Tahun 2017 Dinilai Jadi Momentum Kebangkitan Santri

Kamis, 28 Desember 2017 - 16:03 WIB
Tahun 2017 Dinilai Jadi Momentum Kebangkitan Santri
Tahun 2017 Dinilai Jadi Momentum Kebangkitan Santri
A A A
JAKARTA - Tahun 2017 dinilai merupakan momentum kebangkitan politik kaum santri. Ini antara lain ditandai dengan kecenderungan praktik partisipasi dan identitas politik kebangsaan yang diperankan kaum santri.

Hal itu terungkap dalam pemaparan refleksi akhir tahun 2017 yang digelar Islam Nusantara Center (INC), di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Direktur INC, A Ginanjar Sya’ban mengatakan, sejak dideklarasikan Hari Santri pada 2015, sepak terjang politik kaum santri bukan lagi menjadi wacana pinggiran, tapi sudah menjadi wacana arus utama populer di negeri ini. “Dari hari ke hari, tren bahasan politik santri ini bisa dibilang semakin meluas,” kata alumni al-Azhar, Kairo, Mesir ini.

Ginanjar menjelaskan membaca partisipasi politik kelas menengah santri setidaknya bisa dipahami dari dua sudut pandang, yaitu penggunaan instrumen teknologi digital dan jaringan komunitas sosial keagamaan.

Di sinilah, ungkap dia, praktik politik kelas menengah santri tidak lagi melulu dengan dunia pesantren yang berkutat pada kitab kuning atau musala, tapi kini praktik politiknya berkembang.

Dia menyebutkan misalnya dari mengaji atau dakwah daring (online). Ramadhan 2017, jagad media sosial dipenuhi mengaji daring oleh para santri. Dalam era teknologi seperti saat ini, pilihan menjaring aspirasi politik jalur kelas menengah santri melalui berbagai media berbasis teknologi tentu pilihan tepat dan cerdas.

Barangkali dalam konteks ini, kata dia, pada penutup 2017 tepatnya 5 November 2017 para santri menasbihkan seorang tokoh dari kalangan santri, yaitu A Muhaimin Iskandar sebagai Panglima Santri Nusantara, dengan harapan dapat mewujudkan aspirasi dan kepentingan dunia pesantren.

Penulis buku Masterpice Islam Nusantara Zainul Milal Bizawie mengatakan, dalam perkembangannya, lembaran sejarah telah mencatat kiprah politik santri yang awalnya terkesan lokal dan parsial, tapi ternyata selalu memiliki pengaruh signifikan terhadap iklim politik nasional.

Area politik santri yang selalu fenomenal ini, kata dia, antara lain terjadi di kantong santri yang tersebar di wilayah Indonesia, khususnya di Jawa, Nusa Tenggara Barat, Sumatra, dan Sulawesi. “Di sinilah dimensi artikulasi, partisipasi, dan peran politik kelas menengah santri, menjadi salah satu titik pusat perhatian,” tuturnya.

Menurut Zainul, meski dikenal sebagai negeri multikultural, Indonesia termasuk sebagai benteng peradaban santri. Bahkan, Indonesia merupakan salah satu pusat identitas politik Muslim di dunia.

Zainul memaparkan, berbagai masalah ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik bisa diminimalisasikan melalui berbagai koneksi jaringan komunitas pesantren, madrasah, dan keluarga. Dia menekankan relevansi makna politik kelas menengah santri dengan identitas politik nasional "Indonesia kerja bersama" di tahun-tahun ke depan.

Semua pihak tentu berharap, lanjut dia, agar peran dan kontribusi politik santri terus berjalan baik, beretika, dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Inilah saatnya, pemimpin dari kalangan santri melengkapi pemerintahan Jokowi ke depan,” ujar dia.

INC yang berdiri pada 2017, adalah lembaga kajian dan riset yang bertujuan untuk membangun pemahaman dan mempromosikan Islam dan kebangsaan dalam perspektif rahmatan lil alamin. Lembaga ini rutin menyelenggarkan diskusi rutin tentang turats ulama nusantara, khazanah tafsir nusantara, sufi nusantara, kajian Alquran di nusantara, Islam dan kebangsaan, diskusi, dan lain sebagainya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4154 seconds (0.1#10.140)