Wartawan Penjamin Bebas Tanpa Letusan Peluru

Rabu, 28 Desember 2016 - 11:58 WIB
Wartawan Penjamin Bebas Tanpa Letusan Peluru
Wartawan Penjamin Bebas Tanpa Letusan Peluru
A A A
SEJAK kematian Ersa Siregar akibat kontak senjata, GAM ingin “melepas” sandera dengan selamat. Karena itu, Panglima GAM Wilayah Aceh Timur Ishak Daud menjalin kontak dengan pihak ketiga seperti PMI, ICRC maupun Mer-C. Di pihak lain TNI juga memberi angin untuk diberlakukan gencatan senjata.

Pagi itu, 2 Januari 2004, setelah makan siang, datang seorang GAM. Dari penampilannya sepertinya seorang pimpinan. Dia menghampiri saya dan berkata tidak lama lagi saya akan bebas. Karena ada gencata senjata antara GAM-TNI selama lima hari. Sekarang dalam tahap negoisasi.

“Sabar. Mudah mudahan semua sepakat, baik TNI maupun GAM. Biar Abang bisa segera pulang,” kata anggota GAM tadi menghibur. Beberapa hari kemudian ada perintah pindah tempat tapi, bukan untuk pembebasan. Setelah berjalan lima kilometer tiba di gubuk. Di lokasi ini GAM membuka tenda, menyiapkan masakan.

Karena persediaan logistik sudah tipis, mereka hanya masak daun-daunan yang diambil dari hutan di kamp sekitarnya. Dimasak begitu saja lalu dimakan. Kemungkinan besar pemasok logistik GAM jadi korban operasi TNI, atau suplai logistik terputus akibat gencarnya operasi TNI, atau GAM tidak punya dukungan suplai logistik memadai. Tapi, mengandalkan bantuan penduduk di sekitar lokasi persembunyian atau mereka yang minta perlindungan.

Ini indikasi bahwa kekuatan GAM sebenarnya tidak sekuat seperti dibayangkan Jakarta. Sebab, kondisi riil GAM secara militer sebenarnya rapuh karena tidak memiliki dukungan logistik untuk pertempuran jangka tertentu.

Apalagi jika GAM terisolir dari penduduk yang selama mensuplai kebutuhan mereka akibat gencarnya operasi militer TNI. Mereka akan kelimpungan. Tampaknya GAM sangat menggantungkan pasokan logistik dari orang yang punya kepentingan bisnis di Aceh. Diantaranya, pelaku bisnis di Aceh dan warga sipil yang minta perlindungan pada GAM.

Biasanya mereka berlatar belakang dan sedikit mampu. Seperti Ayah Lip yang difitnah tetangganya karena membantu GAM. Padahal, sebagai pemilik toko Ayah Lip membantu siapa saja. Apakah anggota TNI, Polri, warga sipil atau anggota GAM yang kesusahan.

Ayah Lip pun dilaporkan ke TNI oleh tetangganya. Tak lama tentara mencarinya. Akhirnya Ayah Lip mencari perlindungan pada GAM. Tak lama rombongan GAM bergerak lagi mencari tempat lebih aman dan luas. Berjalan beriringan di hutan sawit, naik turun bukit. Sandal jepit saya terputus hinga menyulitkan perjalanan.
Setelah jalan 25 kilometer dengan medan berat sampai lah pada sebuah rumah cukup terpencil karena tidak ada rumah lain di sekitarnya.

Rombongan disambut anak kecil dan dijamu makan seadanya. Setelah berisitirahat sejenak, rombongan melanjutkan perjalanan hingga tiba di sebuah gubuk. Di situ banyak anggota GAM, bahkan sebagaian saya kenal karena telah mengawal saya sebelumnya.

Mereka juga bertanya soal penyerbuan TNI 29 Desember 2003 yang menyebabkan jatuhnya korban Ersa Siregar. Pukul 20.30 WIB rombongan kembali jalan becek. Rombongan saya yang berjumlah 10 orang GAM malam itu tidur di gubuk tanpa dinding penutup.

