Usut Kasus Suap APBD Malang, KPK Periksa Sejumlah Saksi

Rabu, 23 Agustus 2017 - 00:33 WIB
Usut Kasus Suap APBD Malang, KPK Periksa Sejumlah Saksi
Usut Kasus Suap APBD Malang, KPK Periksa Sejumlah Saksi
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus pemberian suap terhadap sejumlah pimpinan dan anggota DPRD Kota Malang, untuk pemulusan ‎pembahasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2015, dengan memeriksa Wali Kota Malang Mochamad Anton

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penyidik KPK telah memeriksa tiga saksi terkait dengan kasus dugaan suap ‎pembahasan APBD Perubahan Pemerintah Kota Malang TA 2015 untuk dua tersangka.

"Penelusuran aliran dana dan proses pembahasan dan persetujuan APBD Kota Malang menjadi materi yang didalami oleh penyidik pada rangkaian pemeriksaan kasus ini. Untuk Wali Kota Malang Mochamad Anton sampai saat ini masih sebagai saksi," tegas Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Mantan pegawai fungsional Direktorat Gratifikasi KPK ini membeberkan, tersangka Arief juga merupakan tersangka penerima suap Rp250 juta dari Komisaris PT ENK Hendarwan Maruszaman.

Penerimaan suap ini terkait dengan penganggaran kembali proyek pembangunan Jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang Tahun Anggaran 2016 yang sebelumnya batal pada 2015. Nilai proyek ini sebesar Rp98 miliar yang dikerjakan secara multiyears (tahun jamak) kurun 2016-2018.

"Penanganannya terus kita tindaklanjuti dengan dilakukan pengembangan dan pemeriksaan saksi-saksi," tegasnya.

Febri menggariskan, hingga kini KPK sudah menangani berbagai kasus suap dan sudah ada yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) terkait dengan pembahasan dan pengesahan APBD di kabupaten/kota dan bahkan tingkat provinsi di Indonesia.

"Kita imbau pada daerah-daerah lain memperhatikan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani ini agar proses pembahasan APBD tidak dijadikan alat untuk tawar menawar untuk keuntungan pribadi atau kelompok," tuturnya.

"Pembahasan dan pengesahan APBD yang transaksional apalagi ada unsur suap tentu dapat merugikan kepentingan masyarakat yang seharusnya dapat menikmati uang mereka secara maksimal," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.7991 seconds (0.1#10.140)