Wajib Tes Covid-19 di Transportasi Umum Dinilai Bebani Masyarakat
Jum'at, 12 Juni 2020 - 16:39 WIB
"Apakah pemerintah bisa menjamin alat transportasi dan terminal bandara atau pelabuhan pasti steril semua dari Covid-19? Tidak mungkin,” ujarnya.
Dia menegaskan, jika mau adil, kebijakan wajib tes Covid-19 jangan hanya berlaku bagi penumpang, tetapi juga seluruh komponen yang ada di bandara atau pelabuhan, serta semua transportasi publik dari tempat asal yang menuju terminal ataupun dari terminal menuju tempat tujuan akhir.
"Jadi janganlah menyudutkan konsumen sedangkan pemerintah yang menyediakan infrastruktur dan sumber daya manusianya tidak melaksanakan standarisasi Covid-19 tersebut,” kata politikus Partai Gerindra ini,
Menurut dia, transportasi merupakan urat nadi dan darah perekonomian sehingga tidak boleh dihambat dengan aturan yang tidak penting dan berbiaya tinggi.
Diketahui, kata Bambang, biaya tes Covid-19 secara mandiri relatif mahal. Dia menyebutkan di salah satu rumah sakit swasta, untuk rapid test, misalnya, sekitar Rp400.000 sementara tes swab PCR berkisar Rp1,5 juta(hasil test keluar dalam 10 hari), Rp3,5 juta (7 hari), hingga Rp6,5 juta (3 hari).
Menurut dia, ada indikasi pandemi Covid-19 justru dijadikan ajang untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan Kementerian Perhubungan bisa dikendalikan oleh kebijakan Gugus Tugas yang dinilai tidak berdasar.
“Saat ini Presiden Jokowi sudah bersiap menerapkan new normal maka kebijakan Gugus Tugas tersebut seharusnya telah dicabut," tuturnya.
Di sisi lain, kata Bambang, sebagian besar kota besar di Indonesia sudah menyandang predikat zona merah dan bahkan hitam. Interaksi antarkota di dalam kepulauan atau antarpulau sudah tidak perlu adanya pengetatan yang sesuai dengan SEGT Nomor 7 tahun 2020 seperti halnya yang diberlakukan di sebagian besar negara yaitu Jepang, Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Australia, Malaysia, Filipina dan lain lain.
"Mereka tidak memberlakukan pemeriksaan tes Covid-19 atau PCR bagi penumpang pesawat, kapal laut dan termasuk kereta api,” ungkapnya.
Menurut Bambang, ketentuan SEGT Nomor 7 tahun 2020 yang diberlakukan untuk transportasi udara, laut dan darat di Indonesia mengesankan Kementerian Perhubungan sebagai subsektor terlihat lemah dan kurang memahami esensi kebijakan transportasi sehingga diindikasikan mudah dikendalikan oleh kepentingan komersial.
Dia menegaskan, jika mau adil, kebijakan wajib tes Covid-19 jangan hanya berlaku bagi penumpang, tetapi juga seluruh komponen yang ada di bandara atau pelabuhan, serta semua transportasi publik dari tempat asal yang menuju terminal ataupun dari terminal menuju tempat tujuan akhir.
"Jadi janganlah menyudutkan konsumen sedangkan pemerintah yang menyediakan infrastruktur dan sumber daya manusianya tidak melaksanakan standarisasi Covid-19 tersebut,” kata politikus Partai Gerindra ini,
Menurut dia, transportasi merupakan urat nadi dan darah perekonomian sehingga tidak boleh dihambat dengan aturan yang tidak penting dan berbiaya tinggi.
Diketahui, kata Bambang, biaya tes Covid-19 secara mandiri relatif mahal. Dia menyebutkan di salah satu rumah sakit swasta, untuk rapid test, misalnya, sekitar Rp400.000 sementara tes swab PCR berkisar Rp1,5 juta(hasil test keluar dalam 10 hari), Rp3,5 juta (7 hari), hingga Rp6,5 juta (3 hari).
Menurut dia, ada indikasi pandemi Covid-19 justru dijadikan ajang untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan Kementerian Perhubungan bisa dikendalikan oleh kebijakan Gugus Tugas yang dinilai tidak berdasar.
“Saat ini Presiden Jokowi sudah bersiap menerapkan new normal maka kebijakan Gugus Tugas tersebut seharusnya telah dicabut," tuturnya.
Di sisi lain, kata Bambang, sebagian besar kota besar di Indonesia sudah menyandang predikat zona merah dan bahkan hitam. Interaksi antarkota di dalam kepulauan atau antarpulau sudah tidak perlu adanya pengetatan yang sesuai dengan SEGT Nomor 7 tahun 2020 seperti halnya yang diberlakukan di sebagian besar negara yaitu Jepang, Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Australia, Malaysia, Filipina dan lain lain.
"Mereka tidak memberlakukan pemeriksaan tes Covid-19 atau PCR bagi penumpang pesawat, kapal laut dan termasuk kereta api,” ungkapnya.
Menurut Bambang, ketentuan SEGT Nomor 7 tahun 2020 yang diberlakukan untuk transportasi udara, laut dan darat di Indonesia mengesankan Kementerian Perhubungan sebagai subsektor terlihat lemah dan kurang memahami esensi kebijakan transportasi sehingga diindikasikan mudah dikendalikan oleh kepentingan komersial.
tulis komentar anda