Hoax Marak di Kalangan Mahasiswa karena Tak Tuntas Baca Informasi

Selasa, 25 Juli 2017 - 06:44 WIB
Hoax Marak di Kalangan Mahasiswa karena Tak Tuntas Baca Informasi
Hoax Marak di Kalangan Mahasiswa karena Tak Tuntas Baca Informasi
A A A
JAKARTA - Informasi palsu atau hoax marak beredar di kalangan terdidik mahasiswa di kampus-kampus Jakarta salah satunya disebabkan tidak tuntasnya membaca informasi yang diterima lalu disebarluaskan melalui aplikasi pesan singkat.

Survei yang dilakukan mahasiswa Kelas Etika dan Hukum Media Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie terhadap 300 mahasiswa-mahasiswi di 30 kampus swasta dan negeri di Jakarta secara tatap muka mendapati temuan yang dapat menjadi indikasi tentang perilaku konsumsi media Generasi Z, generasi yang lahir setelah tahun 1995.

Dari survei yang dilakukan pada 6-13 Juni 2017, didapati 81 persen mahasiswa-mahasiswi yang disurvei aktif menggunakan aplikasi pesan singkat, 72 persen di antaranya selalu mengecek aplikasi pesan singkatnya dan 61 persen di antaranya menerima informasi melalui aplikasi tersebut.

Didapati lebih dari separuh di antaranya kadang membagi informasi yang mereka peroleh tersebut dan mayoritas mahasiswa-mahasiswi tersebut mengaku menggunakan aplikasi pesan singkat Line, sebagian kecil WhatsApp, dan aplikasi lain.

Hampir separuh dari jumlah mahasiswa-mahasiswi di Jakarta rupanya tidak tuntas membaca berita dan hampir 30 persen di antaranya berbagi informasi dengan alasan sebagai bagian dari pergaulan atau bahkan tidak memiliki alasan ketika membagikan informasi tersebut melalui aplikasi pesan singkat.

Menariknya, sekitar 77 persen dari mahasiswa-mahasiswi yang ditemui menyadari menyebar hoax dapat dipidana dan 68 persen menyadari kredibilitas sumber berita sangat penting, namun hanya 54 persen di antara mereka yang kadang memverifikasi sumber berita yang diterima.

Dalam survei yang menggunakan metode purposive sampling tersebut didapati temuan yang memperkuat sejumlah survei terdahulu yaitu tingginya durasi konsumsi sosial media sekaligus menjadikannya sumber informasi.

Generasi Z menempatkan media sosial sebagai sumber informasi paling utama, baik dalam hal durasi konsumsi maupun sumber informasi. Sementara, media elektronik seperti TV dan radio menempati peringkat selanjutnya.

Namun yang mengejutkan dari temuan pilihan konsumsi media, portal berita sebagai media baru yang mudah diakses melalui telepon pintar ternyata ada di bawah peringkat radio. Sedangkan media pilihan terakhir mahasiswa Generasi Z adalah media cetak.

"Meski demikian, portal berita dalam hal sumber informasi masih berada di atas radio. Tapi itu tipis saja. Bahkan, dalam hal durasi konsumsi radio dan portal berita berada dalam konsumsi seimbang yaitu satu jam," tutur Algooth Putranto, pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie.

Dari survei ini, lanjutnya, kenyataan pahit dialami media cetak baik itu koran, majalah, dan tabloid yang selalu berada di peringkat terbawah dalam hal jenis media yang dikonsumsi maupun sebagai sumber informasi.

"Sebagai generasi milenial, mahasiswa-mahasiswi Jakarta meletakkan media cetak sebagai pilihan informasi paling akhir. Ini dapat menjadi indikasi kemajuan teknologi tidak membuat tingkat literasi media tradisional yaitu media cetak meningkat."

Salah satu alasan tingginya tingkat konsumsi Generasi Z terhadap sosial media adalah kemampuan mengintegrasikan teks, gambar, dan audio-video. Instagram menjadi pilihan utama Generasi Z, disusul oleh sebagian kecil pengguna Facebook dan Twitter.

Menariknya, jenis informasi favorit mahasiswa Generasi Z yang dikonsumsi dari sosial media identik dengan informasi yang disajikan oleh media televisi dan majalah yaitu politik bagi mahasiswa dan lifestyle bagi mahasiswi.

Sementara, informasi politik menjadi hal yang paling dicari oleh mahasiswa dan mahasiswi dari portal berita dan surat kabar. Sedangkan tabloid menjadi rujukan lifestyle bagi mahasiswa dan mahasiswi. Khusus radio, informasi favorit mahasiswa-mahasiswi relatif merata namun harus disampaikan secara talkshow.

Meski demikian, Algooth mengingatkan survei yang dilakukan Mahasiswa Kelas Etika dan Hukum Media Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie tidak boleh dijadikan sebagai patokan perilaku konsumsi media seluruh mahasiswa di Jakarta.

Pangkalnya, metode survei yang dilakukan sebatas ditujukan mencari indikasi awal perilaku konsumsi media mahasiswa di Jakarta karena dilakukan di 30 kampus yang tersebar di lima wilayah DKI.

"Metode yang digunakan dalam survei ini sangat sederhana karena ini adalah tugas ujian akhir semester, namun berpotensi untuk ditindaklanjuti dengan survei lanjutan yang lebih komprehensif dengan metode statistik yang lebih sempurna karena Jakarta adalah pusat produksi media massa dan acuan gaya hidup di Indonesia," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9905 seconds (0.1#10.140)