Akankah Benyamin Netanyahu Ditetapkan Penjahat Perang di Palestina?
Senin, 24 Mei 2021 - 16:10 WIB
Kabinet Israel yang juga disambut gembira oleh Penduduk Israel yang tidak siap perang dan selama 15 hari tinggal dalam banker perlindungan mendukung dikeluarkan keputusan untuk menyetujui gencatan senjata dengan Hamas
Mengapa Israel Salah dan Kalah?
Beberapa hari sebelum terjadi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina, sejumlah media di Israel memberikan catatan buruk terhadap operasi militer yang membabi-buta yang dilakukan pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu. Israel menjadi sorotan dunia internasional atas kekerasan, pembantaian dan pembunuhan terhadap warga sipil, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat. Citra Israel semakin buruk dan menegaskan Israel sebagai penjajah, penindas, dan sekaligus pelaku apartheid.
Kritik dan protes di dalam Israel sendiri dapat menggambarkan bahwa Israel-Netanyahu benar-benar salah dan kalah. Israel telah mempertontonkan kebiadaban, penjajahan, penindasan, kekerasan, dan kejahatan.
Dalam 11 hari serangan pesawat dan mesin tempur Israel yang bombardir Gaza dan agresi militer di Tepi Barat, setidaknya 253 warga Palestina yang tewas. Di antaranya 65 anak-anak, 39wanita, 17 warga lanjut usia, dan ribuan warga lainnya luka-luka. Mereka yang tewas adalah penduduk sipil non kombatan yang sepatutnya dilindungi. Sedangkan dari pihak Israel ada 12 warga yang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Di Era sosmed warga Jalur Gaza dan Tepi Barat dapat menyiarkan peristiwa yang terjadi di wilayahnya secara langsung melalui WA, Instagram, Tik-Tok, Twitter, Facebook, Youtube, dan lain-lainnya. Padahal beberapa layanan media sosial tersebut berusaha untuk menyensor informasi yang disebarluaskan warga Gaza dan Tepi Barat. Namun protes keras dari warga dunia akhirnya membuat penyedia layanan media sosial luluh karena khawatir ditinggalkan para penggunanya.
Israel menjadi tidak mampu menghadapi banjirnya informasi di media sosial yang mempertontonkan kebiadaban. Israel tidak bisa lagi menggunakan dalih bahwa mereka membalas dalam rangka melindungi diri (self defense) seperti yang selama ini dijadikan tameng sehingga seakan mendapatkan keabsahan dalam melakukan kebrutalan di Palestina dan yang diakupasi Israel.
Faktanya, rudal-rudal Israel menyasar warga sipil secara membabi buta dan brutal. Israel jelas telah melanggar hak asasi manusia dan etika perang yang paling fundamental, perihal menghindari jatuhnya korban anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia
Israel kalah dan gagal karena tidak mampu melumpuhkan Hamas. Justru dalam setiap operasi militer, Hamas justru selalu mendapatkan keuntungan dengan naiknya popularitas. Andai setelah operasi militer Israel ini digelar pemilu di Palestina, maka hampir dipastikan Hamas akan memenangkan pemilu dengan sangat meyakinkan.
Apalagi dalam krisis politik terakhir, Hamas menunjukkan kemampuannya dengan meluncurkan 3.000 rudal lebih ke sebagian besar kota-kota dalam Israel dan mampu menembus Iron Dome Israel yang selama ini sulit ditembus.
Mengapa Israel Salah dan Kalah?
Beberapa hari sebelum terjadi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina, sejumlah media di Israel memberikan catatan buruk terhadap operasi militer yang membabi-buta yang dilakukan pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu. Israel menjadi sorotan dunia internasional atas kekerasan, pembantaian dan pembunuhan terhadap warga sipil, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat. Citra Israel semakin buruk dan menegaskan Israel sebagai penjajah, penindas, dan sekaligus pelaku apartheid.
Kritik dan protes di dalam Israel sendiri dapat menggambarkan bahwa Israel-Netanyahu benar-benar salah dan kalah. Israel telah mempertontonkan kebiadaban, penjajahan, penindasan, kekerasan, dan kejahatan.
Dalam 11 hari serangan pesawat dan mesin tempur Israel yang bombardir Gaza dan agresi militer di Tepi Barat, setidaknya 253 warga Palestina yang tewas. Di antaranya 65 anak-anak, 39wanita, 17 warga lanjut usia, dan ribuan warga lainnya luka-luka. Mereka yang tewas adalah penduduk sipil non kombatan yang sepatutnya dilindungi. Sedangkan dari pihak Israel ada 12 warga yang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Di Era sosmed warga Jalur Gaza dan Tepi Barat dapat menyiarkan peristiwa yang terjadi di wilayahnya secara langsung melalui WA, Instagram, Tik-Tok, Twitter, Facebook, Youtube, dan lain-lainnya. Padahal beberapa layanan media sosial tersebut berusaha untuk menyensor informasi yang disebarluaskan warga Gaza dan Tepi Barat. Namun protes keras dari warga dunia akhirnya membuat penyedia layanan media sosial luluh karena khawatir ditinggalkan para penggunanya.
Israel menjadi tidak mampu menghadapi banjirnya informasi di media sosial yang mempertontonkan kebiadaban. Israel tidak bisa lagi menggunakan dalih bahwa mereka membalas dalam rangka melindungi diri (self defense) seperti yang selama ini dijadikan tameng sehingga seakan mendapatkan keabsahan dalam melakukan kebrutalan di Palestina dan yang diakupasi Israel.
Faktanya, rudal-rudal Israel menyasar warga sipil secara membabi buta dan brutal. Israel jelas telah melanggar hak asasi manusia dan etika perang yang paling fundamental, perihal menghindari jatuhnya korban anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia
Israel kalah dan gagal karena tidak mampu melumpuhkan Hamas. Justru dalam setiap operasi militer, Hamas justru selalu mendapatkan keuntungan dengan naiknya popularitas. Andai setelah operasi militer Israel ini digelar pemilu di Palestina, maka hampir dipastikan Hamas akan memenangkan pemilu dengan sangat meyakinkan.
Apalagi dalam krisis politik terakhir, Hamas menunjukkan kemampuannya dengan meluncurkan 3.000 rudal lebih ke sebagian besar kota-kota dalam Israel dan mampu menembus Iron Dome Israel yang selama ini sulit ditembus.
tulis komentar anda