Jelang Akhir Masa Jabatan, Mutasi 85 Pati oleh Panglima TNI Dinilai Tak Lazim

Kamis, 07 Desember 2017 - 08:59 WIB
Jelang Akhir Masa Jabatan, Mutasi 85 Pati oleh Panglima TNI Dinilai Tak Lazim
Jelang Akhir Masa Jabatan, Mutasi 85 Pati oleh Panglima TNI Dinilai Tak Lazim
A A A
JAKARTA - Mutasi 85 perwira tinggi (Pati) oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dinilai tidak lazim dalam etika kepemimpinan suatu organisasi. Sebab, mutasi itu dilakukan menjelang Gatot Nurmantyo memasuki masa pensiun.

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, melakukan mutasi jabatan oleh pejabat yang berwenang menjelang akhir masa jabatannya bukanlah bentuk pelanggaran hukum, tetapi tidak lazim dalam etika kepemimpinan suatu organisasi.

"Tindakan yang dilakukan Gatot Nurmantyo melakukan mutasi 85 perwira tinggi TNI sehari sebelum Presiden Jokowi mengajukan calon pengganti Gatot, jelas tidak etis karena melanggar kepatutan dalam berorganisasi," ujar Hendardi dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Kamis (7/12/2017).

Namun, lanjut dia, jika mengacu pada Undang-undang Aparatur Sipil Negara yang mengatur pengisian jabatan-jabatan tinggi madya dan utama yang mensyaratkan adanya pertimbangan dari Tim Penilai Akhir (TPA) dan persetujuan presiden, maka mutasi tersebut bisa dianggap cacat administratif.

Dia mengakui, larangan mutasi di masa akhir jabatan di lingkungan TNI memang tidak detail karena prinsip kepatuhan pada pimpinan dan dianggap sebagai urusan rumah tangga TNI, maka Panglima TNI memiliki kewenangan tak terbatas dalam soal mutasi.

Karena itu, menurut dia, di masa yang akan datang perlu dipikirkan suatu regulasi yang mengikat terkait mutasi di masa transisi kepemimpinan. "Belajar dari UU Pilkada dan UU ASN, larangan mutasi itu jelas diatur tata caranya, termasuk larangan mutasi di masa transisi," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, memang dalam kaitan kepala daerah, larangan itu ditujukan untuk menghindari politicking suatu jabatan dalam kontestasi politik. Tetapi, ujar dia, jabatan Panglima TNI juga harus dipandang sebagai jabatan publik dan politis karena pengisian jabatan ini dilakukan melalui mekanisme politik juga, yakni melalui presiden dan persetujuan DPR.

"Oleh karena itu, mutasi di ujung masa jabatan Gatot Nurmantyo, bisa juga dipandang sebagai bagian dari konsolidasi politik yang mungkin saja menguntung Gatot atau tidak menguntungkan bagi pihak-pihak yang tidak satu visi dengan Gatot," imbuhnya.

Dia menambahkan, ke depan hal-hal semacam itu harus diatur lebih detail, sehingga mutasi yang tidak dikehendaki tidak membuat soliditas dan profesionalitas anggota TNI melemah.

"Hadi Tjahjanto dapat saja meninjau ulang mutasi yang dilakukan Gatot jika penempatan-penempatan perwira itu tidak memperkuat organisasi TNI," pungkasnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5226 seconds (0.1#10.140)