Distribusi E-KTP Terkendala Minimnya Mesin Pencetakan

Kamis, 23 November 2017 - 18:56 WIB
Distribusi E-KTP Terkendala Minimnya Mesin Pencetakan
Distribusi E-KTP Terkendala Minimnya Mesin Pencetakan
A A A
JAKARTA - Pendistribusian KTP elektronik (e-KTP) terus mengalami kendala, setelah sebelumnya kekurangan blangko e-KTP, kini muncul masalah baru yakni minimnya mesin pencetakan e-KTP di daerah.

Alhasil, masih ada sekitar 6 juta penduduk yang masih belum mendapatkan fisik e-KTP setelah berbulan-bulan melakukan perekaman.

Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Zudan Arif Fakhrullah kepada wartawan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/11/2017).

"Kan gini, itu yang belum tercetak kan perekamannya banyak, antre pencetakan sekitar 6 juta ini. Tapi kalau daerah mau cepat beli (printer) lewat APBD, kan printer pencetakan yang penting, mungkin bisa cepet," kata Zudan Arif.

"Kaya kota Bekasi dia beli sendiri, kemudian kota Bogor beli sendiri, kota Surabaya, kota Bandung beli sendiri, cepat mereka," imbuhnya.

Zudan menjelaskan, masalahnya kini ada di pencetakan blangko e-KTP. Karena di daerah mesin printernya minim, seperti misalnya di Tarakan cuma ada dua printer di mana dalam sehari maksimal bisa mencetak 200 e-KTP.

Sehingga pusat hanya bisa memberikan 11.000 blangko karena disesuaikan dengan ketersediaan printer di daerah tersebut. Karena, jika pusat memberikan terlalu banyak maka akan menumpuk di daerah.

"Dia (Tarakan) masih ngeyel butuh 100.000, iya saya katakan Anda mau habiskan berapa lama, sehari hanya cetak 200, saya beri 11.000 habisnya 2-3 bulan ke depan, ngeles dia saya butuh 100.000, saya katakan iya tetep saya penuhi tapi jangan distok di daerah," ujarnya.

Menurut Zudan, kalau daerah memiliki printer yang banyak maka pusat juga akan memberikan blangko yang banyak. Seperti misalnya, kota Bogor minta 60.000 tentu pusat memenuhi karena kota Bogor sudah membeli printer sendiri sehingga ada perjanjian bahwa jumlah blangko itu bisa dihabiskan atau didistribusikan dalam 2 minggu.

Sama halnya dengan kota Makassar yang meminya 76.000 tapi pusat memberikan lebih yakni 80.000 dengan catatan blangko dihabiskan dalam kurun 20 hari. "Jadi dengan perjanjian, karena saya juga mau cepat," imbuhnya.

Menurut Zudan, kondisi ini disebabkan oleh banyaknya alat printer yang rusak. Karena, Kemendagri hanya melakukan pengadaan sekali yakni 2010-2011, tentu hari ini sudah banyak yang rusak karena usianya sudah 7 tahun.

Sementara, pusat belum bisa membeli alat-alat baru, karena anggarannya tidak ada, pusat juga tidak bisa mentransfer anggaran ke daerah untuk membeli alat yabg dibutuhkan karena Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam bentuk fisik tidak diperbolehkan.

"Bolehnya dalam bentuk pendidikan pelatihan, rapat koordinasi, beli-beli blangko akte lahir, akte mati, itu boleh. Itu (alat yang diajukan ke Kementerian Keuangan) kan untuk pengisian di daerah yang kosong-kosong, itu belum disetujui," bebernya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4849 seconds (0.1#10.140)