IDI dan Lingkungan yang Sedang Berubah

Rabu, 08 November 2023 - 10:46 WIB
loading...
IDI dan Lingkungan yang Sedang Berubah
Zaenal Abidin Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012-2015). Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Zaenal Abidin
Penulis adalah Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012 - 2015)

LINGKUNGAN adalah segala sesuatu yang ada di luar organisasi yang bersangkutan. Interaksi organisasi profesi dan lingkunganlah yang kemudian membentuk ekosistem.

Akibat interaksi tersebut membuat batas antara organisasi dan lingkungannya seringkali sulit ditentukan. Perubahan lingkungan kadang menuntut dilakukannya perubahan organisasi agar dapat bertahan hidup.

Terjadinya perubahan lingkungan apalagi bila lingkungan tersebut merupakan lingkungan strategis, acapkali menuntut dilakukannya perubahan internal oganisasi tersebut. Tak terkecuali bagi yang selama ini boleh dikata stabil, tanpa gejolak, seperti IDI yang usianya telah menginjak 73 tahun.

Lingkungan IDI yang Berubah
Sebetulnya sejak beberapa dekade lalu lingkungan IDI sudah berubah. Setidaknya lingkungan yang berhubungan dengan dokter anggota dan calon anggota. Mulai dari pedidikan kedokteran sampai kepada pelayanan kedokteran. Perkembangan ilmu pengetahun kedokteran di sertai penemuan pengobatan terbaru telah mendorong sekolah kedokteran melakukan perubahan.

Sekolah kedokteran mengubah kurikulum dan metode pembelajarannya. Perubahan tersebut membawa implikasi dengan bertambah mahalnya biaya pendidikan kedokteran. Tak terkecuali bagi sekolah kedokteran negeri (perguruan tinggi negeri). Besarannya pun berbeda-beda, meski sama-sama sekolah kedokteran negeri.

Sebagai perbandingan, sekolah kedokteran negeri dapat dibaca artikel sindonews.com, Sabtu 08 Januari 2023 dengan judul,”Ini Rincian Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran di 6 PTN Favorit”. Sedang untuk sekolah kedokteran swasta dapat dibaca pada sindonews.com, Senin 12 Juni 2023, dengan judul, “Intip Besaran Biaya Kuliah Kedokteran di 3 Kampus Swasta Terbaik di Indonesia.”

Akibat mahalnya biaya pendidikan tidak jarang membuat perguruan tinggi bertandang ke rumah orang tua yang anaknya telah dinyatakan lulus. Kedatangan tersebut untuk menanyakan kesanggupan orang tua untuk membiayai sekolah anaknya sampai menjadi dokter. Bahkan ada pula yang sampai menanya tetangga kiri kanan dan pihak RT/RW untuk sekadar memastikan seberapa sanggup orang tua tersebut untuk membiayai sekolah anaknya.

Mahalnya biaya pendidikan kedokteran seolah menjadi isyarat bahwa sekolah kedokteran hanya diperuntukkan bagi mereka yang bermodal besar. Tidak untuk anak rakyat kebanyakan seperti anak buruh, petani, dan nelayan.

Pendidikan kedokteran berbiaya tinggi dan minim subsidi negara telah merenggut mimpi anak kebanyakan untuk menjadi dokter. Artinya, sekali pun anak rakyat kebanyakan tersebut tergolong pandai dia akhirnya tidak berani bermimpi bersekolah kedokteran.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1026 seconds (0.1#10.140)