Kemendagri Tegaskan Kas Pemda di Perbankan Dipersiapkan Sesuai Peruntukan
Kamis, 16 September 2021 - 22:05 WIB
Baca juga: Menko Airlangga: Aturan Pemda Harus Sejalan dengan UU Cipta Kerja
Senada dengan Ganjar, Bima Arya juga mengatakan, setiap daerah memiliki kas yang disimpan di perbankan. Kas tersebut untuk menyimpan seluruh penerimaan daerah, dan membayar semua pengeluaran daerah. Bima juga menyinggung berbagai faktor yang membuat adanya pengendapan kas daerah di perbankan, salah satunya karena memiliki SILPA.
"Di Kota Bogor, kita tidak melakukan penyimpanan uang, apalagi untuk mendapatkan keuntungan bunga, itu tidak," katanya.
Dia menjelaskan, bila saat ini masih ada saldo di perbankan, maka itu akan digunakan untuk membayar kegiatan pada periode akhir tahun ini. Sedangkan Saldo pada akhir tahun, bakal dihitung sebagai SiLPA 2022 yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang bersifat wajib dan mengikat, seperti gaji ASN, pembayaran listrik, pengelolaan sampah, dan sebagainya.
Lebih lanjut Ardian menjelaskan bahwa sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercatat terkontraksi akibat pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pendorong hal ini terjadi. Namun, setidaknya Kemendagri mencatat, terdapat 3 (tiga) jenis retribusi yang naik, yakni retribusi belanja kesehatan, retribusi pelayanan pemakaman, dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
Meski demikian, hampir seluruh sektor PAD lainnya mengalami penurunan, misalnya saja perhotelan dan restoran. Kondisi seperti ini diperparah dengan adanya dana transfer pusat yang turut terkoreksi akibat refocusing dan ketidakpastian realisasi pendapatan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena itu, Pemda diberikan kesempatan untuk dapat melakukan manajemen kasnya melalui mekanisme penyimpanan di perbankan, hingga waktunya dicairkan sesuai peruntukannya.
"Begitu pendapatan Pemda terkontraksi, mereka berpikir bagaimana bayar listrik, pelayanan publik, pendidikan dan lain sebagainya, jadi ada terkesan pemda menyimpan uang. (Padahal) itu sudah ada peruntukannya, tinggal momentum kapan dibayarkan," katanya.
Sebagai contoh, alokasi belanja modal Pemda dalam APBD sejumlah Rp192,32 triliun atau 15,91 persen dari total belanja daerah Provinsi dan kabupaten/kota, pembayaran atas belanja modal dimaksud memiliki tahapan pembayaran sesuai kontrak, jadi tidak bisa langsung digelondongkan di depan.
"Pada saat pemda butuh, bahkan hari ini sekali pun langsung kontek 'kembalikan uangnya, mau kita bayar', itu bisa langsung dicairkan. Jadi deposito atau di perbankan itu dalam rangka manajemen kas," katanya.
Senada dengan Ganjar, Bima Arya juga mengatakan, setiap daerah memiliki kas yang disimpan di perbankan. Kas tersebut untuk menyimpan seluruh penerimaan daerah, dan membayar semua pengeluaran daerah. Bima juga menyinggung berbagai faktor yang membuat adanya pengendapan kas daerah di perbankan, salah satunya karena memiliki SILPA.
"Di Kota Bogor, kita tidak melakukan penyimpanan uang, apalagi untuk mendapatkan keuntungan bunga, itu tidak," katanya.
Dia menjelaskan, bila saat ini masih ada saldo di perbankan, maka itu akan digunakan untuk membayar kegiatan pada periode akhir tahun ini. Sedangkan Saldo pada akhir tahun, bakal dihitung sebagai SiLPA 2022 yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang bersifat wajib dan mengikat, seperti gaji ASN, pembayaran listrik, pengelolaan sampah, dan sebagainya.
Lebih lanjut Ardian menjelaskan bahwa sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercatat terkontraksi akibat pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pendorong hal ini terjadi. Namun, setidaknya Kemendagri mencatat, terdapat 3 (tiga) jenis retribusi yang naik, yakni retribusi belanja kesehatan, retribusi pelayanan pemakaman, dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
Meski demikian, hampir seluruh sektor PAD lainnya mengalami penurunan, misalnya saja perhotelan dan restoran. Kondisi seperti ini diperparah dengan adanya dana transfer pusat yang turut terkoreksi akibat refocusing dan ketidakpastian realisasi pendapatan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena itu, Pemda diberikan kesempatan untuk dapat melakukan manajemen kasnya melalui mekanisme penyimpanan di perbankan, hingga waktunya dicairkan sesuai peruntukannya.
"Begitu pendapatan Pemda terkontraksi, mereka berpikir bagaimana bayar listrik, pelayanan publik, pendidikan dan lain sebagainya, jadi ada terkesan pemda menyimpan uang. (Padahal) itu sudah ada peruntukannya, tinggal momentum kapan dibayarkan," katanya.
Sebagai contoh, alokasi belanja modal Pemda dalam APBD sejumlah Rp192,32 triliun atau 15,91 persen dari total belanja daerah Provinsi dan kabupaten/kota, pembayaran atas belanja modal dimaksud memiliki tahapan pembayaran sesuai kontrak, jadi tidak bisa langsung digelondongkan di depan.
"Pada saat pemda butuh, bahkan hari ini sekali pun langsung kontek 'kembalikan uangnya, mau kita bayar', itu bisa langsung dicairkan. Jadi deposito atau di perbankan itu dalam rangka manajemen kas," katanya.
tulis komentar anda