Ini Kata Mantan Ka BAIS Soal Pengadilan Umum bagi Prajurit TNI

Sabtu, 16 Desember 2017 - 21:09 WIB
Ini Kata Mantan Ka BAIS Soal Pengadilan Umum bagi Prajurit TNI
Ini Kata Mantan Ka BAIS Soal Pengadilan Umum bagi Prajurit TNI
A A A
JAKARTA - Beberapa hari yang lalu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan setuju bila kasus tindak pidana umum yang dilakukan oleh anggota TNI diselesaikan melalui peradilan umum.

Akan tetapi, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal TNI Sabrar Fadhilah membantah jika Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyetujui kasus pidana anggota TNI atau militer akan diadili di peradilan umum. "Tidak benar," kata Sabrar dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, (16/12/2017).

Apabila benar Panglima TNI tidak menyetujui kasus pidana umum yang dilakukan oleh anggota TNI diadili di peradilan umum maka hal itu merupakan bentuk "Pembangkangan" terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya pasal 65 ayat 2 yang berbunyi : Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang. 


”Jadi, sejak 2004, para pejabat TNI saat itu telah sepakat dan setuju bahwa tindak pidana umum yang dilakukan anggota TNI akan diadili di peradilan umum,” ujar Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto dalam keterangan persnya yang diterima Sindonews.com, Sabtu, (16/12/2017).

Pertanyaan selanjutnya, kata dia, kapan peradilan umum untuk anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum pidana umum itu dilaksanakan. Menurut dia, jawabannya ada pada pasal 74 ayat 1 UU Nomor 34 Tahun 2004 bahwa Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan. 


Artinya, anggota TNI yang melakukan Pelanggaran Hukum Pidana Umum akan diadili di peradilan umum, nanti setelah hal itu diatur dan diberlakukannya Undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru. Dengan perkataan lain, Pasal 74 ayat 2 merupakan jaminan bahwa Undang-undang Peradilan Militer yang baru akan mengatur proses hukum bagi anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum pidana umum.

Selama belum ada Undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru, maka anggota TNI yang melakukan Pelanggaran Hukum Pidana Umum masih tetap akan diadili di Peradilan Militer. Hal ini diatur dalam Pasal 74 ayat 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 bahwa selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. 


Undang-undang ini kenyataannya sudah kehilangan yurisdiksi sehingga harus segera dibuatkan baru. Hal itu terjadi karena dengan lahirnya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, maka telah lahir 3 lembaga baru, yaitu Polisi, TNI dan Kementerian Pertahanan (Kemhan), yang dulu ketiganya menjadi yurisdiksi dari UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Hal ini bisa dilihat pada bunyi pasal 5 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menyebutkan, peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.

Dengan bubarnya angkatan bersenjata seharusnya undang-undang ini dicabut, dan segera diganti yang baru. Bila masih berlaku, maka anggota polisi masih dapat diadili di Pengadilan Militer. Bila dibiarkan terus menerus, maka akan mengakibatkan kekacauan hukum.

Sebagai Panglima TNI yang baru, kata dia, sudah seharusnya beliau mewujudkan mimpi-mimpi dari para pendahulunya yaitu pengadilan umum bagi anggota TNI yang melanggar hukum Pidana Umum, seperti yang sudah diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

”Saya sangat yakin anggota TNI tidak akan takut berhadapan dengan pengadilan umum. Peluru pun diterjang, apalagi kalau cuma pengadilan umum. Saya pikir, begitulah kira-kira logika berpikir para senior saat itu ketika disepakati dan ditanda tanganinya Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI,” katanya.

Namun hampir 13 tahun sejak 2004 sampai sekarang UU Peradilan Militer yang baru belum jadi. ”Lagi pula, apa yang ditakutkan dengan pengadilan umum ? Kalau tidak mau diadili di pengadilan umum, ya jangan melanggar hukum pidana umum misalnya, jangan melakukan Korupsi,” ucapnya.

Untuk itu, Ponto mengaku salut dan hormat yang setinggi-tingginya kepada para senior yang telah berkomitmen membawa para pelanggar pidana umum ke penagadilan umum. ”Suatu koitmen yang harus didukung oleh para anggota TNI,” ujarnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3851 seconds (0.1#10.140)