Maknai Hari Bumi dengan Memulai Gaya Hidup Berkelanjutan di Perkotaan
Sabtu, 20 April 2024 - 18:47 WIB
Selain itu, Indonesia telah menerapkan kebijakan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation - Plus) untuk memerangi deforestasi dan mengurangi efek gas rumah kaca. Upaya gabungan ini menunjukkan pendekatan multi aspek yang dilakukan Indonesia dalam mengatasi tantangan perubahan iklim.
Namun, dalam perjalannya tidak selalu berjalan mulus. Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Tantangan tersebut berasal dari faktor-faktor seperti dampak deforestasi dan degradasi hutan, laju pertumbuhan industri yang kurang ramah lingkungan, serta moda transportasi berbahan bakar fosil.
Selain itu, masih tingginya ketergantungan negara kita pada sumber daya alam seperti lahan berhutan yang kaya akan karbon. Ditambah lagi dengan tingginya permintaan di sektor-sektor seperti pertanian, perluasan kota, industri, transportasi, dan perdagangan, yang berkontribusi signifikan terhadap peningkatan emisi dan biaya terkait iklim.
Kecuali itu, kerentanan Indonesia terhadap bencana dan kejadian cuaca ekstrem akibat kenaikan suhu, serta tantangan sosial-politik dan kebutuhan untuk mengintegrasikan keadilan gender dalam upaya pembangunan, semakin mempersulit upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tertundanya penerapan kebijakan pajak karbon akibat faktor politik, ekonomi, dan resistensi masyarakat, juga telah menimbulkan tantangan tersendri dalam merespon perubahan iklim di Indonesia.
Selebrasi Hari Bumi yang diadakan setiap tahun sejak empat dasawarsa lalu ternyata menunjukkan dampak yang berbeda-beda terhadap perubahan perilaku manusia di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hari Bumi pada tahun 1970, yang dipicu oleh terjadinya cuaca ekstrim, telah menyebabkan lemahnya dukungan jangka panjang terhadap lingkungan.
Namun, pada perayaan-perayaan Hari Bumi berikutnya seperti pemberlakuan Earth Hour juga tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku hemat energi di tingkat pengguna di perumahan dan sektor komersial. Di sisi lain, adanya perhelatan KTT G20 dan terjadinya wabah Covid-19 telah menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan dalam iklim perkotaan, dengan berkurangnya lalu lintas, perpindahan populasi, dan dampak yang diakibatkannya terhadap panas antropogenik dan suhu udara.
Untuk memaknai peringatan Hari Bumi 2024 dan mendukung inisiatif global dalam mencegah peningkatan suhu Bumi hingga 2 derajat Celcius yang tertuang dalam Perjanjian Paris, serta komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisinya yang dituliskan dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution), maka sudah saatnya gaya hidup masyarakat perkotaan berorientasi pada keberlanjutan dan kepedulian terhadap lingkungan. Langkah penting dan nyata yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat perkotaan antara lain:
1. Memilih moda transportasi rendah karbon dan berkelanjutan seperti berjalan kaki, bersepeda, menggunakan angkutan umum, atau carpooling dapat secara signifikan mengurangi emisi karbon yang terkait dengan perjalanan di perkotaan. Selain itu, mendukung inisiatif untuk meningkatkan infrastruktur transportasi umum dan mempromosikan kendaraan listrik dapat lebih memitigasi dampak lingkungan terkait transportasi.
2. Memilih opsi untuk tinggal di perumahan hemat energi, seperti apartemen atau rumah dengan sertifikasi bangunan ramah lingkungan, dapat mengurangi konsumsi energi dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Menerapkan praktik hemat energi seperti menggunakan lampu LED, memasang peralatan hemat energi, dan mengisolasi bangunan dengan benar dapat berkontribusi pada gaya hidup perkotaan yang lebih berkelanjutan.
3. Menerapkan gaya hidup minimalis dan mempraktikkan kebiasaan tanpa sampah dapat membantu mengurangi konsumsi, meminimalkan timbulan sampah, dan menurunkan jejak lingkungan dari penduduk perkotaan. Hal ini termasuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mendaur ulang dan membuat kompos sampah, serta membeli produk dengan kemasan minimal.
Namun, dalam perjalannya tidak selalu berjalan mulus. Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Tantangan tersebut berasal dari faktor-faktor seperti dampak deforestasi dan degradasi hutan, laju pertumbuhan industri yang kurang ramah lingkungan, serta moda transportasi berbahan bakar fosil.
Selain itu, masih tingginya ketergantungan negara kita pada sumber daya alam seperti lahan berhutan yang kaya akan karbon. Ditambah lagi dengan tingginya permintaan di sektor-sektor seperti pertanian, perluasan kota, industri, transportasi, dan perdagangan, yang berkontribusi signifikan terhadap peningkatan emisi dan biaya terkait iklim.
Kecuali itu, kerentanan Indonesia terhadap bencana dan kejadian cuaca ekstrem akibat kenaikan suhu, serta tantangan sosial-politik dan kebutuhan untuk mengintegrasikan keadilan gender dalam upaya pembangunan, semakin mempersulit upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tertundanya penerapan kebijakan pajak karbon akibat faktor politik, ekonomi, dan resistensi masyarakat, juga telah menimbulkan tantangan tersendri dalam merespon perubahan iklim di Indonesia.
Selebrasi Hari Bumi yang diadakan setiap tahun sejak empat dasawarsa lalu ternyata menunjukkan dampak yang berbeda-beda terhadap perubahan perilaku manusia di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hari Bumi pada tahun 1970, yang dipicu oleh terjadinya cuaca ekstrim, telah menyebabkan lemahnya dukungan jangka panjang terhadap lingkungan.
Namun, pada perayaan-perayaan Hari Bumi berikutnya seperti pemberlakuan Earth Hour juga tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku hemat energi di tingkat pengguna di perumahan dan sektor komersial. Di sisi lain, adanya perhelatan KTT G20 dan terjadinya wabah Covid-19 telah menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan dalam iklim perkotaan, dengan berkurangnya lalu lintas, perpindahan populasi, dan dampak yang diakibatkannya terhadap panas antropogenik dan suhu udara.
Untuk memaknai peringatan Hari Bumi 2024 dan mendukung inisiatif global dalam mencegah peningkatan suhu Bumi hingga 2 derajat Celcius yang tertuang dalam Perjanjian Paris, serta komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisinya yang dituliskan dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution), maka sudah saatnya gaya hidup masyarakat perkotaan berorientasi pada keberlanjutan dan kepedulian terhadap lingkungan. Langkah penting dan nyata yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat perkotaan antara lain:
1. Memilih moda transportasi rendah karbon dan berkelanjutan seperti berjalan kaki, bersepeda, menggunakan angkutan umum, atau carpooling dapat secara signifikan mengurangi emisi karbon yang terkait dengan perjalanan di perkotaan. Selain itu, mendukung inisiatif untuk meningkatkan infrastruktur transportasi umum dan mempromosikan kendaraan listrik dapat lebih memitigasi dampak lingkungan terkait transportasi.
2. Memilih opsi untuk tinggal di perumahan hemat energi, seperti apartemen atau rumah dengan sertifikasi bangunan ramah lingkungan, dapat mengurangi konsumsi energi dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Menerapkan praktik hemat energi seperti menggunakan lampu LED, memasang peralatan hemat energi, dan mengisolasi bangunan dengan benar dapat berkontribusi pada gaya hidup perkotaan yang lebih berkelanjutan.
3. Menerapkan gaya hidup minimalis dan mempraktikkan kebiasaan tanpa sampah dapat membantu mengurangi konsumsi, meminimalkan timbulan sampah, dan menurunkan jejak lingkungan dari penduduk perkotaan. Hal ini termasuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mendaur ulang dan membuat kompos sampah, serta membeli produk dengan kemasan minimal.
tulis komentar anda