NIK Tidak Boleh Jadi Penghalang Vaksinasi Covid-19
Kamis, 29 Juli 2021 - 15:48 WIB
Pada setahun pertama pandemi, lokasi yang terpencil dan relatif terisolasi, kehidupan mandiri, dan kearifan lokal membuat masyarakat adat relatif aman dari Covid-19. Namun seiring perkembangan varian virus yang lebih dahsyat dan mudah
menular, pertahanan masyarakat adat mulai jebol.
Peningkatan angka positif Covid-19 Masyarakat Adat yang cukup signifikan, menurut AMAN, terjadi di kawasan Aru Kayau, Kalimantan Utara; Lamandau, Kalimantan Tengah; Tana Toraja dan Toraja Utara, Sulawesi Selatan; Sigi, Sulawesi Tengah; dan Kepulauan Aru, Maluku. "Untuk detail jumlah yang positifnya belum ada karena test and tracing tidak berjalan baik di sana," kata Rukka.
Mengingat peran penting dalam menjaga biodiversitas dan lumbung pangan, Rukka
menegaskan, masyarakat adat perlu dilindungi. Kerusakan pada masyarakat adat
dan daerah yang menjadi ruang tinggal masyarakat adat, Rukka menjelaskan, pada
akhirnya akan berbahaya bagi seluruh wilayah Indonesia.
Persyaratan NIK untuk vaksin juga menjadi persoalan bagi kelompok rentan dalam berbagai bentuk. Kelompok disabilitas, anak-anak dalam berbagai kondisi yang tak memiliki akta kelahiran, petani, lansia, buruh, transpuan, tunawisma, misalnya, kerap
tidak memiliki NIK. Jika keberadaan KTP dijadikan persyaratan vaksin, by name by address, kelompok marginal akan mengalami risiko tak tersentuh akses vaksinasi dan ini membahayakan keseluruhan upaya penanganan pandemi.
Sebagian masyarakat adat dan kelompok rentan tidak memiliki akses layanan kesehatan yang memadai. Misalnya, karena lokasi tinggal yang terlalu jauh dari fasilitas kesehatan, ketiadaan infrastruktur, atau adanya keterbatasan fisik. Akibatnya, riwayat kesehatan, keberadaan status komorbid, tidak sepenuhnya diketahui. Karenanya, pemerintah juga perlu menyediakan fasilitas pengecekan pre-vaksin untuk mengetahui kondisi komorbid calon penerima vaksin.
menular, pertahanan masyarakat adat mulai jebol.
Peningkatan angka positif Covid-19 Masyarakat Adat yang cukup signifikan, menurut AMAN, terjadi di kawasan Aru Kayau, Kalimantan Utara; Lamandau, Kalimantan Tengah; Tana Toraja dan Toraja Utara, Sulawesi Selatan; Sigi, Sulawesi Tengah; dan Kepulauan Aru, Maluku. "Untuk detail jumlah yang positifnya belum ada karena test and tracing tidak berjalan baik di sana," kata Rukka.
Mengingat peran penting dalam menjaga biodiversitas dan lumbung pangan, Rukka
menegaskan, masyarakat adat perlu dilindungi. Kerusakan pada masyarakat adat
dan daerah yang menjadi ruang tinggal masyarakat adat, Rukka menjelaskan, pada
akhirnya akan berbahaya bagi seluruh wilayah Indonesia.
Persyaratan NIK untuk vaksin juga menjadi persoalan bagi kelompok rentan dalam berbagai bentuk. Kelompok disabilitas, anak-anak dalam berbagai kondisi yang tak memiliki akta kelahiran, petani, lansia, buruh, transpuan, tunawisma, misalnya, kerap
tidak memiliki NIK. Jika keberadaan KTP dijadikan persyaratan vaksin, by name by address, kelompok marginal akan mengalami risiko tak tersentuh akses vaksinasi dan ini membahayakan keseluruhan upaya penanganan pandemi.
Sebagian masyarakat adat dan kelompok rentan tidak memiliki akses layanan kesehatan yang memadai. Misalnya, karena lokasi tinggal yang terlalu jauh dari fasilitas kesehatan, ketiadaan infrastruktur, atau adanya keterbatasan fisik. Akibatnya, riwayat kesehatan, keberadaan status komorbid, tidak sepenuhnya diketahui. Karenanya, pemerintah juga perlu menyediakan fasilitas pengecekan pre-vaksin untuk mengetahui kondisi komorbid calon penerima vaksin.
Lihat Juga :
tulis komentar anda