Pakar Hukum Bahas Aturan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik
Senin, 09 Agustus 2021 - 22:55 WIB
Kata nasional yang berhuruf besar dan dilekatkan pada LMKN menjadi sebuah penamaan Lembaga seperti halnya BPHN, BPN, PKN dan seterusnya. "Nah, apalagi ketika anggota LMKN tadi tidak diisi dengan utusan-utusan LMK, melainkan dipilih pansel yang dibentuk oleh Menteri dengan nomenklatur komisioner. Untuk hal ini tidak sejalan dengan ide dalam UUHC, bahwa LMK Nasional adalah LMK," kata Prof Agus.
Penyimpangan konsep semakin dikukuhkan dengan terbitnya PP 56 Tahun 2021 yang menegaskan bahwa LMKN adalah bukan LMK yang secara hukum perdata mewakili para pemilik hak. "Kita tahu anggota LMKN (di sini ada Pak Marulan (dipilih oleh Pansel, dan mereka tidak mendapat kuasa dari para pemilik hak), melainkan mendapat kewenangan dari otoritas publik, yakni menteri," kata Prof Agus.
LMK ini bukan lembaga publik, tetapi lembaga pemerintah. Tidak ada Lembaga pemerintah yang non APBN dan harus menggunakan APBN.
Dalam menutup seminar, Prof Agus menyebut, sebaiknya dalam menyusun peraturan perundang-undangan, selalu mau mendengar dari stakeholder yang berkepentingan. "Kalau kita bicara dalam perspektif perundang-undangan, ada prinsip yang menggunakan metode ROCCOPI. Sebuah metode yang disusun dan dipopulerkan oleh Ann, Robert t Siedman dan Nalin Abeysekere dari Amerika Serikat," katanya.
ROCCIPI sendiri menurut Prof Agus adalah:
R-ule = aturannya harus sesuai dengan doktrin hukum peraturan. Aturan yang di bawah jangan menabrak yang di atasnya. Harus jelas, jangan multitafsir dan harus bisa dilaksanakan.
O-purtunity = kesempatan untuk melaksanakan aturan supaya mereka bisa dilaksanakan sebaik-baiknya, tidak kemudian timbul masalah, karena ketidakjelasan aturan.
C-apacity = subjek yang menjadi aturan, semestinya berdasarkan kapasitas.
C-omunication= perlu ada komunikasi dengan stake holder saat penyusunan undang-undang, supaya nanti kalau sudah menjadi peraturan tdak menjadi kontroversi
I-nterest = penyusunan undang undang bukan berdasarkan interest pribadi, tapi interest warga masyrakat.
Penyimpangan konsep semakin dikukuhkan dengan terbitnya PP 56 Tahun 2021 yang menegaskan bahwa LMKN adalah bukan LMK yang secara hukum perdata mewakili para pemilik hak. "Kita tahu anggota LMKN (di sini ada Pak Marulan (dipilih oleh Pansel, dan mereka tidak mendapat kuasa dari para pemilik hak), melainkan mendapat kewenangan dari otoritas publik, yakni menteri," kata Prof Agus.
LMK ini bukan lembaga publik, tetapi lembaga pemerintah. Tidak ada Lembaga pemerintah yang non APBN dan harus menggunakan APBN.
Dalam menutup seminar, Prof Agus menyebut, sebaiknya dalam menyusun peraturan perundang-undangan, selalu mau mendengar dari stakeholder yang berkepentingan. "Kalau kita bicara dalam perspektif perundang-undangan, ada prinsip yang menggunakan metode ROCCOPI. Sebuah metode yang disusun dan dipopulerkan oleh Ann, Robert t Siedman dan Nalin Abeysekere dari Amerika Serikat," katanya.
ROCCIPI sendiri menurut Prof Agus adalah:
R-ule = aturannya harus sesuai dengan doktrin hukum peraturan. Aturan yang di bawah jangan menabrak yang di atasnya. Harus jelas, jangan multitafsir dan harus bisa dilaksanakan.
O-purtunity = kesempatan untuk melaksanakan aturan supaya mereka bisa dilaksanakan sebaik-baiknya, tidak kemudian timbul masalah, karena ketidakjelasan aturan.
C-apacity = subjek yang menjadi aturan, semestinya berdasarkan kapasitas.
C-omunication= perlu ada komunikasi dengan stake holder saat penyusunan undang-undang, supaya nanti kalau sudah menjadi peraturan tdak menjadi kontroversi
I-nterest = penyusunan undang undang bukan berdasarkan interest pribadi, tapi interest warga masyrakat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda