Sengketa Pilkada, MK Tegaskan Hanya Adili Selisih Suara

Senin, 27 Februari 2017 - 20:11 WIB
Sengketa Pilkada, MK Tegaskan Hanya Adili Selisih Suara
Sengketa Pilkada, MK Tegaskan Hanya Adili Selisih Suara
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) tegas menggunakan syarat selisih suara dalam mengadili permohonan sengketa hasil pemilihan (PHP) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017.

Syarat selisih suara sendiri diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang menyebut bahwa hanya selisih yang memenuhi syarat yang dapat diterima permohonannya di MK.

"Saya kira konsisten, pertimbangan pada Pilkada 2015 kita jaga secara Konsisten," kata Ketua MK Arief Hidayat saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (27/2/2017).

Menurut Arief, para pihak sebaiknya sedari dini bisa menghitung apakah permohonannya yang akan disampaikan ke MK memenuhi syarat tersebut. Bisa juga melihat putusan dari MK ketika menyidangkan perselisihan hasil pilkada 2015 lalu.

"Kalau tidak memenuhi Pasal 158 (sebaiknya) tidak ke sini. Ada syarat presentase, percuma kalau adu ke Mahkamah Konstitusi," lanjut Arief.

Meski demikian Arief mempersilakan para pihak yang tidak terima dengan hasil pilkadanya mengadu ke MK. Nantinya melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang akan menentukan kelanjutan dari perkara tersebut apakah bisa dilanjutkan ke sidang pembuktian atau dihentikan (dismisal).

"Prinsip MK tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepada MK, itu universal yang berlaku. Jadi kita tidak bisa menolak perkara yang diajukan ke mahkamah," kata Arief.

Terkait teknis penyampaian laporan, Arief mengingatkan bahwa Pasal 157 UU 8/2015 juga diatur tentang syarat maksimal penyampaian laporan ke MK. Di sana disebutkan bahwa ada waktu tiga hari (3x24 jam) sejak penetapan hasil pilkada masing-masing daerah, pemohon mengajukan gugatannya ke MK.

"Prinsipnya MK menerima permohonan tiga hari sejak penetapan hasil pilkada oleh KPU setempat. Kalau itu diputus sekarang, berarti (hingga) tiga hari ke depan," tambahnya.

Untuk diketahui Pasal 158 mengatur syarat selisih suara pasangan calon yang dapat diajukan ke MK. Besaran selisih suara sendiri antara 0,5-2% dihitung berdasarkan jumlah penduduk.

Hingga pukul 18.00 kemarin jumlah pemohon yang masuk berasal dari 22 daerah, mereka antara lain KabTakalar (Sulsel), Kab Bengkulu Tengah (Bengkulu), Kab Gayo Luwes (Aceh), Kab Dogiyai (Papua), Kota Kendari (Sultra), Kab Salatiga (Jawa Tengah), Kab Bombana (Sultra), Kab Pulau Morotai (Maluku Utara), Kab Jepara (Jawa Tengah).

Kemudian Kab Nagan Raya (Aceh), Kab Tebo (Jambi), Kab Sarmi (Papua), Kab Kepulauan Sangihe (Sulut), Kota Yogyakarta (DIY), Kab Sarolangun (Jambi), Kab Sarmi (Papua), Kota Tasikmalaya (Jabar), Kab Aceh Timur (Aceh), Kab Aceh Utara (Aceh), Kab Pidie (Aceh), Kab Aceh Singkil (Aceh) serta Kab Sorong (Papua).

Berdasarkan PKPU 7/2016 tentang tahapan program dan jadwal, proses rekapitulasi hasil pemilihan bupati/walikota sendiri berlangsung sejak 22-24 Februari 2017. Adapun pemilihan gubernur berlangsung 25-27 Februari 2017.

Sementara itu MK sendiri diberi waktu 45 hari kerja (sejak perkara diregistrasi) untuk menuntaskan sengketa perselisihan hasil mengacua pada UU 8/2015.

"Ada daerah yang baru diputuskan (hasil pilkadanya), ada juga yang bisa dikatakan lewat waktunya. Kalau permohonan daerah belum lebih dari tiga hari maka itu masih terbuka (didaftarkan)," terangnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5309 seconds (0.1#10.140)