7 Kapolri Kelahiran Jawa Tengah, Nomor 2 Jadi Simbol Polisi Jujur
loading...
A
A
A
Hoegeng Imam Santoso menjadi Kapolri pada periode 9 Mei 1968–2 Oktober 1971. Jenderal polisi ini merupakan kelahiran Pekalongan pada 14 Oktober 1921.
Nama aslinya Iman Santoso. Hoegeng diambil dari kata Bugel yang bermana gemuk. Panggilan di masa kecil itu kemudian dipelesetkan menjadi Bugeng, lalu Hugeng.
Hoegeng dikenal sebagai polisi yang jujur. Seperti diceritakan dalam buku Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan sebuah autobiografi karya Ramadhan KH (1993), Hoegeng membuang barang-barang mewah pemberian bandar judi saat bertugas di Medan, Sumatera Utara. Waktu itu, Hoegeng sedang bertugas membongkar praktik suap-menyuap oknum polisi, jaksa, dan bandar judi.
Bagi Hoegeng lebih hidup melarat daripada menerima suap atau korupsi. Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. "Sebuah kenyataan yang amat memalukan," katanya.
Kejujuran dan sikap antikorupsi Hoegeng telah dikenal luas. Mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur konon pernah mengucapkan kalimat satire terkait polisi. "Hanya ada 3 polisi jujur di negara ini: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng," kata Gus Dur dalam sebuah diskusi bertajuk Dokonstruksi dan Revitalisasi Keindonesiaan di Bentara Budaya Jakarta pada 31 Agustus 2006 silam.
Hoegeng telah meninggal dunia pada 14 Juli 2004 di Jakarta. Saat itu usianya sudah 82 tahun.
3. Jenderal Polisi (Purn) Dr Drs Dibyo Widodo
FOTO/REPRO Buku Dirgahayu 48 Tahun Polda Metro Jaya
Dibyo Widodo merupakan Kapolri pada periode 15 Maret 1996–28 Juni 1998. Ia merupakan jenderal polisi kelahiran Purwokerto, Banyumas, 26 Mei 1946.
Sejumlah peristiwa penting terjadi di masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Dibyo Widodo. Dua di antaranya adalah Pemilihan Umum 1997 dan kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada Soeharto berhenti menjadi presiden dan digantikan BJ Habibie.
Jenderal Pol (Purn) Dibyo Widodo meninggal dunia akibat serangan jantung pada 15 Maret 2012 di Singapura. Lulusan AKABRI Bagian Kepolisian pada 1968 itu dimakamkan TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
Nama aslinya Iman Santoso. Hoegeng diambil dari kata Bugel yang bermana gemuk. Panggilan di masa kecil itu kemudian dipelesetkan menjadi Bugeng, lalu Hugeng.
Hoegeng dikenal sebagai polisi yang jujur. Seperti diceritakan dalam buku Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan sebuah autobiografi karya Ramadhan KH (1993), Hoegeng membuang barang-barang mewah pemberian bandar judi saat bertugas di Medan, Sumatera Utara. Waktu itu, Hoegeng sedang bertugas membongkar praktik suap-menyuap oknum polisi, jaksa, dan bandar judi.
Bagi Hoegeng lebih hidup melarat daripada menerima suap atau korupsi. Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. "Sebuah kenyataan yang amat memalukan," katanya.
Kejujuran dan sikap antikorupsi Hoegeng telah dikenal luas. Mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur konon pernah mengucapkan kalimat satire terkait polisi. "Hanya ada 3 polisi jujur di negara ini: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng," kata Gus Dur dalam sebuah diskusi bertajuk Dokonstruksi dan Revitalisasi Keindonesiaan di Bentara Budaya Jakarta pada 31 Agustus 2006 silam.
Hoegeng telah meninggal dunia pada 14 Juli 2004 di Jakarta. Saat itu usianya sudah 82 tahun.
3. Jenderal Polisi (Purn) Dr Drs Dibyo Widodo
FOTO/REPRO Buku Dirgahayu 48 Tahun Polda Metro Jaya
Dibyo Widodo merupakan Kapolri pada periode 15 Maret 1996–28 Juni 1998. Ia merupakan jenderal polisi kelahiran Purwokerto, Banyumas, 26 Mei 1946.
Sejumlah peristiwa penting terjadi di masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Dibyo Widodo. Dua di antaranya adalah Pemilihan Umum 1997 dan kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada Soeharto berhenti menjadi presiden dan digantikan BJ Habibie.
Jenderal Pol (Purn) Dibyo Widodo meninggal dunia akibat serangan jantung pada 15 Maret 2012 di Singapura. Lulusan AKABRI Bagian Kepolisian pada 1968 itu dimakamkan TMP Kalibata, Jakarta Selatan.