Jadilah malam itu saya kedinginan. Beruntung ada anggota GAM menawarkan selimut. Entah berapa kali pindah, akhirnya kami menetap di kamp hutan belantara Alu Merah. Saya tinggal bersama delapan anggota GAM.

Beberapa hari kemudian ada kabar gembira, saya ditunggu Ishak Daud di perkemahannya untuk pembebasan. Berpakaian muslim koko dan peci, kami jalan beriringan selama tiga jam naik turun bukit, masuk perkampungan akhirnya tiba di suatu tempat.

Penjagaan cukup ketat. Setiap 10 meter ada pos militer GAM. Bahkan perkemahan Ishak Daud dijaga ratusan anggota GAM. Semua mata tertuju saya. Bagi anggota GAM yang kenal tersenyum lalu menyalami. Saya menghampiri Ishak Daud. Abu Ci atau Ishak Daud memeluk saya seraya berkata, “Sabar Fer, mudah-mudahan tidak lama lagi kamu bebas,” ujar Abu Ci. Saya hanya mengangguk.

Ishak menambahkan, ”Nanti kami akan pertemukan kamu dengan Sekjen PMI. Dia mau ketemu kamu dan memberi obat-obatan ke masyarakat”. Malam itu saya menginap di perkemahan Ishak Daud. Beratap lagit, beralas tikar karena semua tenda sudah penuh. Saya dijaga puluhan pasukan setia Ishak Daud.

Pagi-pagi sarapan bubur kacang hijau. Saya lihat Ishak Daud menerima telepon dari anak buahnya. Setelah itu menghampiri saya. “Fer, keberangkatan kita ditunda karena terjadi kontak senjata dengan TNI. Padahal, GAM bersama PMI sepakat membebaskan kamu. Tiba-tiba titik pertemuan diserang TNI dari segela penjuru,” terangnya.

Akibat kontak senjata itu juru bicara GAM yang juga orang dekat Ishak Daud yakni, Tengku Mansyur tewas tertembak. Tapi, versi lain menyebutkan, ada kesepakatan PMI-GAM yang membawa obat-obatan, dokter dan paramedic mengobati masyarakat di Keude Geureubak Idi, di sana sempat menginap semalam.

Dari tempat itu GAM lalu membawa mereka ke desa lain jauhnya berkilo-kilo meter. Entah bagaimana kemudian terjadi kontak senjata yang menewaskan Teungku Mansyur.

Sedangkan relawan PMI yang kocar kacir selamat. Ishak mengontak Sekjen PMI Yono Iskandar. Ishak marah besar dan menuduh PMI disusupi orang lain hingga TNI tahu lokasi mereka.

Sejak itu, GAM mengatakan tidak percaya PMI dan menggantikan dengan Palang Merah Internasional (ICRC- Internasional Committee of Red Cross). Malam itu Ishak Daud benar-benar murka atas tewasnya orang dekatnya.

“Fer, saya kehilangan dia (Teungku Mansyur,-red). Dia sempat melukis saya dan keluarga saya. Dia pandai sekali, tidak ada orang yang seperti dia. Makanya, saya pilih dia jadi jubir,” aku Ishak.

Syarat yang diminta GAM terlalu banyak akhirnya pembebasan sandera secara damai buntu. Hari-hari selanjutnya saya lalui dengan kegiatan rutin. Menunggu pembebasan. Usai Subuh terdengar renteten tembakan.

Makin lama makin dekat, maka rombongan diperintahkan Ishak bersiap mengungsi. Mereka membawa saja termasuk bekal beras. Anggota GAM yang sakit atau cedera ditandu. Naik turun bukit, alangkah beratnya. Lalu istirahat. Rombongan dipecah menjadi kelompok kecil.

Saya masuk rombongan Ishak Daud. Baru beberapa melangkah, anggota GAM yang di atas bukit turun. Mereka melaporkan ada TNI di atas. Setelah diselidiki tidak ada. Hanya segerombolan babi hutan.

Perjalanan dilanjutkan hingga dua hari. Istirahat hanya malam hari. Esoknya jalan lagi. Begitu seterusnya. Di sela-sela perjalanan HP Ishak Daud setiap hari kerap berdering. Dia sibuk menelepon ke Jakarta untuk bernegosiasi.

“Bila nanti kamu bebas, kami akan melakukan syukuran dan potong dua lembu,” ujar Ishak. Makin siang di lokasi kamp tambah banyak anggota GAM yang datang. Pakaian mereka lusuh, raut muka kelelahan. Mereka lari menghindari dari kejaran TNI.

Jumlahnya semakin siang kian banyak. Ada 200 orang. Itu artinya di kamp harus masak besar. Selain itu mereka kehabisan rokok. Karena ada beberapa batang rokok, mereka saya tawari.

Sebagaian anggota GAM tidak tahu saya. Pengawal yang selalu bersama saya mengatakan, saya dari Dilli, Timor Leste. Saya jadi bertanya? Mengapa mereka menyembunyikan indentitas saya. Padahal, mereka sesama GAM.

Menurut catatan Imam Wahyudi repoter RCTI sekaligus tim perunding pembebasan sandera, ada tahapan penting pertemuan di kantor PMI Banda Aceh Selasa, 11 Mei 2004 melibatkan PMI, ICRC, RCTI dan Alamsyah Hamdani, pengacara Ishak Daud.

Baik PMI maupun ICRC mempercayakan sepenuhnya kepada Sanusi Maha, Ketua PMI Aceh dan Godzon Onanda Zarreba dari ICRC Banda Aceh. Pertemuan memformulasikan persyaratan seperti diminta Ishak Daud lewat loudspeaker telepon genggam Alamsyah. Antara lain, GAM berjanji tidak melakukan operasi militer sehari sebelum dan sampai selesainya penyerahan sandera.

TNI-Polri diminta tidak melakukan penyisiran satu hari sampai penyerahan sandera selesai. Pers dilibatkan dalam penjemputan sandera Fery. Tim penjemput menginap di lokasi penjemputan. Tim penjemput harus menginap di lokasi penyerahan sehari sebelum penyerahan sandera. Tim ICRC harus hadir di lokasi penjemputan.

Akhirnya Ishak Daud setuju tim penjemput tidak usah menginap di lokasi penjemputan. Rumusan draf itu dibawa ke PMDM (Penguasa Darurat Militer Daerah) yang diketuai Pangdam I Iskandar Muda Mayjen Endang Suwarya. Di luar dugaan dalam waktu 10 menit PMDN menyetujui hampir semua isi draf.

Bahkan tim ICRC bisa hadir di lokasi penyerahan. Sedangkan wartawan yang ikut dibatasi lima sampai enam saja. Kelompok wartawan yang berangkat dan bisa menginap adalah Nani Afrida (The Jakarta Post), Imam Wahyudi dan Munir (RCTI), Nezar Patria (Tempo), Solahuddin (AJI), Husni Arifin (Republika) dan Alfian kurir LSM Ranueb Lampuan.

Sabtu pagi, 15 Mei 2004, Ishak Daud minta rombongan penjemput dan wartawan berangkat akan diberi titik penjemputan pukul 09.00 WIB jika sampai di Idi Cut. Sementara PMI membuka posko di Keude Geureubak. Tapi, 25 km menjelang Keude Geureubak, GAM minta rombongan jurnalis dan tim penjemput PMI belok kiri ke arah pengunungan Simpang.

Lokasi penyerahan sandera hanya dua kilo meter dari jalan raya Banda Aceh-Medan. Hari itu GAM menyerahkan 22 tawanan dan mereka yang minta perlindungan kepada GAM kepada PMI.

Enam wartawan yang ikut rombongan tetap bertahan di lokasi sebagai jaminan agar tidak diserang TNI. Esoknya, Minggu 16 Mei 2004, melalui pembicaraan Ishak Daud dengan Alamsyah, Imam Wahyudi, ICRC, Alfian memberitahukan bahwa Posko Langsa minta GAM agar dalam penyerahan hari itu Fery disertakan sebagai niat baik GAM membebaskan tawanan.

Tapi, Ishak berdalih membawa Fery ke lokasi berbahaya karena harus melewati sekat penjagaan TNI. Akhirnya disepakati PMI akan mendatangi lokasi Fery untuk dibawa ke lokasi penyerahan.

Sesampai di lokasi Ishak menemui rombongan wartawan, PMI dan Godzon dari ICRC. Godzon minta GAM menyerahkan Fery untuk dibawa ke Langsa hari itu juga sebagai bentuk kesungguhan GAM membebaskan tawanan.

Tapi Ishak bersikukuh akan menyerahkan Fery besok Senin 17 Mei 2004 setelah acara kenduri dengan menyembelih dua ekor lembu. Negosiasi buntu. Usai salat Ashar, Ishak Daud, Alamsyah, Godzon, Imam Wahyudi berunding di Meunasah (musala-Red). Pembicaraan menghasilkan dua opsi. Pertama, Fery tetap tinggal di lokasi sampai penyerahan Senin 17 Mei 2004. Kedua, Fery dibawa ke Langsa, sebagai gantinya rombongan jurnalis ditahan sebagai jaminan.

Ditambah, Fery harus dibawa kembali besok guna mengikuti upacara kenduri. Akhirnya, opsi dua yang dipilih. Sebelum berangkat ke Langsa dengan membawa Fery, Godzon bertanya kepada Imam Wahyudi dkk soal kesunguhan jadi jaminan Fery.

“Pak Endang (Ketua PMDM) dan jajarannya akan memegang komitmennya dalam menyuskseskan misi ini,” kata Imam Wahyudi kepada Godzon. Sore itu mobil yang membawa saya mulai bergerak meninggalkan lokasi penyerahan menuju Langsa, Aceh Timur menyisakan kawan Imam Wahyudi dkk sebagai jaminan saya bebas.

Mereka rela dirinya menjadi jaminan pengganti saya.Benar-benar luar biasa. Tapi, saya kepikiran terhadap nasib Imam Wahyudi dkk. Bagaimana jika nanti semua pihak (TNI-GAM) tidak menepati kesepakatan yang mereka buat? Jelas Imam Wahyudi dkk nasibnya seperti saya. Jadi sandera. “Itu yang saya takutkan,” aku Fery.

Sampai Langsa, saya dibawa ke RS yang menyatakan saya sehat. Saya pun ditanyai aparat keamanan. Banyak sekali pertanyaan yang diajukan. Semua saya jawab apa adanya.

Baru setelah itu saya boleh istirahat dan mengobrol dengan teman-teman. Apa yang saya khawatirkan sejak meninggalkan lokasi pembebasan tidak jauh meleset. Tapi, saya baru tahu setelah semua persoalan selesai.

Dia (Imam Wahyudi-red) menceritakan kepada saya serta catatan laporan yang dia buat, posisi Imam Wahyudi dkk menjadi tawanan baru GAM. Katanya, menjelang tengah malam setelah saya diberangkatkan ke Langsa, Imam mendapat kabar dari Ishak Daud bahwa TNI hanya memberi waktu jedah tempur sampai pukul 06.00 WIB dan Fery tidak akan dibawa ke lokasi untuk mengikuti kenduri pelepasan.

Informasi yang sama juga disampaikan Edi Suprapto, Ketua AJI. Selain itu, PMI dan ICRC akan ditarik dari Langsa. Suprapto pun mendesak Imam Wahyudi dkk segera meninggalkan lokasi sebelum pukul 06.00 WIB karena tempat itu akan diserang TNI.

Saya tidak membayangkan bagaimana kegusaran Imam Wahyudi dkk dapat berita itu. Imam sadar keberadaannya di sana bukan orang bebas. Tapi, sebagai jaminan atas pembebasan saya yang belum selesai sesuai skenario yang telah disepakati PMI, ICRC, wartawan, GAM maupun TNI.

Dengan kata lain, Imam Wahyudi dkk telah menjadi tawanan baru GAM. Sadar pada posisinya Imam pun geram. Dia merasa ditinggalkan PMI dan ICRC. “Saya bersama-sama dengan teman-teman termasuk PMI dan ICRC tengah menjalankan misi kemanusiaan dan belum tuntas, kenapa kami ditinggalkan,” ujar Imam masgul.

Kepanikan Imam Wahyudi kian menjadi-jadi ketika dia berusaha mengontak Sudi Silalahi lewat HP satelit Ishak Daud tapi tidak diangkat. HP Imam sendiri disita GAM dan tidak boleh digunakan. Beberapa menit kemudian Edi Suprapto menelepon dan memberitahu bahwa semua orang yang ada di posko Langsa di rumah dinas Bupati Aceh Timur sudah meninggalkan lokasi.

Imam mencoba menghubungi Godzon dan mendapat berita besok lokasi akan diserang heli dan artileri. Godzon minta agar Imam dkk segera meninggalkan lokasi.

Mendapat informasi itu, Imam berang. Dia tegaskan ke Godzon, bahwa keberadaanya di lokasi bukan orang bebas. Tapi, sebagai jaminan atas bebasnya Fery, sampai seluruh agenda yang disepakati dipatuhi, dilaksanakan.

Termasuk jeda tempur sampai Senin, 17 Mei 2004 tengah malam pukul 24.00 WIB Imam menambahkan bahwa Ishak Daud sungguh-sungguh ingin mematuhi semua tahapan pelepasan tawanan seperti yang sudah disepakati.

Kesunguhan Ishak ditunjukkan dengan meminjamkan telepon satelitnya kepada Imam untuk menghubungi siapa saja yang bisa mencairkan kebuntuan ini. Imam menghubungi Humas RCTI Teguh Juwarno. Entah apa jawaban Teguh di seberang sana. Menurut Nani Afrida, wartawati Jakarta Post yang ikut jadi penjamin, tangan Imam Wahyudi tampak gemetar. Begitu juga wajahnya pucat Imam Wahyudi tidak menyerah, dia telepon rekan-rekanya yang punya akses ke Panglima TNI maupun Presiden Megawati. Tapi, tidak aktif. Juga mengontak Pemred Jakarta Post, Republika dan Tempo.

Tiba-tiba ada telepon masuk tutut, wartawan Sinar Harapan yang menyatakan, apa yang bisa dibantu. Imam minta apa pun lakukan untuk membuat tenggat waktu jeda tempur diperpanjang TNI.

Nezar telepon Pemred Majalah Tempo Bambang Harymurti tapi hanya ada Toriq Hadad. Masih menurut Nani, tiba-tiba Ishak Daud tertawa lebar setelah Imam Wahyudi menutup telepon. “Ya sudahlah, TNI memang tidak peduli keselamatan kalian. Lebih baik kalian saya bawa sekalian ke hutan. Toh, kalian sejak kemarin sudah siap menjadi jaminan,” kata Ishak.

Maka, Ishak Daud membagi lima wartawan menjadi lima kelompok. Kelompok pertama Imam Wahyudi dengan formasi Ishak Daud, Kelompk dua ada Husni dan Munir. Kelompok tiga ada Nezar. Kelompok empat ada Solahudin.

Sedangkan Nani Afrida dijadikan satu dengan tawanan lain dan tetap tinggal di Masjid Lhok Jok untuk dijemput PMI. Pertimbangannya Nani perempuan. Lagi pula, sudah cukup ada lima wartawan.

Menurut Ishak Daud, dia berhak membawa jaminan masuk hutan jika ternyata TNI tidak konsisten terhadap kesepakatan semula. Mungkin ini juga kehendak Allah. Bisa sehari bersama kami. Bisa setahun seperti Fery.

