Dirjen Pajak Wajah Lama

Senin, 04 Desember 2017 - 07:18 WIB
Dirjen Pajak Wajah Lama
Dirjen Pajak Wajah Lama
A A A
Selamat datang Robert Pakpahan sebagai nakhoda baru Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Sebagai pimpinan tertinggi pada lembaga pengisi utama pundi-pundi negara, berbagai kalangan menaruh harapan besar di pundak pria yang sudah malang-melintang dengan berbagai jabatan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu. Mulai dari kalangan pengusaha, wakil rakyat, pengamat ekonomi, analis pajak, hingga mantan petinggi Kemenkeu tak meragukan kinerja ke depan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan yang dilantik oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tepat pada akhir November lalu. Mengapa posisi dirjen pajak begitu penting? Karena, lembaga penarik pajak itulah yang menentukan nasib dan arah kelanjutan pembangunan di negeri ini. Selama ini prestasi lembaga itu belum bisa dibanggakan mengingat target penerimaan pajak masih selalu meleset dan sering terjadi penyelewengan internal yang me­ngecewa­kan para wajib pajak yang taat membayar pajak.

Harapan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kepada Robert Pakpahan adalah bagaimana meningkatkan kepercayaan wajib pajak. Bagi Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani, meningkatkan kepercayaan wajib pajak tidaklah terlalu sulit. Diawali dengan merangkul wajib pajak dan rutin membuka komunikasi yang terkait kebijakan pajak. Hariyadi mengingatkan bahwa wajib pajak tidak bisa dimusuhi dengan dalih penegakan hukum dan terus semena-mena. Selain itu, pihak Apindo juga meminta agar kerahasiaan data wajib pajak bisa dikelola dengan benar, jangan sampai karena persoalan seorang wajib pajak diumumkan ke publik, lalu menimbulkan ketakutan kepada wajib pajak lain. Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhum menilai Robert punya loyalitas yang sudah teruji lantaran berkarier dari bawah pada Kemenkeu. Dengan kapasitas mumpuni yang dimiliki pria kelahiran Tanjung Balai itu, Misbakhum berharap Robert dapat memperpendek shortfall yang saat ini dari 78% menjadi 90% pada akhir 2017.

Suara senada juga terlontar dari mantan Menkeu Chatib Basri. Di mata Chatib Basri, Robert Pakpahan adalah sosok yang tepat menakhodai Ditjen Pajak yang menggantikan Ken Dwijugiasteadi yang telah memasuki masa pensiun. Robert sudah pernah bertugas di bawah unit Ditjen Pajak, bahkan pria yang meraih gelar Doctor of Philosophy in Economics dari University of North Carolina at Chapel Hill, Amerika Serikat 1998 itu oleh Chatib disebut-sebut sebagai seorang yang terlibat dalam reformasi pajak ketika pertama kali digulirkan. Respons positif lain datang dari Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo yang menilai Robert adalah sebuah harapan baru dalam dunia perpajakan di negeri ini. Kredibilitas, kompetensi, dan jaringan luas yang dimiliki Robert tak diragukan lagi sebagai modal melayarkan Ditjen Pajak.

Sehari sebelum diumumkan sebagai pejabat dirjen pajak, nama Robert Pakpahan memang paling moncer di antara nama calon lain. Lalu, apa pertimbangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tugas yang mahapenting kepada pria yang mengawali karier sebagai tenaga pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak itu? Menkeu Sri Mulyani seusai pelantikan Robert membeberkan, ”Pak Presiden mempercayakan kepada Pak Robert karena kami percaya dengan pengalaman dan pemahaman di bidang perpajakan dalam kapasitas jabatan sebelumnya,” ungkap mantan petinggi Bank Dunia itu. Sebelum menjadi orang nomor satu di Ditjen Pajak, Robert Pakpahan menjabat sebagai dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu.

Saat pelantikan, Menkeu Sri Mulyani langsung ”menembak” Robert bagaimana menangani target penerimaan pajak yang tinggal sebulan lagi. Tentu ini sebuah tugas yang tidak ringan sebab realisasi setoran pajak hingga akhir November lalu baru mencapai Rp1.001,2 triliun atau 78% dari target yang dipatok sebesar Rp1.283,6 triliun. Dengan demikian, rasanya mustahil bisa digenjot menutupi kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp282,3 triliun dalam jangka waktu yang sangat singkat.

Selain itu, tugas penting lain sebagaimana ditekankan Sri Mulyani adalah program reformasi pajak yang sedang berjalan. Di lingkungan internal, reformasi pajak yang harus dituntaskan adalah sistem informasi dan database perpajakan. Pesan lain bagaimana nakhoda baru itu menegakkan aturan dan disiplin staf yang berjumlah tak kurang dari 40.000 karyawan. Tahun depan tugas berat sudah menunggu di mana pemerintah mematok penerimaan pajak sebesar Rp1.385,9 triliun. Angka tersebut dianggap cukup moderat atau tumbuh 10% dari proyeksi 2017. Namun, angka itu cukup tinggi dibandingkan proyeksi realisasi penerimaan pajak tahun ini. Selamat bekerja.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5896 seconds (0.1#10.140)