Pemerintah Harus Penuhi Internet dan Gawai untuk PJJ Siswa

Senin, 03 Agustus 2020 - 06:10 WIB
loading...
Pemerintah Harus Penuhi Internet dan Gawai untuk PJJ Siswa
Puluhan siswa mengikuti proses belajar-mengajar dengan daring atau pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan wifi gratis di Yogyakarta. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudin meminta pemerintah untuk memenuhi dua hal paling krusial dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ). Keduanya yakni kuota internet dan gawai.

Hetifah mengatakan, PJJ telah berlangsung beberapa bulan kebelakang sebagai dampak adanya pandemi COVID-19. Dalam perjalanannya, terdapat banyak aspirasi yang disampaikan baik itu guru, siswa, maupun orang tua murid. Dari banyaknya evaluasi yang masuk, keluhan yang dominan muncul adalah terkait minimnya akses terhadap internet, keterbatasan gawai, dan tingginya biaya kuota. (Baca juga: Mahasiswa Resah, Pemerintah Diminta Serius Dukung PJJ di PT )

Sayangnya, setelah lebih dari 4 bulan keberjalanan PJJ, keluhan-keluhan tersebut masih juga muncul sebagai masalah yang paling dominan. Padahal, ujarnya, ketiga hal tersebut merupakan elemen-elemen yang sangat esensial bagi keberjalanan pembelajaran. "Ini berarti, terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan, negara belum berhasil memberikan solusi bagi masalah yang telah muncul sejak awal PJJ ini dilaksanakan," katanya melalui keterangan tertulis kepada SINDONews, Minggu (2/8).

Dia menilai, menyelesaikan masalah ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Masalah pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang telah menumpuk bertahun-tahun tidak mungkin diselesaikan dalam semalam. Begitu juga dengan keberadaan gawai belajar bagi setiap anak dan guru, mengingat selama bertahun-tahun perangkat TIK yang memadai bagi setiap sekolah juga belum mampu disediakan. (Baca juga: Belum Berhasil, DPR Minta Mendikbud Tinjau Ulang PJJ )

"Namun demikian, hanya karena itu sulit bukan berarti hal tersebut tidak dapat dilakukan. Pembiaran atas kondisi ini sama halnya dengan membiarkan saja jurang kesenjangan antar kelompok masyarakat makin melebar,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, keadaan krisis seharusnya mendorong adanya terobosan-terobosan yang berbeda dari kondisi normal, Meski demikian, dia belum melihat adanya upaya yang signifikan dalam menghadirkan dua hal paling krusial dalam pembelajaran jarak jauh untuk seluruh anak Indonesia yakni internet dan gawai. Menurut paparan Kemenkominfo pada Panitia Kerja PJJ Komisi X Juli lalu, disampaikan terdapat 12.548 desa/kelurahan yang belum terjangkau internet 4G di seluruh Indonesia, sebagian besar atau 9.113 desa/kelurahan berada di daerah 3T.

Dari semua wilayah Indonesia, hanya 49,33 % yang telah mendapatkan jaringan 4G, 44,35 % mendapat jaringan 3G, dan 68,54 % yang telah mendapat jaringan 2G. Artinya, terdapat 31,46 % luas wilayah Indonesia yang belum mendapatkan akses internet sama sekali. (Baca juga: Komisi X DPR Minta Pendataan PJJ Mewakili Seluruh Kelompok Masyarakat )

Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan Kemenkominfo dalam proyek percepatan layanan internet. Antara lain, dengan rencana on-going penyediaan layanan 4G untuk 1.097 desa/kelurahan di daerah 3T yang ditargetkan selesai tahun ini. Selain itu, ada pula rencana penyediaan akses internet di 7.554 lokasi yang mencakup titik-titik pelayanan publik seperti kantor pemerintah, puskesmas, dan sekolah. Upaya-upaya tersebut, katanya, perlu diapresiasi.

Meski demikian, harus sama-sama diakui bahwa hal tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan di masyarakat. Bukan hanya kantor dan fasilitas pelayanan publik yang membutuhkan akses internet. Jutaan anak-anak di ribuan desa/kelurahan yang belum terjangkau internet tidak dapat dibiarkan menunggu terlalu lama.

Perlu ada inovasi-inovasi yang mempercepat pembangunan ini hingga 2-3 kali lipat dari keadaan normal. Perlu ada pembaruan skema-skema dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi hingga ke pelosok. Pihak swasta harus digandeng dalam hal ini, baik melalui skema User Service Obligation (USO), Corporate Social Responsivility (CSR), maupun Public Private Partnership (PPP).

Intinya, pemerintah dan pemangku kepentingan harus kreatif dan tidak bisa mengandalkan cara-cara lama dalam mengatasi permasalahan di era krisis ini. Apalagi, jika hambatan-hambatan yang ada lebih bersifat birokratis.

Terkait gawai, katanya, pada rapat Komisi X bersama Kemendikbud telah menyarankan pengadaan gawai sederhana bagi siswa dan guru yang membutuhkan. Hal ini tidak terlepas dari kesadaran bahwa kepemilikan gawai baik telepon pintar maupun laptop bagi banyak kelompok masyarakat masih merupakan suatu kemewahan, dan pemerintah tidak dapat menutup mata akan hal tersebut.

"Kami menyarankan adanya produksi gawai dalam negeri dengan menggandeng Kemenperin dan juga universitas-universitas nasional yang kami yakin memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Meski demikian, hingga saat ini belum ada kelanjutan yang kami lihat akan ide tersebut," ujarnya.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2347 seconds (0.1#10.140)