Sastrawan Asia Tenggara Puji Puisi Karya Denny JA

Minggu, 09 April 2017 - 17:21 WIB
Sastrawan Asia Tenggara Puji Puisi Karya Denny JA
Sastrawan Asia Tenggara Puji Puisi Karya Denny JA
A A A
JAKARTA - Dunia sastra yang selama ini diam, tiba-tiba bergolak. Isu-isu sosial yang sensitif yang dahulu pantang digubah dalam puisi, tiba-tiba dikuak dan dipertanyakan.

Masalah pernikahan antaragama, kekerasan terhadap minoritas, diskriminasi etnis Cina, dan penolakan LGBT (lesbian, gay, dan biseks, dan transgender), misalnya, dibuka dalam dunia sastra.

Bagai kotak pandora, masalah-masalah yang sebelumnya tertutup dalam sastra, kini ramai dibincangkan penyair. Kini dunia sastra makin terlibat dalam pergumulan hidup sehari-hari manusia modern.

Demikian salah satu isu yang dibicarakan dalam Temu Sastrawan Asia Tenggara 4-5 April di Sabah, Malaysia. Sastrawan dari empat negara, yakni Malaysia, Indonesia, Thailand dan Brunei yang berkumpul membahas isu sosial dalam 24 buku puisi Denny JA.

“Denny JA sengaja memilih isu sosial tidak popular untuk dituangkan dalam puisi-puisi esainya, sehingga muncul kontroversi. Sangat sedikit sastrawan yang berani mengambil risiko berhadapan dengan massa mayoritas,” kata Jamal D Rahman, penyair yang juga pemimpin redaksi majalah sastra, Horison saat acara tersebut.

Sementara itu sastrawan Sabah, Jasni Matlani mengungkapkan kehadiran puisi esai Denny JA yang mendobrak konsep ketuhanan seperti melanjutkan puisi-puisi sufistik Hamzah Fansuri, Chairil Anwar, dan Abdul Hadi WM.

Dalam puisi Denny JA yang berjudul Burung Trilili Bertengkar dalam Persepsi -- menurut Jasni yang juga Presiden Dewan Bahasa dan Sastra Sabah ini – sang penulis mencoba mendobrak ideologi, pemikiran, dan konsep ketuhanan yang stagnan yang selama ini ada.

Secara pribadi, kata penulis cerpen Balqis dan Mimpi Jerusalem ini, dia mengagumi Denny JA karena puisi-puisinya sangat inspiratif.

Di tengah kesibukannya sebagai seorang konsultan politik dan pebisnis, kata Jasni, Denny masih menyempatkan diri membuat puisi.

Adapun Prof. Madya Ampuan Dr Haji Ibrahim dari Akademi Pengajian Brunai Universitas Brunai Darussalam menilai puisi esai karya Denny JA ini unik dan murni karena ia mempunyai gaya berbeda dengan kebanyakan karya puisi yang ada.

Menurut dia, ada isu sosial berbasis peristiwa nyata dalam setiap puisi esai karya Denny JA. Denny, kata dia, menyelipkan banyak pengajaran atau pesan-pesan sosial kepada masyarakatnya.

“Ini memperlihatkan bahwa Denny JA adalah seorang penyair yang luar biasa, menghasilkan puisi-puisi komit dengan gaya baru dan sangat terikat dengan status sosial di sekelilingnya,” ungkap Ibrahim.

Pengkaji sastra asal Thailand, Dr Phaosan Jehwae menilai puisi Denny JA bukan puisi yang biasa-biasa saja.

Menurut pengajar sastra di Universitas Pattani, Thailand ini, menulis puisi seharusnya tidak sekadar memilih kata-kata indah dan estetika kalimat bertipografi sastra, tapi juga puisi harus merekam jejak sejarah dan berbicara tentang realitas yang ada.

Oleh karena itu, sambung dia, kepekaan sosial, kemahiran mengolah bahasa dan kecerdasan pikiran harus dimiliki penulis puisi. Hal-hal seperti itulah yang dikatakannya dimiliki Denny JA

Dalam Festival Sastra yang berlangsung selama bulan April di Sabah, hadir Menteri Pembangunan Masyarakat dan Hal Ehwal Pengguna Sabah, Datuk Hajah Jainab Datuk Sri Panglima Haji Ahmad Ayid.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1959 seconds (0.1#10.140)