Perang Cebong-Kampret Bakal Terulang jika Pemilu Sepi Capres
Minggu, 22 November 2020 - 12:05 WIB
Kondisi ini disayangkan. Karena di tengah situasi sulit yang dihadapi bangsa saat ini dan di masa mendatang, perlu persatuan seluruh anak bangsa. Keterbelahan akibat perbedaan pilihan politik hanya akan memicu kegaduhan yang menguras energi.(
)
Alasan lain mengapa penting menurunkan ambang batas pencapresan adalah demi munculnya figur capres alternatif. Jika syarat dipermudah bisa saja muncul figur capres populis sehingga bursa pencalonan pilpres tidak lagi dimonopoli oleh elite parpol. Bahkan, bukan tidak mungkin akan muncul capres dari kalangan milenial sehingga bursa pencalonan bakal lebih berwarna, bergairah, karena ada banyak pilihan.
Turun atau tidak pensyaratan maju jadi capres tergantung pada hasil revisi UU Pemilu yang saat ini dalam proses pembahasan di DPR. Sejauh ini parpol di parlemen masih terbelah, belum ada angka presidential threshold yang disepakati.
Sebagian ingin tetap 20% dengan alasan agar sistem presidential yang dianut tetap kuat sehingga nantinya presiden akan mudah mendapat dukungan parlemen.
Usulan lain, ambang batas sebaiknya dihapus saja atau menjadi 0% sehingga parpol manapun di parlemen berhak mengajukan calon. Sebagian lainnya mengajukan angka lebih moderat, yakni ambang batas pencapresan di angka 10%.
Di sisi lain, uji materi mengenai penghapusan ambang batas pencapresan ini sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah pegiat demokrasi. Sebelum Pilpres 2019 digelar, uji materi yang sama juga pernah diajukan, namun saat itu permohonan mengahapus ambang batas pencapresan ditolak oleh Mahkamah.( )
Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan, pada Pilpres 2019, pembelahan sangat keras di masyarakat antara kubu pendukung Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Karena itu, PAN menolak jika ambang batas pencapresan masih 20%. “Itu pelajaran yang sangat berharga, masyarakat terbelah, ini pertama kalinya saya lihat," katanya beberapa waktu lalu.
Fraksi PPP punya pandangan yang sama. Meski tidak setuju dipatok 20%, bukan berarti ambang batas pencapresan juga harus sangat rendah bahkan sampai 0%.
"Kita juga tidak ingin partai-partai itu terlalu gampang mencalonkan presiden, karena ada satu perbedaan prinsiplah soal bagaimana kita memilih anggota DPR dan Presiden," tutur anggota Fraksi PPP Arwani Thomafi beberapa waktu lalu.
Alasan lain mengapa penting menurunkan ambang batas pencapresan adalah demi munculnya figur capres alternatif. Jika syarat dipermudah bisa saja muncul figur capres populis sehingga bursa pencalonan pilpres tidak lagi dimonopoli oleh elite parpol. Bahkan, bukan tidak mungkin akan muncul capres dari kalangan milenial sehingga bursa pencalonan bakal lebih berwarna, bergairah, karena ada banyak pilihan.
Turun atau tidak pensyaratan maju jadi capres tergantung pada hasil revisi UU Pemilu yang saat ini dalam proses pembahasan di DPR. Sejauh ini parpol di parlemen masih terbelah, belum ada angka presidential threshold yang disepakati.
Sebagian ingin tetap 20% dengan alasan agar sistem presidential yang dianut tetap kuat sehingga nantinya presiden akan mudah mendapat dukungan parlemen.
Usulan lain, ambang batas sebaiknya dihapus saja atau menjadi 0% sehingga parpol manapun di parlemen berhak mengajukan calon. Sebagian lainnya mengajukan angka lebih moderat, yakni ambang batas pencapresan di angka 10%.
Di sisi lain, uji materi mengenai penghapusan ambang batas pencapresan ini sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah pegiat demokrasi. Sebelum Pilpres 2019 digelar, uji materi yang sama juga pernah diajukan, namun saat itu permohonan mengahapus ambang batas pencapresan ditolak oleh Mahkamah.( )
Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan, pada Pilpres 2019, pembelahan sangat keras di masyarakat antara kubu pendukung Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Karena itu, PAN menolak jika ambang batas pencapresan masih 20%. “Itu pelajaran yang sangat berharga, masyarakat terbelah, ini pertama kalinya saya lihat," katanya beberapa waktu lalu.
Fraksi PPP punya pandangan yang sama. Meski tidak setuju dipatok 20%, bukan berarti ambang batas pencapresan juga harus sangat rendah bahkan sampai 0%.
"Kita juga tidak ingin partai-partai itu terlalu gampang mencalonkan presiden, karena ada satu perbedaan prinsiplah soal bagaimana kita memilih anggota DPR dan Presiden," tutur anggota Fraksi PPP Arwani Thomafi beberapa waktu lalu.
Lihat Juga :
tulis komentar anda