Pentingnya Forum Lintas Agama di ASEAN
Minggu, 25 Desember 2022 - 10:10 WIB
Dari Kawasan Benturan Peradaban ke Kawasan Damai
Dalam sejarah Asia Tenggara kita secara umum mengetahui terjadinya konflik akibat benturan antarperadaban dan agama di kawasan, khususnya di Indonesia. Untuk Asia Tenggara di luar Indonesia kita melihat ada empat kasus konflik yang menonjol, yaitu kasus konflik di Filipina Selatan, Thailand Selatan, Rohingya dan Kamboja.
Konflik Filipina Selatan (Mindanao) merupakan konflik akibat benturan dari dua agama besar (Islam dan Katolik) meskipun ada juga unsur etnisitas. Konflik ini berakar sejak abad 16 yaitu antara Kesultanan/Kedatuan yang sudah ada di Filipina dengan penjajah Spanyol yang datang belakangan.
Pada waktu Perang Dunia (PD) ke II, Amerika Serikat (AS) menjanjikan kemerdekaan Mindanao bila Bangsa Moro membantu AS dalam perang melawan Jepang. Namun setelah PD II Mindanao tetap menjadi satu dengan Filipina yang merdeka pada 1946.
Kekecewaan ini ditambah perasaan didiskriminasikan oleh Pemerintah Manila selama 23 tahun bersatu. Maka, pada1969 pecahlah pemberontakan Bangsa Moro melawan Pemerintah Manila. Setelah lebih 40 tahun, akhirnya konflik dapat diselesaikan dengan ditandatanganinya perjanjian damai pada 2014.
Konflik Thailand Selatan (Pathani) merupakan konflik akibat benturan dari dua agama besar (Islam dan Buddha) meskipun ada unsur etnisitas juga. Konflik ini bermula pada abad 18 di mana pada 1785 Kesultanan Pathani yang muslim ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand) yang Budha. Akhirnya konflik tersebut dapat diredam melalui kebijakan Pemerintah Bangkok yang positif, yaitu melibatkan mereka dalam pemerintahan pada 2006.
Adapun konflik Rohingya di Myanmar merupakan konflik akibat benturan dua agama besar (Islam dan Buddha) meskipun ada juga unsur etnisitas. Menurut catatan sejarah keberadaan orang Rohingya di Arakan sudah sejak lama. Konflik ini mulanya dari penaklukan kerajaan Arakan oleh Kerajaan Burma pada 1785. Kemudian setelah Myanmar merdeka, pemerintah Myanmar tak mengakui mereka sebagai warga negara. Puncaknya, pada 2017 ketika terjadi pembantaian dan pengusiran secara besar-besaran yang mengakibatkan lebih dari 1 juta orang Rohingya mengungsi.
Konflik Kamboja sangat menonjol karena kekejaman rezim komunis Khmer Merah pimpinan Polpot pada 1975-1979. Selama empat tahun berkuasa, rezim ini telah membantai sekitar dua juta rakyatnya sendiri yang tidak setuju dengan komunisme, termasuk kelompok agama.
Tercatat sekitar 90.000 muslim Kamboja turut dibantai. Akhirnya rezim ini dapat ditumbangkan oleh kelompok perlawanan yang dibantu Vietnam.
Keberadaan ASEAN lambat laun berhasil meminimalisasi empat kasus konflik benturan peradaban besar tersebut. Namun, apabila tidak dikelola dengan baik, dikhawatirkan benturan tersebut akan membesar lagi. Untuk itu perlu diintensifkan dialog antarsemua kelompok masyarakat, termasuk kelompok agama, di kawasan ini.
Dalam sejarah Asia Tenggara kita secara umum mengetahui terjadinya konflik akibat benturan antarperadaban dan agama di kawasan, khususnya di Indonesia. Untuk Asia Tenggara di luar Indonesia kita melihat ada empat kasus konflik yang menonjol, yaitu kasus konflik di Filipina Selatan, Thailand Selatan, Rohingya dan Kamboja.
Konflik Filipina Selatan (Mindanao) merupakan konflik akibat benturan dari dua agama besar (Islam dan Katolik) meskipun ada juga unsur etnisitas. Konflik ini berakar sejak abad 16 yaitu antara Kesultanan/Kedatuan yang sudah ada di Filipina dengan penjajah Spanyol yang datang belakangan.
Pada waktu Perang Dunia (PD) ke II, Amerika Serikat (AS) menjanjikan kemerdekaan Mindanao bila Bangsa Moro membantu AS dalam perang melawan Jepang. Namun setelah PD II Mindanao tetap menjadi satu dengan Filipina yang merdeka pada 1946.
Kekecewaan ini ditambah perasaan didiskriminasikan oleh Pemerintah Manila selama 23 tahun bersatu. Maka, pada1969 pecahlah pemberontakan Bangsa Moro melawan Pemerintah Manila. Setelah lebih 40 tahun, akhirnya konflik dapat diselesaikan dengan ditandatanganinya perjanjian damai pada 2014.
Konflik Thailand Selatan (Pathani) merupakan konflik akibat benturan dari dua agama besar (Islam dan Buddha) meskipun ada unsur etnisitas juga. Konflik ini bermula pada abad 18 di mana pada 1785 Kesultanan Pathani yang muslim ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand) yang Budha. Akhirnya konflik tersebut dapat diredam melalui kebijakan Pemerintah Bangkok yang positif, yaitu melibatkan mereka dalam pemerintahan pada 2006.
Adapun konflik Rohingya di Myanmar merupakan konflik akibat benturan dua agama besar (Islam dan Buddha) meskipun ada juga unsur etnisitas. Menurut catatan sejarah keberadaan orang Rohingya di Arakan sudah sejak lama. Konflik ini mulanya dari penaklukan kerajaan Arakan oleh Kerajaan Burma pada 1785. Kemudian setelah Myanmar merdeka, pemerintah Myanmar tak mengakui mereka sebagai warga negara. Puncaknya, pada 2017 ketika terjadi pembantaian dan pengusiran secara besar-besaran yang mengakibatkan lebih dari 1 juta orang Rohingya mengungsi.
Konflik Kamboja sangat menonjol karena kekejaman rezim komunis Khmer Merah pimpinan Polpot pada 1975-1979. Selama empat tahun berkuasa, rezim ini telah membantai sekitar dua juta rakyatnya sendiri yang tidak setuju dengan komunisme, termasuk kelompok agama.
Tercatat sekitar 90.000 muslim Kamboja turut dibantai. Akhirnya rezim ini dapat ditumbangkan oleh kelompok perlawanan yang dibantu Vietnam.
Keberadaan ASEAN lambat laun berhasil meminimalisasi empat kasus konflik benturan peradaban besar tersebut. Namun, apabila tidak dikelola dengan baik, dikhawatirkan benturan tersebut akan membesar lagi. Untuk itu perlu diintensifkan dialog antarsemua kelompok masyarakat, termasuk kelompok agama, di kawasan ini.
Lihat Juga :
tulis komentar anda