Lima Provinsi Pilot Project Gerakan Membaca

Kamis, 20 Agustus 2015 - 22:03 WIB
Lima Provinsi Pilot Project Gerakan Membaca
Lima Provinsi Pilot Project Gerakan Membaca
A A A
JAKARTA - Pemerintah menunjuk lima provinsi sebagai pilot project gerakan membaca atau penguatan literasi. 170 judul buku pun disebar dalam proyek tersebut.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Mahsun mengatakan, Mendikbud Anies Baswedan telah mengeluarkan Permendikbud No 21/2015 tentang Kewajiban Membaca selama 15 Menit.

Peraturan tersebut akan difasilitasi oleh Badan Bahasa sebagai satu upaya literasi bahasa. Para siswa dibiasakan membaca dan memahami isi bacaannya serta mampu menjadikan bacaan sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi.

“Kewajiban membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai diartikan sebagai upaya pemahaman literasi bahasa. Tidak hanya wajib membaca namun menuangkan ide dan gagasan terkait apa yang dibacanya,” katanya pada seminar peringatan 70 tahun Hari Jadi Bahasa Negara Merajut Kebhinekaan Bangsa Menuju Bahasa Masyarakat Ekonomi ASEAN di Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Dia menjelaskan, saat ini Badan Bahasa memiliki 446 judul bacaan yang bersumber dari cerita-cerita daerah di berbagai Indonesia. Jumlah itu mengalami seleksi dan akhirnya tinggal 170 judul yang layak dibaca. Namun, itupun masih harus diperbaiki lagi dan akhirnya tercatat sampai sekarang ada lebih dari 70 judul buku yang sudah dicetak.

Menurut Mahsun, buku-buku yang sudah dicetak dalam bentuk paket buku itu sudah siap disebar ke lebih dari 20 sekolah di Medan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Jakarta. Kelima provinsi tersebut adalah pilot project program pembiasaan membaca 15 menit di sekolah.

Dia menerangkan, ada keinginan Badan Bahasa untuk meningkatkan kemampuan guru dalam memahami literasi dan narasi cerita. Diakuinya, selama ini pelajaran bahasa di sekolah belum dijadikan sebagai alat untuk berpikir dan memahami literasi, melainkan hanya sebagai hafalan.

Siswa hanya diajarkan kata-kata dan susunan bahasa, tapi tidak sebagai upaya memahami konsep benda dan kondisi lingkungan di sekitarnya. "Itu salah satu kelemahan sistem pendidikan kita terkait bahasa kita sendiri. Jadi Permendikbud terkait kebiasaan membaca di sekolah ini akan menjadi awal yang baik bagi pembinaan bahasa di sistem pendidikan kita," ujarnya.

Kepala Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Emil Emilia mengatakan, setiap sekolah di kota-kota percontohan akan diberi 12 paket buku bacaan yang berbeda-beda judulnya, dimana satu paket berisi 10 buku atau sama dengan 120 buku.

Nantinya buku-buku ini akan dibagikan ke masing-masing siswa, dibaca sampai habis, dipahami isinya, diambil kesimpulan atau diresensi dan dituangkan ke dalam bentuk deskripsi oleh masing-masing siswa. Sampai akhirnya dibacakan kembali di depan kelas sehingga nasib buku tersebut tidak hanya sekali baca lalu dibuang.

Sementara, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas menyatakan Indonesia memang harus membuat gerakan wajib membaca seperti yang sudah dilakukan Negara lain. Di Thailand Selatan misalnya, siswa SMA diwajibkan membaca minimal lima buku.

Sementara itu, Malaysia dan Singapura minimal enam buku. Di Brunei Darussalam minimal tujuh buku, Rusia 12 buku, Kanada 13 buku, Jepang 15 buku, Swiss 15 buku, Jerman 22 buku, Prancis 30 buku, Belanda 30 buku, dan Amerika Serikat 32 buku.

“Sayangnya dalam Kurikulum 2013 tidak ada ketentuan yang mewajibkan murid SMP dan SMA harus membaca sejumlah buku,” sesalnya.

PILIHAN:
Wiranto Sarankan JK-Rizal Berdebat di Rapat Kabinet

Ahli Tomografi Raih BJ Habibie Technology Award
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5926 seconds (0.1#10.140)