
JAKARTA - Masyarakat Indonesia dan dunia tadi malam menyaksikan fenomena yang sangat langka sekaligus begitu indah yakni gerhana bulan purnama berwarna kemerahan (superblue bloodmoon). Mereka berduyun-duyun ke lokasi strategis demi tak ingin melewatkan begitu saja peristiwa alam tak biasa ini.

Di Jakarta, sejak sore warga memadati sejumlah titik pemantauan seperti di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Kota Tua, Monumen Nasional (Monas), dan gedung-gedung tinggi di Ibu Kota. Mereka tampak sabar menanti detik demi detik perubahan warna bulan meski sebagian sempat kesulitan karena langit tertutup awan.

Sukacita Masyarakat Dunia di Tengah Supermoon nan Indah


Di Kawasan Kota Tua, Tamansari, Jakarta Barat, ketika tiba-tiba perlahan bulan muncul dengan warna kemerahan, sorak kegirangan warga pun menggema. Dalam hitungan menit, sejumlah warga kemudian mulai mengabadikan baik dengan kamera ponsel maupun kamera pribadinya. Ada layar besar berukuran 8 x 5 meter di tempat itu membuat warga tak repot untuk terus memandang terus-menerus ke atas.

Di kawasan ini, ujar Kepala UPK Kota Tua Jakarta Norviadi S Husodo, sekurangnya ada 1.000 orang yang sengaja datang untuk menyaksikan fenomena trilogi supermoon tersebut. Di berbagai kota lain seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Medan, ribuan masyarakat juga antusias mendatangi spot khusus untuk melihat supermoon.

Sukacita Masyarakat Dunia di Tengah Supermoon nan Indah

Selain menyaksikan fenomena ini, masyarakat Indonesia juga banyak yang menunaikan salat gerhana bulan tadi malam. Euforia menyaksikan gerhana bulan total tadi malam juga terjadi di Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya bersama jajarannya dan sejumlah tokoh seni budaya seperti Ayu Laksmi serta media melakukan nonton bareng. Arief juga sempat melakukan salat gerhana berjamaah.

Pada kesempatan tersebut, Arief mengungkapkan istilah baru yaitu destinasi waktu. Menurutnya, gerhana bulan total yang dilengkapi tiga fenomena sekaligus seperti ini bisa disebut sebagai destinasi waktu karena terjadi 152 tahun lalu dan baru akan terjadi 192 tahun lagi. "Enggak akan bisa manusia umumnya ketemu lagi fenomena ini. Fenomena alam ini bisa terjadi kapan saja dan bisa kita jadikan sebagai destinasi waktu," tuturnya.

Menyoal destinasi waktu, Arief mengharapkan dukungan lembaga terkait seperti Lapan untuk memberikan masukan dan informasi terkait kapan saja waktu akan terjadi fenomena langka seperti supermoon. Dengan begitu, fenomena alam ini juga bisa diciptakan menjadi produk wisata dan menggerakkan wisatawan.

Euforia juga terjadi di sejumlah negara di dunia. Di China ratusan orang memenuhi Beijing Planetarium untuk menyaksikan fenomena langka yang tidak terjadi sejak dinasti Qing lebih dari 150 tahun silam. Langit yang cerah di ibu kota China membuat antusias mewarga menikmati peristiwa langka itu dapat terpenuhi.

Negara-negara di Pacific Rim juga turut menikmati gerhana bulan total tersebut secara langsung. Para pengamat langit di penjuru barat Amerika Utara juga ikut bangun sebelum fajar pada Rabu (31/1) waktu lokal. Ratusan orang menikmati fenomena itu dari puncak pegunungan Los Angeles. Gerhana langka itu juga terlihat di bagian lain di Asia, termasuk Australia, Jepang, dan Asia Tenggara. NASA menyebut peristiwa itu sebagai lunar trifecta yang terakhir kali terjadi di belahan bumi barat pada 31 Maret 1866.

Sukacita Masyarakat Dunia di Tengah Supermoon nan Indah


Suasana di Hong Kong Space Museum juga meriah dengan gelaran bertajuk Malam Gerhana Bulan Total. Sayangnya, para pengunjung kecewa karena cuaca berawan di kota ini. Di Los Angeles sebanyak 1.000 hingga 2.000 orang datang ke Griffith Observatory di Mount Hollywood, tempat sejumlah teleskop telah dipasang untuk warga yang ingin menikmati pertunjukan langit tersebut.

"Griffith Observatory adalah semua tentang mengarahkan mata ke langit, dan ini satu kejadian yang dapat dipelajari di buku, tapi ini akan Anda lihat sendiri," kata Direktur Griffith Observatory Ed Krupp.

Momentum Introspeksi
Fenomena supermoon juga menjadi ajang introspeksi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini di antaranya diwujudkan dengan melaksanakan salat gerhana. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin misalnya, bersama ribuan umat Islam melaksanakan salat gerhana di Masjid Raya Hasyim Asyari di Daan Mogot, Jakarta Barat.

Hadir juga Menteri Sosial Idrus Mar ham, Rais 'Aam PBNU KH Ma'ruf Amin, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, Gubernur DKI Anies Baswedan, dan sejumlah menteri Kabinet Kerja serta tokoh nasional lain. Salat gerhana ini digelar bersamaan dengan peringatan Hari Lahir Ke-92 Nahdlatul Ulama (NU).

Sukacita Masyarakat Dunia di Tengah Supermoon nan Indah


Di Masjid Istiqlal Jakarta, khutbah salat gerhana disampaikan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar. Dia menyatakan bahwa kemunculan fenomena alam langka ini menjadi salah satu bukti kekuasaan Tuhan. Tidak ada kekuatan dari mana pun kecuali semua bergantung kepada Allah. Atas dasar itu, Nasaruddin juga meminta fenomena tak perlu ada penafsiran yang berlebihan. "Tidak ada yang perlu diinterpretasikan secara berlebihan, apalagi diinterpretasikan secara politis. Semua terjadi karena kehendak dan kekuasaan Allah SWT," kata dia.

Nasaruddin mengajak peristiwa sangat langka ini benarbenar menjadi momentum untuk introspeksi diri dan di manfaatkan untuk kebaikan umat. "Jika kita tidak belajar dari peristiwa yang langka ini, maka kita khawatir Allah akan memberikan pelajaran yang lain yang belum tentu sesuai dengan keinginan kita," ujar dia.

Menurut Nasaruddin, semua alam raya bergerak mengikuti aturan-Nya. Seperti bulan, bumi, dan matahari bergerak sesuai orbit. Demikian juga manusia sebagai makhluk paling sempurna sudah seharusnya merasa malu jika tak bergerak dalam orbit-Nya. "Kehidupan mikrokosmos yang konsisten seharusnya membuat kita malu. Kita sering fluktuatif, padahal kita adalah makhluk yang terbaik," pinta mantan wakil menteri agama ini.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9366 seconds (0.1#10.140)