Mahfud MD: Hukum di Indonesia Alat Membangun Harmoni, Bukan untuk Bermusuhan
loading...
A
A
A
"Dalam mengatasi permasalahan di lapisan elite, diperlukan penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu agar investor merasa nyaman dan dunia usaha tidak terganggu dengan kebijakan yang sering berubah, membingungkan, dan tidak konsisten," tambahnya.
Tanggapan Mahfud MD Soal Putusan MKMK
Ketika ditanyakan pada kesempatan yang sama mengenai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan soal Anwar Usman, Mahfud menyatakan bahwa secara hukum Paman Gibran Rakabuming Raka tersebut tidak harus mundur dari jabatannya sebagai hakim konstitusi di lembaga tersebut.
"Secara hukum, (Anwar Usman) nggak harus mundur. Secara moral dan etik, urusan dia mau mundur atau tidak, tak boleh didorong paksa (untuk mundur) atau dilarang," ujar Mahfud.
Dia menegaskan bahwa menurut peraturan yang berlaku, Anwar Usman yang telah diberhentikan dari jabatan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak diwajibkan untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Hakim MK. Menurutnya, sanksi yang dikenakan pada Anwar Usman karena dinyatakan melanggar kode etik sudah sesuai dengan ketentuan yang ada.
"Dari sudut pandang moral, itu menjadi masalah pribadi bagi Anwar Usman. Dia memiliki hak untuk mempertahankan diri dan mencari argumen yang mendukung. Namun, keputusan dari Majelis Kehormatan MK telah diputuskan, sudah menjadi keputusan final, dan prosesnya sedang berjalan. Tidak ada orang yang bisa memaksa Pak Anwar untuk mundur," katanya.
Mahfud MD juga menyarankan agar Anwar Usman yang merasa terfitnah untuk menyampaikan responsnya kepada MKMK yang telah menetapkan sanksi kode etik terhadapnya.
"Dia bisa langsung menyampaikan kepada pihak yang menjatuhkan keputusan (jika merasa difitnah)," ungkapnya.
Sebelumnya, mantan Ketua MK Anwar Usman merasa dirugikan oleh tuduhan yang dianggapnya sebagai fitnah, terutama dalam penanganan kasus Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan syarat usia minimal untuk calon presiden dan calon wakil presiden.
Pada hari Selasa (7/11/2023), MKMK menyimpulkan bahwa Anwar Usman terbukti tidak optimal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya dan disengaja membuka peluang bagi campur tangan pihak eksternal dalam proses pengambilan keputusan kasus Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Tanggapan Mahfud MD Soal Putusan MKMK
Ketika ditanyakan pada kesempatan yang sama mengenai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan soal Anwar Usman, Mahfud menyatakan bahwa secara hukum Paman Gibran Rakabuming Raka tersebut tidak harus mundur dari jabatannya sebagai hakim konstitusi di lembaga tersebut.
"Secara hukum, (Anwar Usman) nggak harus mundur. Secara moral dan etik, urusan dia mau mundur atau tidak, tak boleh didorong paksa (untuk mundur) atau dilarang," ujar Mahfud.
Dia menegaskan bahwa menurut peraturan yang berlaku, Anwar Usman yang telah diberhentikan dari jabatan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak diwajibkan untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Hakim MK. Menurutnya, sanksi yang dikenakan pada Anwar Usman karena dinyatakan melanggar kode etik sudah sesuai dengan ketentuan yang ada.
"Dari sudut pandang moral, itu menjadi masalah pribadi bagi Anwar Usman. Dia memiliki hak untuk mempertahankan diri dan mencari argumen yang mendukung. Namun, keputusan dari Majelis Kehormatan MK telah diputuskan, sudah menjadi keputusan final, dan prosesnya sedang berjalan. Tidak ada orang yang bisa memaksa Pak Anwar untuk mundur," katanya.
Mahfud MD juga menyarankan agar Anwar Usman yang merasa terfitnah untuk menyampaikan responsnya kepada MKMK yang telah menetapkan sanksi kode etik terhadapnya.
"Dia bisa langsung menyampaikan kepada pihak yang menjatuhkan keputusan (jika merasa difitnah)," ungkapnya.
Sebelumnya, mantan Ketua MK Anwar Usman merasa dirugikan oleh tuduhan yang dianggapnya sebagai fitnah, terutama dalam penanganan kasus Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan syarat usia minimal untuk calon presiden dan calon wakil presiden.
Pada hari Selasa (7/11/2023), MKMK menyimpulkan bahwa Anwar Usman terbukti tidak optimal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya dan disengaja membuka peluang bagi campur tangan pihak eksternal dalam proses pengambilan keputusan kasus Nomor 90/PUU-XXI/2023.