KTP Palsu dan Pilkada DKI

Sabtu, 11 Februari 2017 - 07:37 WIB
KTP Palsu dan Pilkada DKI
KTP Palsu dan Pilkada DKI
A A A
TEMUAN kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) palsu dari Kamboja yang terjaring di Bea Cukai harus disikapi serius. Pemerintah dan aparat hukum wajib melakukan penelusuran untuk mengungkap siapa dalang di balik keberadaan e-KTP palsu tersebut hingga tuntas.

Fenomena e-KTP sangat meresahkan masyarakat. Hal tersebut ditemukan menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak termasuk Pilkada DKI Jakarta. Apalagi, semua identitas dari e-KTP yang ditemukan tersebut memiliki alamat di DKI Jakarta.

Tak mengherankan bila masyarakat awam pun langsung menghubungkan temuan tersebut dengan kecurigaan bahwa ada keinginan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab untuk memenangkan salah satu calon dalam Pilkada DKI.

Isu e-KTP palsu ini sebenarnya sudah cukup lama beredar di masyarakat. Di media sosial, menyebar gambar sejumlah e-KTP palsu yang digandakan dengan foto orang yang sama, tapi punya nama dan alamat berbeda.

Polisi dan KPU mengaku sudah menyelidikinya dan mengatakan hasilnya nihil. Mereka mengatakan bahwa e-KTP ganda yang beredar di media sosial merupakan berita palsu atau hoax.

Namun, dengan temuan kiriman e-KTP dalam bentuk fisik yang berhasil diungkap oleh Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta telah menyadarkan kita semua bahwa indikasi e-KTP palsu itu benar adanya, sehingga boleh dikatakan polisi maupun KPU terlalu dini membantah keberadaan e-KTP palsu. Tujuannya mungkin baik agar masyarakat tidak resah dengan isu tersebut.

Namun, kini isu e-KTP sudah terbukti ada. Bea Cukai dan Kemendagri sudah mengakuinya. Bahkan, sejumlah anggota Komisi II DPR sudah mengecek langsung temuan kiriman e-KTP palsu dari Kamboja tersebut.

Jumlahnya memang tak seperti isu yang berkembang mencapai 450.000 KTP. Data yang dirilis Bea Cukai menyebutkan ada 36 buah e-KTP, 32 buah nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan 1 tabungan Bank Central Asia berisi Rp500.000 dan 1 kartu anjungan tunai mandiri (ATM) yang disita.

Secara jumlah, temuan memang sedikit. Namun, tidak lantas pemerintah atau aparat hukum bisa mengabaikan begitu saja dan langsung menyimpulkan tidak ada kaitannya dengan pilkada.

Kesimpulan ini tentu terlalu awal dan terkesan tidak bertanggung jawab, karena temuan e-KTP palsu dari Kamboja ini seharusnya bisa dimaknai dalam beberapa hal. Apalagi, KTP dari Kamboja ini menggunakan bahan dan chip asli.

Dan mungkin juga ada kiriman-kiriman lain yang sudah lolos pemeriksaan. Segala kemungkinan sangat terbuka.

Pertama, fenomena ini harus dimaknai sebagai munculnya ancaman asing yang semakin nyata. Negara asing bisa dengan mudah memantau Indonesia melalui data kependudukan yang dimiliki mereka. Hal ini pada akhirnya tentu sangat membahayakan stabilitas dan keamanan nasional.

Kedua, temuan e-KTP palsu ini bisa menimbulkan tuduhan adanya dugaan kecurangan pilkada. Sehingga hal ini juga sekaligus menjadikan warning bagi para penyelenggaraan, pengawas, maupun pasangan calon untuk bersama-sama mengawal pilkada agar berlangsung baik.

Ada yang menyebut temuan e-KTP palsu itu tak ada hubungannya dengan pilkada. Ada yang menduga e-KTP palsu ini terkait kejahatan siber, kejahatan perbankan atau pidana pencucian uang. Pendapat tersebut sah-sah saja.

Namun, untuk memastikan kebenarannya adalah tugas pemerintah dan aparat hukum untuk mengungkapnya secara tuntas. Jangan sampai kasus ini dibiarkan karena bisa memicu kerawanan sosial di masyarakat. Jika pemerintah abai, jangan salahkan masyarakat akhirnya mengawasi sendiri penggunaan e-KTP oleh etnis tertentu. Hal ini tentu sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Aparat harus mengusut tuntas kasus ini. Polisi tak boleh pilih kasih dalam menyelidiki sebuah kasus. Jangan sampai muncul kesan kalau melibatkan ulama polisi begitu cekatan mengusutnya dengan segala cara.

Namun, kasus KTP palsu yang sudah nyata dan benar-benar membahayakan mereka terkesan tidak sungguh-sungguh. Seharusnya polisi lebih proaktif dan tidak hanya menunggu dalam mengusut kasus ini.

Hal ini penting dilakukan untuk menghindari kesan ketidaknetralan aparat dalam pilkada DKI. Jangan sampai demokrasi ini ternodai oleh keberadaan e-KTP palsu. Mari kita kawal bersama-sama agar Pilkada DKI berjalan adil, tertib, dan aman.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6538 seconds (0.1#10.140)