Empat Pengukir Suku Kamoro Pamerkan Karyanya di Jakarta

Selasa, 05 Desember 2017 - 13:07 WIB
Empat Pengukir Suku Kamoro Pamerkan Karyanya di Jakarta
Empat Pengukir Suku Kamoro Pamerkan Karyanya di Jakarta
A A A
JAKARTA - Sebagai upaya melestarikan budaya, Yayasan Maramowe Weaiku Komorowe memamerkan seni ukiran Kamoro.

Pameran itu berlangsung sejak 24 November 2017 di Alenia Coffee & Kitchen, Kemang, Jakarta Selatan.

Pameran ini juga menghadirkan empat pengukir asli Suku Kamoro, dari Kampung Timika Pantai dan Kampung Pulau Karaka. Mereka adalah Herman Kiripi, Kornelis Kiripi, Klemens Nawatipia dan Daniel Matameka.

Mereka melakukan demonstrasi langsung mengukir di tempat setiap harinya selama pameran berlangsung. Kehadiran mereka tidak lepas dari dukungan PT Freeport Indonesia yang membina Yayasan Maramowe Weaiku Komorowe.

Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan, Freeport memiliki komitmen kuat untuk membantu kelangsungan pelestarian budaya kerajinan ukir suku Kamoro.

Menurut dia, hasil penjualan dari kegiatan pameran juga dapat meningkatkan kesejahteraan para pengukir sehingga kegiatan budaya ini dapat berkelanjutan. "Keuntungan penjualan barang kerajinan ukir di pameran juga kembali ke para pengukir," katanya, Selasa (5/12/2017).

Luluk Intarti, pendiri dan pembina Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, memaparkan pameran ini bertujuan agar masyarakat luas mengenal lebih dekat seni dan budaya suku Kamoro, serta dapat menikmati dan membeli hasil karya seni ukir Papua, khususnya seni ukir khas suku Kamoro.

Hingga saat ini, menurut Luluk, kerajinan ukir Papua tinggal tersisa budaya ukir dari tiga suku saja, suku Asmat yang sudah dikenal banyak orang, suku Kamoro dan suku Sempan.

Ketiga suku itu berasal dari pesisir Selatan Papua, sedangkan di bagian lain Papua, seperti di pesisir Utara Papua, budaya ukir sudah punah sejak menguatnya pengaruh agama.

“Untuk seni ukir Kamoro saja sempat menurun produksinya di bawah tahun 50-an. Belum punah, tapi hampir mati sehingga kita harus lestarikan agar jangan sampai hilang budaya ini, seperti yang terjadi di pesisir Utara,” ujar Luluk.

Untuk terus menyemangati para pengukir Kamoro dalam berkarya, Yayasan Maramowe membantu melakukan pembinaan terhadap para pengukir agar mereka senantiasa dapat meningkatkan kualitas ukirannya, dan membuka akses pasar agar kerajian ukiran ini dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat suku Kamoro.

Luluk beserta tim Yayasan Maramowe kerap turun langsung ke daerah pesisir Selatan Papua untuk mencari ukiran-ukiran terbaik yang dapat dipasarkan.

Program promosi dan pelestarian budaya Kamoro ini diprakarsai oleh Dr. Kal Muller, pendahulu Yayasan Maramowe sejak tahun 1996 dengan dukungan Freeport Indonesia.

Perusahaan ini juga ikut mendukung penyelenggaraan Festival budaya Suku Kamoro yang pertama (1997) hingga seterusnya. Festival ini didatangi para kolektor dan pembeli ukiran kayu mereka yang unik.

Freeport juga aktif mendukung keikutsertaan seniman-seniman Kamoro dalam pameran-pameran yang diselengarakan baik di dalam maupun luar negeri.

Di Pameran ini, masyarakat dapat menikmati dan membeli kerajinan ukiran khas suku Kamoro, dan menyaksikan langsung bagaimana proses empat pengukir asli Kamoro mengukir kayu.

Masyarakat juga dapat berinteraksi langsung dengan para pengukir yang senantiasa ramah menjelaskan. Salah satu pengukir, Klemens Nawatipia menuturkan, dunia saat ini telah berkembang. Jangan sampai anak-anak lupa akan budaya asli warisan leluhur. "Saya senang dengan acara ini dan dukungan Freeport hingga kami bisa hadir disini, dan kita tidak lupa akan budaya,” katanya.

Dalam pameran ini, Klemens banyak mengukir motif khas Kamoro pesisir yaitu, motif perahu, udang dan ikan.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6044 seconds (0.1#10.140)