Ishak benar-benar menikmati kegusaran dan wajah ketakutan para wartawan. Berulangkali Ishak bersenandung, lagu anak ayam turun tujuh mati satu, tinggal enam.

Yang dimaksud anak ayam adalah wartawan yakni, Imam Wahyudi dkk yang menjadi penjamin. Tetapi, Ishak tetap memberi kesempatan terakhir kepada Imam dan Nezar untuk menghubungi siapa pun yang bisa memecah kebuntuan. Kesaksian Nani, Imam mencoba menutupi kegusarannya, sementara Nezar tampak kebingungan.

Solahudin tetap bisa tersenyum meski di balik senyumnya menyimpan keruwetan mendalam. Sedangkan Munir yang biasanya konyol mencoba tidak menujukkan perasaannya. Dia sibuk mengambil gambar.

Waktu telah menujukkan pukul 03.00 WIB dini hari. Ishak mulai membariskan pasukan GAM serta minta penduduk setempat berkumpul. Ishak menjelaskan situasi terakhir dan apa yang akan dia lakukan. Sementara lima kelompok wartawan dikecilkan menjadi tiga karena hanya tiga telepon satelit.

Belum genap perjalanan satu jam junalis penjamin usai meninggalkan Masjid Lhok Jok, telepon Ishak Daud berdering saat berada di lereng bukit tidak jauh dari Meunasah Lhok Jok.

Edi Suprapto hendak bicara dengan Imam. Edi menyampaikan pesan dari Posko Langsa, PMDM setuju memperpanjang tenggat waktu jeda tempur pukul 24.00 WIB Senin, 17 Mei 2004, untuk memberi kesempatan kenduri pelepasan dan evakuasi tawanan seperti skenario yang sudah disepakati.

Imam Wahyudi minta agar Edi berbicara langsung kepada Ishak Daud. Saat itu juga Ishak Daud memerintahkan pasukan GAM membawa kembali para jurnalis ke Masjid Lhok Jok untuk mengikuti upacara pelapasan tawanan dan kenduri dengan menggulai lembu seperti keinginan Ishak Daud.

Setelah upacara selesai pukul pukul 16.00 WIB, Ishak Daud dan pengawalnya mulai meninggalkan Lhok Jok, masuk hutan lagi. Kepada tim PMI, Ishak Daud berpesan semua jurnalis penjamin dia minta tetap ada di tempat sampai pukul 18.00 WIB jika sampai pukul 18.00 WIB tidak ada serangan TNI, para jurnalis dipersilakan meningalkan Lhok Jok. Tapi, jika ada penyerangan semua harus tinggal di tempat sampai pukul 24.00 WIB.

Saat jarum jam menunjukkan pukul 17.30 WIB Imam Wahyudi mendatangi anak buah Ishak Daud yang menjaga tawanan, untuk menanyakan apakah situasi aman? Jawaban anggota GAM sampai detik ini aman.

Apakah kami boleh pergi, kata Imam Wahyudi. Ternyata diizinkan meningalkan Lhok Jok. Maka, saya dan jurnalis penjamin segere menuju Langsa tanpa letusan satu peluru pun.

Setibanya di Langsa, saya mendapat informasi bahwa yang menyelamatkan mereka bukan ICRC atau PMI. Sebab, ICRC maupun PMI sebenarnya sudah mengundurkan diri pukul 00.00 WIB setelah rapat mengalami deadlock. Ketua AJI Edi Suprapto mengungkapkan kekecewannya atas kasus ini.

Jadi yang menyelamatkan jurnalis penjamin adalah teman-teman pers yang ada di Langsa, Aceh Timur. Mereka mendatangi markas Kodim untuk mendesak Panglima PDMD agar memberi tenggat jeda tempur sampai pukul 24.00 WIB dan dikabulkan.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1595 seconds (0.1#10.140)