Kasus Kematian Brigadir J, Kedepankan Asas Due Process of Law
Kamis, 04 Agustus 2022 - 20:10 WIB
Dikatakan Julius, kinerja Tim Khusus Mabes Polri dapat dinilai dari indikator proses Pro Justitia: memastikan peristiwa yang terjadi, mencari alat bukti seperti saksi, CCTV, administrasi dan penggunaan senjata api, serta informasi yang menguatkan substansi, salah satunya dengan menggunakan metode investigasi kejahatan (penyidikan) berbasis ilmiah (scientific crime investigation).
"Artinya, setiap keterangan saksi harus diuji secara ilmiah dan tidak boleh bersifat satu sisi atau sepihak, mengingat beragam keganjilan yang terjadi di mata publik dan keluarga Brigadir J harus terjawab secara transparan dan akuntabel," ucapnya.
Tranparansi dalam pro justitia menurut dia, dinilai dari bagaimana Tim Khusus mampu menjelaskan setiap proses penyidikan dan perkembangan yang terjadi serta target yang akan dicapai demi memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada publik, bukan hanya keluarga Brigadir J.
Begitu juga dengan akuntabilitas dalam pro justitia, di mana pihak-pihak yang disebutkan selama ini berlatar belakang sama, yakni Anggota Polri dengan kepangkatan yang berbeda jenjang. Penting untuk memastikan akuntabilitas dengan menguatkan peran lembaga pengawasan eksternal seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, LPSK, Kompolnas, bahkan Kejaksaan.
"Komnas HAM wajib memastikan peristiwa kematian Brigadir J apakah telah terjadi atau tidak pelanggaran HAM, baik yang bersifat mandiri maupun adanya unsur komando," ujarnya.
Selain itu Komnas HAM juga harus memeriksa apakah proses penyelidikan-penyidikan oleh Polri juga menimbulkan pelanggaran HAM, baik akibat undue delay (pelambatan proses) maupun apabila hak-hak para pihak yang terlanggar selama proses.
Dengan catatan kata Julius, Komnas HAM tidak berwenang untuk bertindak secara Pro Justitia karena bukan Penyidik. Demikian juga dengan Komnas Perempuan untuk memeriksa apakah ada atau tidak dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh Ibu P.
Hal ini juga berkaitan dengan LPSK untuk memastikan setiap saksi dan korban dalam keadaan aman dan tanpa gangguan apapun. Sedangkan Ombudsman RI wajib memeriksa apakah keseluruhan proses penyelidikan-penyidikan telah dilengkapi oleh administrasi yang sah dan tanpa ada rekayasa.
Kemudian Kompolnas untuk memeriksa profesionalitas serta etik para Anggota yang terlibat maupun tim penyelidik-penyidik sejak awal pemeriksaan peristiwa kematian Brigadir J.
"Serta Kejaksaan untuk memastikan pro justitia telah memenuhi syarat formil dan materiil untuk dapat dituntut ke pengadilan, termasuk keutuhan kronologis peristiwa, sinkronisasi status pihak yang terlibat serta perbuatan yang disangkakan dan akan didakwa," tutupnya.
"Artinya, setiap keterangan saksi harus diuji secara ilmiah dan tidak boleh bersifat satu sisi atau sepihak, mengingat beragam keganjilan yang terjadi di mata publik dan keluarga Brigadir J harus terjawab secara transparan dan akuntabel," ucapnya.
Tranparansi dalam pro justitia menurut dia, dinilai dari bagaimana Tim Khusus mampu menjelaskan setiap proses penyidikan dan perkembangan yang terjadi serta target yang akan dicapai demi memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada publik, bukan hanya keluarga Brigadir J.
Begitu juga dengan akuntabilitas dalam pro justitia, di mana pihak-pihak yang disebutkan selama ini berlatar belakang sama, yakni Anggota Polri dengan kepangkatan yang berbeda jenjang. Penting untuk memastikan akuntabilitas dengan menguatkan peran lembaga pengawasan eksternal seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, LPSK, Kompolnas, bahkan Kejaksaan.
"Komnas HAM wajib memastikan peristiwa kematian Brigadir J apakah telah terjadi atau tidak pelanggaran HAM, baik yang bersifat mandiri maupun adanya unsur komando," ujarnya.
Selain itu Komnas HAM juga harus memeriksa apakah proses penyelidikan-penyidikan oleh Polri juga menimbulkan pelanggaran HAM, baik akibat undue delay (pelambatan proses) maupun apabila hak-hak para pihak yang terlanggar selama proses.
Dengan catatan kata Julius, Komnas HAM tidak berwenang untuk bertindak secara Pro Justitia karena bukan Penyidik. Demikian juga dengan Komnas Perempuan untuk memeriksa apakah ada atau tidak dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh Ibu P.
Hal ini juga berkaitan dengan LPSK untuk memastikan setiap saksi dan korban dalam keadaan aman dan tanpa gangguan apapun. Sedangkan Ombudsman RI wajib memeriksa apakah keseluruhan proses penyelidikan-penyidikan telah dilengkapi oleh administrasi yang sah dan tanpa ada rekayasa.
Kemudian Kompolnas untuk memeriksa profesionalitas serta etik para Anggota yang terlibat maupun tim penyelidik-penyidik sejak awal pemeriksaan peristiwa kematian Brigadir J.
"Serta Kejaksaan untuk memastikan pro justitia telah memenuhi syarat formil dan materiil untuk dapat dituntut ke pengadilan, termasuk keutuhan kronologis peristiwa, sinkronisasi status pihak yang terlibat serta perbuatan yang disangkakan dan akan didakwa," tutupnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda