Menata Kampus Digital

Rabu, 17 Februari 2021 - 05:08 WIB
Perkuliahan daring bagi dosen bukan suatu aktivitas baru semestinya. Saat dosen pergi ke luar negeri, seharusnya selalu berusaha tetap berbagi ilmu melalui sistem daring. Merebaknya penyebaran pandemi yang memaksa cara seluruh perkuliahan harus dilakukan daring, secara praktis tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Era baru digitalisasi pendidikan menjadi sesuatu yang tidak perlu diagungkan.

Kampus Digital

Membangun budaya perkuliahan daring yang lancar tentu saja tidak dapat tercipta dalam waktu singkat. Kampus harus membangun skema dasar perkuliahan daring, tentu tidak akan selesai dengan setahun atau dua tahun. Perguruan tinggi harus menyiapkan sarana prasarana, kemampuan dosen, hingga materi perkuliahan yang tersimpan di server serta menjaga ritme perkuliahan supaya senantiasa berjalan stabil. Ibaratnya, perguruan tinggi harus mampu maupun siap bermetamorfosis menjadi “kampus digital”.

Sebaliknya, bagi kampus yang sudah mapan atau mencapai taraf kampus digital, pada awalnya pasti didorong meraih akreditasi internasional. Biasanya, kampus selalu cepat dalam memobilisasi dosen untuk mengikuti seminar atau pelatihan, sementara kuliah tidak boleh ditinggalkan. Solusinya, kampus membangun sedikit demi sedikit semua sarana dan prasarana pendukung perkuliahan daring. Beban dosen dikurangi, tetapi tanggung jawab dosen kepada perguruan tinggi ditambah.

Secara teknis, para dosen kalau mengajar tidak perlu membawa buku tebal, tetapi cukup membawa soft copy saja ke ruang kelas dan tinggal membuka materi yang tersimpan dalam sistem daring. Selanjutnya, perkuliahan langsung dimulai dengan cara membuka dan memaparkan file yang sudah disiapkan. Pascaselesai kuliah, mahasiswa tinggal diberikan materi file untuk dipelajari dan dikembangkan para mahasiswanya.

Inisiasi kampus digital sesungguhnya sudah ada sebelum masa pandemi Covid-19 menyebar. Dulu, Direktorat Pembelajaran, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dulu sudah merancang SPADA Indonesia. SPADA merupakan Sistem Pembelajaran Daring Indonesia. Program SPADA dikembangkan untuk menjawab beberapa tantangan pendidikan tinggi, yang kebetulan bernilai lebih saat pandemi Covid-19.

Dulu, ide dasar dari SPADA Indonesia yang diinisiasi pemerintah saat itu adalah bagaimana penerapan sistem pendidikan jarak jauh, e-learning, dan massive open daring course (MOOCs) untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan tinggi yang bermutu. Implementasi SPADA dilakukan melalui penerapan teknologi informasi dan komunikasi yang tepat sebagai wahana alih kredit, program pendidikan (degree program), pengembangan profesi berkelanjutan dan belajar sepanjang hayat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Secara substansi, pembelajaran berbasis media elektronik dikenal sebagai bentuk perubahan pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran yang dikemas ke dalam format digital melalui teknologi informasi. Transformasi belajar-mengajar kelas digital yang memanfaatkan teknologi informasi menegaskan satu perubahan kampus konvensional menjadi kampus digital. Metamorfosis pembelajaran tentu melahirkan konsekuensi dan peradaban yang baru.

Tantangan selanjutnya terletak pada kampus digital guna meletakkan landasan dan karakter pendidikan yang sesuai nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Inovasi kampus digital harus tetap berada pada jalur etika dan norma pendidikan yang sesuai ajaran founding father bangsa Indonesia. Di sinilah tugas berat menata kampus digital agar sejalan dengan cita-cita leluhur bangsa Indonesia dan perkembangan zaman yang semakin pesat.
(bmm)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More