Dikurangi, Hukuman Maksimal Pelaku Pencemaran Nama Baik

Jum'at, 02 September 2016 - 06:44 WIB
Dikurangi, Hukuman Maksimal Pelaku Pencemaran Nama Baik
Dikurangi, Hukuman Maksimal Pelaku Pencemaran Nama Baik
A A A
JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) Komisi I DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sepakat menurunkan hukuman maksimal pidana bagi pelaku pecemaran nama baik dari enam tahun menjadi empat tahun.

“RUU ITE sudah selesai pembahasannya di Panja, dan masuk ke tim perumus (Timus). Dari Timus itu akan dibahas lagi di panja kalau sudah selesai perumusan. Tapi semua DIM (daftar inventaris masalah) sudah terbahas sudah selesai semua,” kata Anggota Panja RUU ITE Komisi I DPR Sukamta kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 1 September 2016.

Sukamta menjelaskan, mengenai ketentuan pidana bagi pelaku pencemaran nama baik diubah dari sebelumnya enam tahun menjadi maksimal empat tahun dengan delik aduan, yakni korban harus melakukan pelaporan.

Alasan revisi itu karena selama delapan tahun pelaksanaan UU ITE yang lama, terdapat 138 kasus pencemaran nama baik. Kemudian Komisi I DPR mendorong agar ketentuannya disesuaikan dengan Kita Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Ada beberapa yang saya kira paling krusial di Pasal 45 itu soal ancaman pidana, ada draf yang kita turunkan dari pemerintah dari enam tahun jadi empat tahun. Bahkan Pasal 45B soal ancaman dari 12 tahun kita turunkan juga jadi empat tahun,” ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Menurut Sukamta, Pasal 45B itu terkait dengan ancaman kekerasan. Terkait pasal tersebut, pemerintah inginkan 12 tahun pidana.

Dia mencontohkan misalnya, ada seseorang yang mendapatkan ancaman dari orang lain lewat SMS atau layanan pesan singkat lainnya bisa dilaporkan ke polisi.

Kendati demikian DPR menginginkan agar ancaman hukuman penjara maksimal hanya empat tahun. Alasan Komisi I DPR adalah karena saat ini era media sosial. Terkadang orang mengirim pesan bukan untuk bermaksud mengancam, tapi hanya untuk bergurau.

“Ini masuk delik aduan, sebab kalau tanpa delik aduan itu nanti orang kirim SMS bisa dipenjara duluan, baru dinterogasi. Saya juga mengusulkan supaya kalimatnya itu disamakan dengan KUHP, jadi namanya bukan lagi pencemaran nama baik tapi penghinaan dan fitnah kosa kata itu, jadi jelas tidak bisa difatsirkan macam-macam,” tuturnya.

Adapun penghapusan konten yang sudah terbukti mencemarkan nama seseorang atau right to be forgotten, dia menandaskan menjadi salah satu yang masuk ke dalam RUU ITE.

Menurut dia, apabila seseorang yang dicemarkan nama baiknya dan yang mencemarkan itu terbukti bersalah oleh pengadilan maka konten yang sudah terlanjur ada di dunia maya itu untuk di-unsociable. Dengan demikian konten itu yak lagi bisa ditemukan di mesin pencari di internet.

"Pengadilan memerintahkan kepada pemerintah, pemerintah dengan kewenangannya itu memerintahkan kepada semua yang terkait,” katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5971 seconds (0.1#10.140)