Keluarga Titik Awal Penentu Kualitas Bangsa
Selasa, 22 Desember 2020 - 06:50 WIB
"Untuk pembangunan kita bicara secara makro sehingga tidak menyentuh hal-hal mikro keluarga. Seperti apa problem keluarga. Maka, kita tidak bisa memberi treatment yang tepat. Perlu mendiagnosis keluarga sebelum dilakukan treatment. Untuk itulah iBangga kami luncurkan," jelas Hasto.
Menurut Hasto, iBangga berbeda dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Melalui iBangga, masing-masing keluarga bisa dipotret secara mikro, untuk kemudian dikelompokkan dalam indeks dengan unsur Tenteram, Mandiri, Bahagia. Ketiganya itu menjadi indeks iBangga. Dengan iBangga, potret keluarga menjadi lebih jelas. Masing-masing keluarga terdata dengan jelas dari banyak sisi. Termasuk adakah kasus KDRT, bagaimana ibadahnya, apakah sempat rekreasi.
"Tahun 2021 kita akan lakukan pendataan dengan mendatangi 77 juta keluarga. Masing-masing keluarga kita potret. Apakah ada kasus KDRT, apakah ibadah bagus, apa sempat rekreasi. Indikator yang ada untuk lihat apakah keluarga itu tenteram, mandiri, bahagia," urai Hasto dengan berharap pembangunan nasional yang dikembangkan berbasis keluarga.
Intervensi terhadap keluarga penting mengingat Indonesia tengah memasuki jendela peluang bonus demografi. "Stunting, putus sekolah, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi, kawin muda, ciri-ciri ini tidak bisa petik bonus demografi yang akan menghasilkan bonus kesejahteraan," ujar guru iBangga, julukan untuk Kepala BKKBN ini.
Pada bagian lain penjelasannya, Hasto mengatakan bahwa tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini berbeda dengan sebelumnya. Hal ini karena BKKBN berada pada era di mana generasi muda saat ini berbeda ekosistem dengan para orang tuanya. Padahal, generasi ini cukup berpengaruh pada keberlangsungan pembangunan Indonesia di masa depan karena jumlahnya cukup banyak, mencapai 64 juta. Mereka ini generasi yang akan membentuk keluarga.
"Kita (para orang tua) agak tergagap dalam mentransformasikan nilai-nilai luhur keluarga. Untuk itu, pola pewarisan perlu dicari bentuk yang tepat. Karena saat ini belum ada bentuk yang formulasinya tepat," terang Hasto.
Tugas itu memang menjadi tanggung jawab BKKBN. "BKKBN punya pekerjaan rumah karena menjalankan 8 fungsi keluarga. Untuk itu, kami membangun kerja sama dengan perguruan tinggi dan pakar untuk mencari pola itu," sambung Hasto Wardoyo.
Selain itu, BKKBN juga telah membangun dan mengembangkan program agar lebih terhubung dengan remaja. "Strateginya kita bikin teman sebaya. Contoh dengan meluncurkan tagline 'Hidup Berencana Itu Keren'. Biar BKKBN terhubung dengan milenial," kata Hasto.
Menurut Hasto, iBangga berbeda dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Melalui iBangga, masing-masing keluarga bisa dipotret secara mikro, untuk kemudian dikelompokkan dalam indeks dengan unsur Tenteram, Mandiri, Bahagia. Ketiganya itu menjadi indeks iBangga. Dengan iBangga, potret keluarga menjadi lebih jelas. Masing-masing keluarga terdata dengan jelas dari banyak sisi. Termasuk adakah kasus KDRT, bagaimana ibadahnya, apakah sempat rekreasi.
"Tahun 2021 kita akan lakukan pendataan dengan mendatangi 77 juta keluarga. Masing-masing keluarga kita potret. Apakah ada kasus KDRT, apakah ibadah bagus, apa sempat rekreasi. Indikator yang ada untuk lihat apakah keluarga itu tenteram, mandiri, bahagia," urai Hasto dengan berharap pembangunan nasional yang dikembangkan berbasis keluarga.
Intervensi terhadap keluarga penting mengingat Indonesia tengah memasuki jendela peluang bonus demografi. "Stunting, putus sekolah, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi, kawin muda, ciri-ciri ini tidak bisa petik bonus demografi yang akan menghasilkan bonus kesejahteraan," ujar guru iBangga, julukan untuk Kepala BKKBN ini.
Pada bagian lain penjelasannya, Hasto mengatakan bahwa tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini berbeda dengan sebelumnya. Hal ini karena BKKBN berada pada era di mana generasi muda saat ini berbeda ekosistem dengan para orang tuanya. Padahal, generasi ini cukup berpengaruh pada keberlangsungan pembangunan Indonesia di masa depan karena jumlahnya cukup banyak, mencapai 64 juta. Mereka ini generasi yang akan membentuk keluarga.
"Kita (para orang tua) agak tergagap dalam mentransformasikan nilai-nilai luhur keluarga. Untuk itu, pola pewarisan perlu dicari bentuk yang tepat. Karena saat ini belum ada bentuk yang formulasinya tepat," terang Hasto.
Tugas itu memang menjadi tanggung jawab BKKBN. "BKKBN punya pekerjaan rumah karena menjalankan 8 fungsi keluarga. Untuk itu, kami membangun kerja sama dengan perguruan tinggi dan pakar untuk mencari pola itu," sambung Hasto Wardoyo.
Selain itu, BKKBN juga telah membangun dan mengembangkan program agar lebih terhubung dengan remaja. "Strateginya kita bikin teman sebaya. Contoh dengan meluncurkan tagline 'Hidup Berencana Itu Keren'. Biar BKKBN terhubung dengan milenial," kata Hasto.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda