KPU Akui Partisipasi Masyarakat Rendah di Pemungutan Suara Ulang

Rabu, 22 Februari 2017 - 16:19 WIB
KPU Akui Partisipasi Masyarakat Rendah di Pemungutan Suara Ulang
KPU Akui Partisipasi Masyarakat Rendah di Pemungutan Suara Ulang
A A A
JAKARTA - Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang digelar sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di beberapa daerah, tidak seramai saat hari pencoblosan.

Data menyebutkan, angka partisipasi masyarakat yang datang ke TPS cenderung turun, bahkan jumlahnya tidak sama dengan yang datang pada 15 Februari 2017.

Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengakui fenomena tersebut. Menurutnya, hal itu tidak hanya terjadi pada pemilihan kepala daerah (pilkada) tapi juga pada pemilu legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres).

"Iya kebanyakan dari tahun ke tahun juga begitu, termasuk pileg, pilpres, memang partisipasi cenderung turun,” ujar Ferry di kantornya, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Ada beberapa faktor yang menurut dia berkontribusi menurunkan angka partisipasi. Seperti kejenuhan pemilih yang tidak mau datang lagi ke TPS atau kurangnya infomasi kepada pemilih terkait pelaksanaan PSU. "Atau bisa juga karena waktunya kurang pas, tidak libur," tutur Ferry.

Ferry mengakui, tidak banyak hal yang bisa dilakukan pihaknya untuk mengatasi fenomena ini. Selain mengimbau kepada masyarakat untuk memberikan hak suaranya kembali pada PSU. "Makanya kalau kami harapannya, diusahakan jangan ada PSU," tambah Ferry.

Berdasarkan data yang diperoleh, dari lima daerah yang sudah menyelenggarakan PSU, sebagian besar mengalami penurunan pemilih, di Jakarta TPS 29 Kalibata Jakarta Selatan (sebelum PSU 456 pemilih, setelah PSU 412 pemilih).

Kemudian di TPS 01 Utan Panjang (sebelum PSU 442 pemilih, setelah PSU 257 pemilih), Buton Tengah TPS 2 Desa Inulu (sebelum PSU 114 pemilih, setelah PSU 109 pemilih. Kabupaten Kepulauan Sangihe (sebelum PSU 323 pemilih, setelah PSU 257 pemilih).

Fenomena berbeda justru terjadi di Banten, dari 15 TPS Kecamatan Teluk Naga yang menyelenggarakan PSU, hanya dua TPS yang mengalami penurunan jumlah pemilih TPS 8 (sebelum PSU 290 pemilih, setelah PSU 287 pemilih) serta TPS 11 (sebelum PSU 252 pemilih, setelah PSU 251 pemilih).

Sisanya TPS 01 (sebelum PSU 357 pemilih, setelah PSU 394 pemilih), TPS 02 (sebelum PSU 270 pemilih, setelah PSU 348 pemilih), TPS 03 (sebelum PSU 289 pemilih, setelah PSU 340 pemilih), TPS 04 (sebelum PSU 341 pemilih, setelah PSU 372 pemilih).

Di TPS 05 (sebelum PSU 194 pemilih, setelah PSU 227 pemilih), TPS 06 (sebelum PSU 196 pemilih, setelah PSU 224 pemilih), TPS 07 (sebelum PSU 147 pemilih, setelah PSU 189 pemilih), TPS 09 (sebelum PSU 195 pemilih, setelah PSU 226 pemilih), TPS 10 (sebelum PSU 284 pemilih, setelah PSU 251 pemilih).

Di TPS 12 (sebelum PSU 328, setelah PSU 340 pemilih), TPS 13 (sebelum PSU 260 pemilih, setelah PSU 281 pemilih), TPS 14 (sebelum PSU 223 pemilih, setelah PSU 244 pemilih) serta TPS 15 (sebelum PSU 231 pemilih, setelah PSU 245 pemilih).

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz mengingatkan, turunnya angka partisipasi masyarakat pada PSU menjadi peringatan keras bagi penyelenggara untuk mewujudkan proses pemilihan yang berintegritas.

Menurut Masykurudin, tidak hanya bekerja secara mandiri tapi juga teliti dan tegas terhadap aturan dan tidak terpengaruh oleh pihak manapun. "Jika ada satu saja pelanggaran terhadap hak pilih, maka hukumannya tidak hanya individu, tapi juga banyak pihak yang jadi korban," ujar Masykurudin.

Diakuinya, tantangan bagi penyelenggara untuk menghindari PSU tentu memperkuat kredibilitas dan kapabilitas penyelenggara adhocnya. Khususnya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang pada 15 Februari lalu mendapat banyak sorotan masyarakat.

"Tantangannya itu, di putaran kedua beri pemahaman yang kuat KPPS dan pengawas TPS terhadap jaminan dan kerahasiaan hak piih seseorang," tuturnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5196 seconds (0.1#10.140)