Tak Ada Permufakatan Jahat, Kejagung Dinilai Telah Melenceng

Jum'at, 12 Februari 2016 - 21:54 WIB
Tak Ada Permufakatan Jahat, Kejagung Dinilai Telah Melenceng
Tak Ada Permufakatan Jahat, Kejagung Dinilai Telah Melenceng
A A A
JAKARTA - Tudingan adanya permufakatan jahat dalam kaitan kasus rekaman PT Freeport yang dikenal dengan sebutan Papa Minta Saham, sesungguhnya tidak berdasar dan tidak benar.

Sebab dalam pertemuan yang diduga Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Riza Chalid, tidak ada kesepakatan (deal) yang terjadi.

"Sewaktu masalah itu ramai diperbincangkan saja, unsur permufakatan jahatnya tidak ada, karena tidak ada deal," kata Guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof Dr Muzakkir, ketika dimintai tanggapannya, Jumat (12/2/2016).

"Apalagi sekarang, mereka sudah tidak menjabat lagi, tidak mungkin lagi melakukan permufakatan jahat. Jika kasus ini diteruskan, Kejagung telah melenceng dari penegakan hukum," imbuhnya.

Dia justru mempertanyakan mengapa Kejaksaan Agung (Kejagung) ngotot melanjutkan penyelidikan kasus yang sebenarnya tidak memenuhi unsur pidana itu.

"Kenapa dan ada apa ini Jaksa Agung begitu bersemangat? Langkah meneruskan kasus ini menimbulkan pertanyaan publik. Sementara kasus yang sudah lengkap dan siang disidangkan atau P-21 (kasus Abraham Samad, Bambang Widjojanto) dan Novel Baswedan malah mau dihentikan," ungkapnya.

Dijelaskan Muzakkir, dugaan permufakatan jahat yang terus dikumandangkan Jaksa Agung, sudah seharusnya tidak diteruskan, karena Setya Novanto sudah tidak menjabat Ketua DPR.
Begitu juga Maroef Sjamsoeddin sudah mundur dari posisinya sebagai Presiden Direktur PT Freeport. "Permufakatan jahat apa yang bisa mereka lakukan?" tambahnya.

Menurut Muzakkir, begitu ngototnya Kejagung mengusut permufakatan jahat ini diduga Jaksa Agung M Prasetyo sedang mencari panggung dengan terus meminta keterangan Novanto.

Diakuinya, langkah Kejagung meneruskan kasus ini keliru dan melenceng dari kaidah penegakkan hukum. "Sekali melenceng dalam proses penegakan hukum, maka sesungguhnya Jaksa Agung tidak boleh lagi menjadi penegak hukum. Dia harus berhenti," tegasnya.

"Presiden Jokowi harus mencari sosok Jaksa Agung yang kredibel, punya kemampuan, dan independen, tidak berpihak pada kepentingan partai tertentu," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6533 seconds (0.1#10.140)